Beriringan dengan Demokrasi, Din Syamsuddin: Islam Moderat di Indonesia Perlu Dipromosikan ke Dunia

- 12 September 2020, 11:44 WIB
Mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin.
Mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin. /

PR DEPOK - Islamofobia nampaknya sudah menjadi tren tersendiri yang terjadi di Eropa.

Bukan lagi barang baru di benua biru, tak jarang masyarakat Eropa memandang islam sebagai agama yang radikal usai mengamati segelintir golongan muslim yang terlibat berbagai aksi terorisme.

Berupaya menerjang laju islamofobia di berbagai belahan dunia, Arief Hafaz Oegroseno sebagai Duta Besar Indonesia untuk Jerman membebetkan islam moderat khas Indonesia harus terus dipromosikan agat menjadi arus utama hingga mampu mengikis citra negatif yang masih berkembang.

Dalam agenda pengajian ummum PP Muhammadiyah daring bertajuk "Islam dan Islamofobia di Eropa", Arief menyatakan bahwa dunia lebih banyak mengenal islam yang menonjol karena isu radikalisme dan antidemokrasi.

Baca Juga: Tren Islamofobia Makin Luas di Eropa, Pakar Muhammadiyah Sebut Penyebabnya Tak Paham Islam Moderat

Pandangan itu terbentuk akibat kemunculan ragam insiden radikal di negara-negara Timur Tengah.

"Muhammadiyah khususnya, ini agar dapat memberi gambaran Islam tidak selalu identik dengan Timur Tengah. Islam juga ada di negara demokrasi terbesar ketiga dunia yaitu Indonesia"

"Di Indonesia, Islam mampu hidup dengan menghargai wanita, kita banyak politisi wanita, pegawai negeri wanita. Ini tidak banyak diketahui di Eropa," tutur Arief seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari Antara.

Lebih lanjut Arief mengatakan bahwa orang Eropa lebih banyak mengenal Islam dengan sesuatu yang melekat pada negara-negara Afrika Tengah atau TImur Tengah.

Baca Juga: Demi Pergi ke Bar, Ibu Tinggalkan 2 Putrinya di Dalam Mobil yang Terkunci Hingga Meninggal Dunia

Sementara itu, menurutnya masyarakat dunia sejak lama mengenal Indonesia sebagai negara tujuan wisata daripada karakter islam moderatnya.

Arief Hafaz pun mengatakan terkait pandangan umum islamofobia terjadi aibat pemahaman salah yang terhadap islam, masyarakat dunia lebih banyak menilai sebagai negara Arab.

"Basis Islamophobia kuat karena ada pemahaman Islam yang salah. Islam itu dianggap sama dengan Arab, kemudian radikal"

"Di Timur Tengah juga tidak demokratis kemudian diasosiasikan dengan Islam. Islam ketika disamakan dengan Timur Tengah maka menjadi satu simbol yang tidak sesuai dengan modernisme, demokrasi dan hak asasi manusia," tuturnya.

Arief mengatakan, jika ditelaah secara mendalam, justru islam mengangkat narasi-narasi modernisme, demokrasi, dan hak asasi manusia.

Contohnya pada masa kejayaan islam, ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat menjadinnya bukti agama ini tidak anti terhadap sains.

Baca Juga: Masuk Peralihan Musim, Jawa Barat Diprediksi Alami Kondisi Cuaca Bervariasi

Begitu juga dengan demokrasi dan hak asasi manusia, islam mampu mengakomodasinya sebagaimana dipraktikkan Indonesia.

Selaras dengan Arief Hafaz, mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan bahwa islam di Indonesia perlu dipromosikan ke dunia.

Alasannya Indonesia mampu menunjukkan islam yang bisa bersanding dengan demokrasi.

Namun di sisi lain, menurut Din Syamsyuddin agen-agen penyampai islam moderat seperti di Indonesia masih belum banyak bermunculan.

Berbeda dengan di Amerika Serikat yang kini ada Syamsi Ali, ulama asal Indonesia yang mampu menunjukkan islam moderat antiradikalisme di negara yang dipimpin oleh Donald Trump tersebut.

Lebih lanjut Din Syamsuddin menyatakan bahwa tokoh-tokoh islam seperti Syamsi Ali, belum banyak ditemukan sehingga perlu ada pengkaderan ulama moderat yang berpengaruh.

Tugas tersebut memang tak mudah, tetapi jika berhasil tumbuh maka islam yang antiradikalisme tentu akan menjadi citra umum di masyarakat global.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: ANTARA


Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x