PR DEPOK – Mantan Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra, Arief Poyuono tiba-tiba menyinggung soal utang Indonesia.
Hal tersebut ia sampaikan melalui akun Twitter-nya, @bumnbersatu pada Senin, 15 Maret 2021.
Dalam cuitannya tersebut, ia juga menyinggung dua Presiden Indonesia yang memiliki masa jabatan 2 periode.
Pertama yakni Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang memimpin dari tahun 2004 hingga 2014.
Kemudian juga Presiden RI ke-7, Joko Widodo (Jokowi) yang memerintah dari 2014 hingga sekarang.
Menurutnya, sejak era demokratisasi bergulir, jumlah utang Indonesia justru semakin bertambah.
Ia menilai bahwa jumlah utang tersebut juga semakin menumpuk jika dibandingkan dengan era pemerintahan Presiden Soekarno dan Soeharto.
Catat sejak era demokratisasi dan jabatan presiden 2 periode itu, jumlah utang Indonesia makin numpuk dibandingkan dengan era Sukarno dan Suharto loh. Dan tidak sebanding dengan kemajuan masyarakatnya.@jokowi @SBYudhoyono— Arief Poyuono (@bumnbersatu) March 15, 2021
“Catat sejak era demokratisasi dan jabatan presiden 2 periode itu, jumlah utang Indonesia makin numpuk dibandingkan dengan era Sukarno dan Suharto loh,” kata Arief Poyuono seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com.
Selain itu, bertambahnya jumlah utang tersebut pun tidak sebanding dengan tingkat kemajuan masyarakat Indonesia.
“Dan tidak sebanding dengan kemajuan masyarakatnya. @jokowi @SBYudhoyono,” tuturnya tegas.
Sebagaimana diberitakan, Bank Indonesia (BI) mengumumkan posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir November mencapai 416,6 miliar Dolar AS atau sekitar Rp5.854 triliun.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono menjelaskan bahwa pertumbuhan ULN Indonesia pada akhir November 2020 tercatat sebesar 3,9 persen secara tahunan.
Baca Juga: Razman Nasution Disebut Manusia Multi Partai, Rifai Darus: Gile! Ternyata Ini Ciri Perusak Demokrasi
Jumlah tersebut meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya yang sebesar 3,3 persen secara tahunan.
“Pertumbuhan ini terutama disebabkan oleh peningkatan penarikan neto ULN pemerintah. Selain itu, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga berkontribusi pada peningkatan nilai ULN berdenominasi rupiah,” kata Erwin beberapa waktu lalu.***