PR DEPOK - Polri menilai jaringan teroris yang menyasar generasi milenial pada dasarnya mereka belajar dari media sosial (medsos) dan internet.
Pendapat tersebut disampaikan langsung oleh Karopenmas Mabes Polri, Brigjen Pol Rusdi Hartono melalui webinar bertema Bom di Makassar dan penembakan di Mabes Polri Perspektif, Toleransi dan Demokrasi.
Rusdi Hartono memaparkan pendapat itu berdasarkan hasil analisis dari pelaku penyerangan di Mabes Polri, yakni ZA.
Dari hasil penyelidikan, diketahui ZA sempat mempublikasikan bendera ISIS dan beberapa kalimat perjuangan dalam media sosial pribadinya sebelum melakukan penyerangan di Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri).
"Tentunya, saat kita bicara mengenai ZA ya, di dalamnya itu dimungkinkan sekali pemahaman yang didapatkan ZA bersumber dari internet," kata Brigjen Pol Rusdi Hartono sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari PMJ News.
Rusdi menuturkan bahwa sasaran terorisme untuk menarik generasi milenial terbilang mengikuti zaman.
Baca Juga: Penyaluran THR Sistem Cicil Tahun Lalu Masih Ditindaklanjuti Pengawas, Kemnaker Mulai Bahas THR 2021
Para teroris menurutnya menjaring generasi milenial dengan memanfaatkan media sosial dan internet.
Dengan demikian, menurutnya menjadi tugas bagi semua pihak untuk memisahkan antara konten yang benar dan konten yang menyesatkan dalam medsos dan internet.
"Artinya, paham-paham seperti itu begitu cepat dan begitu banyak datanya. Inilah yang menjadi PR bagi kita semua masyarakat Indonesia bagaimana memilah dan memilih konten yang benar dan menyesatkan," ujarnya.
Menurut Rusdi Hartono, pascaserangan aksi terorisme yang dilakukan pelaku berusia muda atau kaum milenial di beberapa tempat, Polri mulai lebih berhati-hati dan mengantisipasi jaringan terorisme yang menyasar generasi milenial.
"Ini jelas sekali ya, kita mulai lakukan antisipasi karena kelompok teror yang ada sekarang pelakunya anak muda dan menyerang anak muda juga," ucap Rusdi Hartono.
Di kesempatan yang sama, Rusdi menegaskan penanggulangan terorisme bukan hanya menjadi tanggung jawab dari aparat kepolisian, tapi juga membutuhkan dukungan masyarakat dan kelompok moderat.
Maka dengan begitu, kelompok ideologi tarikan (terorisme) tidak akan mudah masuk dan melakukan aksinya di Indonesia.
"Ini perlu ditegaskan sekali lagi, karena permasalahan terorisme bukan masalah yang ringan namun justru masalah yang kompleks dan membutuhkan dukungan semua pihak," ujarnya.***