IPW Desak Bareskrim Polri Usut Tuntas 'Mafia' RS yang Memvonis Semua Pasien Jadi Positif Covid-19

HM
- 4 Oktober 2020, 15:13 WIB
Ketua Presidium IPW, Neta S Pane.*
Ketua Presidium IPW, Neta S Pane.* /Antara./

PR DEPOK - Isu semua pasien divonis positif Covid-19 belakangan ini merebak di berbagai media sosial. Bahkan, hal tersebut juga sempat disinggung Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko saat pertemuannya dengan Gubenur Jateng Ganjar Pranowo.

Mantan Panglima TNI tersebut membenarkan adanya isu kecurangan tersebut di sejumlah rumah sakit (RS) rujukan di Jateng.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane mendesak agar Bareskrim Polri membongkar "mafia" RS yang memanfaatkan pandemi Covid-19 untuk meraih keuntungan.

Baca Juga: Diduga Bantu Napi asal Tiongkok untuk Kabur dari Penjara, Kepala Pengamanan Lapas Dinonaktifkan

"Segera bongkar mafia rumah sakit yang memanfaatkan pandemi COVID-19 untuk meraih keuntungan dengan cara meng-Covid-kan orang sakit yang sesungguhnya tidak terkena Covid-19," ujar Neta, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari RRI di Jakarta.

Desakkan tersebut diminta dia, lantaran Neta menilai Bareskrim Polri hingga kini belum bergerak untuk mengusut dan menindak "mafia" RS tersebut.

Padahal kata dia, tudingan memvonis orang-orang sebagai pasien positif Covid-19 telah marak dan ramai bermunculan di berbagai media sosial.

"Namun sayangnya hingga kini Bareskrim Polri belum ada tanda-tanda akan bergerak,” ucap Neta menambahkan.

Baca Juga: Tambah Personel, PMJ Libatkan Brimob Sisir Hutan Tenjo Tangkap Cai Changpan Napi Tiongkok yang Kabur

Berdasarkan data IPW, keuntungan yang diperoleh mafia rumah sakit dalam meng-Covid-kan orang jumlahnya tidak sedikit sebab biaya perawatan pasien terinfeksi virus corona bisa mencapai Rp290 juta.

"Jika mafia rumah sakit meng-COVID-kan puluhan atau ratusan orang, bisa dihitung berapa banyak uang negara yang mereka "rampok" di tengah pandemi COVID-19 ini," ujarnya.

Dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-275/MK 02/2020 tanggal 6 April 2020 yang memuat aturan serta besaran biaya perawatan pasien Covid-19, jika seorang pasien dirawat selama 14 hari, asumsinya pemerintah menanggung biaya sebesar Rp105 juta sebagai biaya paling rendah.

Untuk pasien komplikasi, pemerintah setidaknya harus menanggung biaya Rp231 juta per orang. Neta menilai angka yang tidak kecil ini membuat oknum rumah sakit bergerak untuk merampok anggaran tersebut.

Baca Juga: La Nina Akan Terjang Indonesia, BMKG Imbau Masyarakat Daerah Rawan Bencana Persiapkan Diri

Neta juga tidak mengherankan apabila banyak kabar beredar mengenai masyarakat yang diminta menandatangani surat pernyataan bahwa anggota keluarganya terkena Covid-19 dan diberi sejumlah uang oleh pihak rumah sakit.

"Padahal, sesungguhnya keluarga terkena penyakit lain. Selain itu, ada orang diperkirakan Covid-19 lalu meninggal, padahal hasil tes belum keluar. Setelah hasilnya keluar, ternyata negatif," katanya.

Neta juga mengatakan bahwa kejahatan yang melibatkan oknum RS ini merupakan salah satu tindakan korupsi baru terhadap anggaran negara.

Apabila Bareskrim Polri tidak peduli terhadap kasus tersebut, Neta menyarankan agar pihak lain dalam hal ini kejaksaan dan KPK segera turun tangan agar situasi pandemi ini tidak diperparah oleh para oknum rumah sakit yang ingin mencari keuntungan dari penderitaan masyarakat.

Baca Juga: Dianggap Ancam Kedaulatan, Fraksi PKS DPR Turut Tolak Pengesahan RUU Cipta Kerja

"Bareskrim Polri, kejaksaan, dan KPK perlu bekerja cepat menangkap para mafia rumah sakit dan segera menyeretnya ke Pengadilan Tipikor,"katanya mengakhiri.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah