Tak Setuju dengan PP tentang Royalti Lagu, Dewi Tanjung: Tidak Masuk Akal, Rugikan Masyarakat yang Suka Musik

- 9 April 2021, 18:45 WIB
Politisi PDI Perjuangan, Dewi Tanjung.
Politisi PDI Perjuangan, Dewi Tanjung. /Twitter/@DTanjung15.

 

PR DEPOK – Politisi PDI Perjuangan (PDIP) Dewi Tanjung tidak setuju dengan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu atau Musik.

Menurut Dewi Tanjung, peraturan tersebut tidak masuk akal dan pemerintah harus meninjau ulang kembali.

Pak Presiden Peppres Larangan Menyanyikan lagu orang di Cafe akan kena denda itu Tidak masuk akal sekali. Tolong Pak Presiden Tinjau ulang Peppres itu,” kata dia seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari akun Twitter pribadinya @DTanjung15 pada Jumat, 9 April 2021.

Baca Juga: Munarman Ngamuk Saat Ditanya Najwa Shihab, Abdillah Toha: Heran, Orang Kayak Gini Masih Dijadikan Narasumber?

Dewi Tanjung juga mengatakan bahwa pencipta lagu sengaja membuat lagu agar bisa dinyanyikan masyarakat atau penyanyi lain, sebagai bentuk kesukaan terhadap lagu tersebut tanpa harus membayar.

Pencipta lagu bikin lagu untuk di nyanyikan oleh penyanyi atau masyarakat tanpa harus membayar selama tidak di Komersilkan,” ucap Dewi Tanjung.

Selain itu dia menilai peraturan tersebut tidak menguntungkan, justru akan sangat merugikan penyanyi dan masyarakat yang menyukai musik.

Pak Jokowi Peppres tentang Larangan menyanyikan Lagu milik orang di Cafe atau Tv itu sangat merugikan penyanyi atau masyarakat yg suka musik,” ungkapnya.

Baca Juga: Kelelahan Berdiri Menanti Kedatangan Jokowi, Ratusan Pengungsi Bencana NTT Jalani Perawatan Medis

Kemudia Dewi Tanjung menyebut jika pencipta lagu tidak mau atau bahkan tidak setuju lagunya dinyanyikan orang lain, maka lebih baik penciptanya yang menyanyikan.

Kalo pencipta lagu tidak mau di nyanyikan lagunya oleh penyanyi dan masyarakat suruh pencipta nya sendiri yg nyanyikan,” tuturnya.

Diketahui, dalam PP 56 Tahun 2021 pasal 3 tertulis setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional.

Baca Juga: Ramadhan 2021, Masjid Istiqlal Tidak Akan Layani Buka Puasa Bersama Seperti Tahun Lalu

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI mengatakan Peraturan Pemerintah (PP) 56 tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu atau Musik dibuat sebagai penegasan terhadap Undang-Undang tentang Hak Cipta.

"Namun dalam PP ini lebih spesifik, sehingga nanti ada pengaturan, misalnya, terkait besaran," kata Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham RI Dr Freddy Harris seperti dikutip dari Antara.

Ia mengatakan pada UU tentang Hak Cipta hal itu sebenarnya sudah diatur terutama di pasal 87, 89 dan pasal 90.

Namun, lahirnya PP yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Maret 2021 tersebut lebih bersifat spesifik.

Baca Juga: Anies Sebut Kebutuhan Hidup Layak Jadi Alasan Korupsi, FH: Jangan-jangan Ini Digunakan untuk ‘Bela’ Dirinya

Dia menjelaskan secara umum jika pemerintah tidak mengatur keberadaan Chief Marketing Officer (CMO) atau orang yang bertanggung jawab atas seluruh proses pemasaran dalam sebuah perusahaan maka akan menjadi masalah bagi tempat-tempat, misalnya, kafe, restoran dan lain sebagainya.

Sebab, akan banyak CMO yang datang berkunjung ke kafe atau restoran sehingga membuat pusing pemilik tempat tersebut.***

Editor: Yunita Amelia Rahma

Sumber: ANTARA Twitter @DTanjung15


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x