Tuai Banyak Penolakan, Ini 10 Penjelasan Presiden Joko Widodo Soal Omnibus Law UU Cipta Kerja

- 11 Oktober 2020, 10:55 WIB
Jokowi menegaskan beberapa hal terkait UU Ciptaker dalam Keterangan Pers.
Jokowi menegaskan beberapa hal terkait UU Ciptaker dalam Keterangan Pers. /Tangkap Layar YouTube Sekretariat Presiden/

PR DEPOK - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan 10 penjelasan mengenai disinformasi mengenai Ominibus Law UU Cipta Kerja yang beredar di masyarakat.

"Saya melihat unjuk rasa penolakan Undang-undang Cipta Kerja yang pada dasarnya dilatarbelakangi disinformasi mengenai substansi undang-undang ini dan hoaks di media sosial," kata Joko Widodo, di Istana Kepresidenan Bogor.

Inilah pernyataan pertama dia kepada publik tentang UU Cipta Kerja setelah disahkan di sidang paripurna DPR pada Senin, 5 Oktober 2020 malam seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari ANTARA.

Baca Juga: Soal Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19, PDIP: Justru Momentum untuk Hasilkan Solusi

Pertama, tekait isu penghapusan standar upah pekerja.

"Saya ambil contoh ada informasi yang menyebut penghapusan UMP, Upah Minimum Provinsi; UMK, Upah Minimum Kabupaten; UMSP Upah Minimum Sektoral Provinsi, hal ini tidak benar karena pada faktanya Upah Minimum Regional, UMR tetap ada," ujar Presiden Joko Widodo.

Kedua, mengenai standar perhitungan upah pekerja.

Baca Juga: Terbang Temui Menlu Tiongkok, Luhut Binsar Pandjaitan Harap Kerja Sama Segera Terlaksana

"Ada juga yang menyebutkan upah minumum dihitung per jam, ini juga tidak benar, tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang, upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil," imbuh Joko Widodo.

Ketiga, terkait informasi penghilangan cuti bagi para pekerja.

"Kemudian ada kabar yang menyebut semua cuti, cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti babtis, cuti kematian, cuti melahirkan dihapuskan dan tidak ada kompensasinya. Saya tegasnya ini juga tidak benar, hak cuti tetap ada dan dijamin," tutur mantan Wali Kota Solo ini.

Baca Juga: Link Live Streaming Timnas U-19 Indonesia vs Makedonia Utara

Keempat, mengenai mekanisme pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Kemudian apakah perusahaan bisa mem-PHK kapan pun secara sepihak? Ini juga tidak benar, yang benar perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak," kata Joko Widodo.

Kelima, terkait penghilangan jaminan sosial pekerja.

Baca Juga: Cek Fakta: Beredar Kabar Terdapat Pendaftaran Situs Prakerja di Prakerja VIP

"Kemudian juga pertanyaan benarkah jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang? Yang benar jaminan sosial tetap ada," ujarnya.

Keenam, soal tidak ada lagi kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi industri.

"Yang juga sering diberitakan tidak benar adalah dihapusnya AMDAL, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, itu juga tidak benar. AMDAL tetap ada bagi industri besar harus studi AMDAL yang ketat tapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan," tutur Presiden.

Baca Juga: Diguyur Hujan Deras, Tembok Rutan Sepanjang 42 meter di Bangli Runtuh

Ketujuh, soal adanya komersialisasi pendidikan dan perizinan pendirian pondok pesantren.

"Ada juga berita UU Cipta Kerja ini mendorong komersialisasi pendidikan, ini juga tidak benar, karena yang diatur hanyalah pendidikan formal di kawasan ekonomi khusus (KEK) sedangkan perizinan pendidikan tidak diatur dalam UU Cipta Kerja ini, apalagi perizinan di pondok pesantren tidak diatur sama sekali dalam UU Cipta Kerja dan aturannya yang selama ini ada tetap berlaku," tutur Joko Widodo.

Kedelapan, munculnya bank tanah.

Baca Juga: Sinopsis Ghost Rider, Aksi Superhero Supernatural yang Menjual Jiwanya pada Iblis

"Bank tanah diperlukan untuk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan sosial, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan dan reforma agraria ini sangat penting untuk menjamin akses masyarakat terhadap kepemilihan lahan dan tanah dan kita selama ini kita tidak memiliki bank tanah," katanya.

Kesembilan, RUU Cipta Kerja akan mengambil kewenangan pemerintah daerah dan menambah kewenangan pemerintah pusat.

"Saya tegaskan juga UU Cipta Kerja ini tidak melakukan resentralisasi kewenangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat, tidak, tidak ada," ucap Presiden melanjutkan.

Baca Juga: Usai Demonstrasi UU Cipta Kerja, Petugas Angkut 800 Kilogram Sampah

Joko Widodo menuturkan, bahwa perizinan berusaha dan kewenangannya tetap dilakukan pemerintah daerah sesuai dengan Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK) yang ditetapkan pemerintah pusat agar tercipta standar pelayanan yang baik di seluruh pemerintah daerah dan penetapan NSPK ini nanti akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Ke-10, terkait kewenangan perizinan untuk non-perizinan perusahaan.

"Kewenangan perizinan untuk non-perizinan berusaha tetap di pemda sehingga tidak ada perubahan bahkan kita melakukan penyederhanaan, melakukan standarisasi jenis dan prosedur berusaha di daerah dan perizinan di daerah diberikan batas waktu," tutur mantan Gubernur DKI Jakarta ini.

Baca Juga: Sempat Dirawat Akibat Covid-19, Mantan Dirut BNI Syariah Berangsur Pulih karena Video Dukungan

Hal terpenting adalah service level of agreement yaitu permohonan perizinan dianggap disetujui bila batas waktu telah terlewati.

Pada Kamis, 8 Oktober 2020, diketahui telah terjadi demonstrasi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja di 18 provinsi yang banyak berkembang menjadi kerusuhan di beberapa tempat.

Ribuan orang yang terdiri dari buruh, pelajar, mahasiswa maupun masyarakat menyampaikan aspirasi untuk menolak UU Cipta Kerja yang disahkan dalam sidang paripurna DPR pada Senin, 5 Oktober 2020 malam.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah