2 Juta Anak Alami Wasting Parah, Indonesia Duduki Peringkat ke-65 Indeks Ketahanan Pangan Global

23 Oktober 2020, 09:43 WIB
Ilustrasi orang yang sedang menimbang berat badan. /Wpengine

PR DEPOK - Pakar sekaligus Guru Besar dari Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB, Prof Dr Muhammad Rizal Martua Damanik, mengatakan terdapat sekitar 2 juta anak Indonesia menderita wasting parah atau berat badan yang rendah untuk tinggi badan.

"Suatu jenis kurang gizi akut yang ditandai dengan hilangnya lemak tubuh dan jaringan otot secara masif menyebabkan mereka terlihat tua dan sangat kurus," kata Prof Rizal, dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari Antara, Jumat 23 Oktober 2020.

Ciri lainnya yakni memiliki kekebalan yang lemah, rentan terhadap keterlambatan perkembangan jangka panjang dan menghadapi peningkatan risiko kematian terutama bila wasting parah.

Baca Juga: Nyamuk Jadi Penyebab Kematian Terbanyak di Dunia, Anak Masuk Kelompok Paling Rentan Terkena Malaria

Sedangkan dalam jangka panjang, kekurangan asupan gizi akan meningkatkan risiko penyakit jantung, hipertensi, diabetes, obesitas, dan penyakit degeneratif lainnya.

Berdasarkan laporan Global Hunger Organization (GHO) 2019 untuk Global Hunger Index (GHI) menunjukkan bahwa masyarakat di negara-negara anggota ASEAN masih relatif lapar.

Pada 2018, Indonesia menempati urutan ke-73 dari 119 negara yang disurvei tertinggal dari anggota ASEAN lainnya yaitu Thailand urutan 44, Malaysia 57, Vietnam 64, Myanmar 68, dan Filipina 69.

Baca Juga: Makan Mi Buatan Sendiri, 9 Anggota Keluarga Meninggal Usai Keracunan Zat Berbahaya Asam Bongkrek

Berbeda dengan 2019, GHI Indonesia berhasil memperoleh skor yang lebih baik meski hanya sedikit.

Dari 117 negara yang disurvei, Indonesia menempati urutan ke-70 yang masih kalah dari Thailand 46, Malaysia 57, Vietnam 62, dan Myanmar 69.

Sementara itu, Asian Development Bank (ADB) dan International Food Policy Research Institute (IFPRI) melaporkan bahwa 22 juta orang di Indonesia menderita kelaparan kronis antara tahun 2016 dan 2018.

Laporan berjudul "Kebijakan Mendukung Kebutuhan Investasi Pangan dan Pertanian Indonesia tahun 2020-2045" juga mengungkapkan masalah akses dan kerawanan pangan masih belum terselesaikan.

Baca Juga: Tanggulangi Banjir Ibu Kota, Dana 1 Triliun Dikucurkan Pemprov DKI untuk Program Mitigasi Berikut

"Dalam studi terpisah yang diterbitkan oleh Economist Intelligence Unit, Indonesia menempati peringkat ke-65 dari 113 negara di Indeks Ketahanan Pangan Global (GFSI)," ujar Rizal.

Peringkat tersebut berada di bawah negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura yang menempati urutan pertama dalam indeks, Malaysia di peringkat ke-40, Thailand 54, dan Vietnam 62.

Lapar dan ketahanan pangan merupakan dua hal yang saling terkait. Orang mengalami lapar karena tidak tersedianya pangan untuk dimakan.

Baca Juga: Terdorong Paket Stimulus Ekonomi AS, Harga Minyak Dunia Lanjutkan Penguatannya

Bahkan, lapar yang berkelanjutan menyebabkan orang kurang gizi, energi dan berbagai komponen gizi mikro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan serta perkembangan.

Untuk kelompok rentan yakni ibu hamil dan bayi, kurang gizi secara kronis akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan janin dan bayi yang kemudian berpotensi mengalami stunting.

Sementara itu, saat ini pandemi Covid-19 telah berdampak pada perubahan tatanan kehidupan sosial serta menurunnya kinerja ekonomi.

Baca Juga: Banpres UMKM 2,4 Juta Belum Merata, Sebagian Warga Tak Tahu Harus Isi Formulir Pengajuan Banpres

Turunnya kinerja ekonomi sangat berdampak pada hilangnya pekerjaan dan hilangnya pendapatan masyarakat.

"Kehilangan pendapatan akan menyebabkan daya beli keluarga akan pangan rendah, kemudian menyebabkan lapar sehingga dapat mengakibatkan kurang gizi," tuturnya.

Dalam jangka panjang, pandemi Covid-19 dapat mengancam sistem pangan, menurunnya ketersediaan dan rantai distribusi, serta ketidakstabilan ketahanan pangan suatu negara.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler