Mencontoh Jepang, Praktisi Sebut Perlu Ada Pembatasan Penggunaan Gadget Bagi Siswa

- 28 November 2020, 19:22 WIB
Ilustrasi penggunaan gadget pada siswa.
Ilustrasi penggunaan gadget pada siswa. /Foto: ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/wsj./

PR DEPOK - Guna menumbuhkan kedisiplinan siswa dalam rangka pendidikan karakter, perlu adanya pembatasan penggunaan gawai alias gadget bagi siswa terutama untuk jenjang SD dan SMP.

Hal tersebut diungkapkan oleh Praktisi pendidikan dari Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim.

Mencontoh Jepang dan Korea Selatan, menurut Satriwan siswa di negara tersebut hanya bisa menggunakan gawai untuk menelpon dan mengirim pesan.

Baca Juga: Akibat Acara Habib Rizieq, Anies Baswedan Copot Jabatan Wali Kota Jakarta Pusat

Sementara untuk bisa mengakses internet siswa disana hanya diperbolehkan menggunakan komputer di sekolahnya.

"Perlu ada pembatasan penggunaan gawai terutama dalam mengakses internet. Hal itu sudah diterapkan di Jepang dan Korea Selatan, akses internet hanya diberikan melalui komputer di sekolah, sedangkan gawai yang digunakan siswa hanya gawai yang bisa untuk menelpon dan mengirim pesan," kata Satriwan di Jakarta, seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari ANTARA Sabtu, 28 November 2020.

Lebih lanjut Satriwan mengatakan, bahkan orang Jepang dan Korea Selatan saat berkunjung ke sekolahnya merasa heran dengan banyaknya siswa yang membawa gawai ke sekolah.

Baca Juga: Tanggapi Kasus Penangkapan Wali Kota Cimahi oleh KPK, Ridwan Kamil: Saya Sangat Prihatin

Sementara di negara mereka akses internet bagi siswa hanya diperbolehkan dengan menggunakan komputer sekolah saja.

"Pembatasan penggunaan gawai ini penting bagi anak agar mereka dapat berkembang secara alami," ujarnya.

Menurut Satriawan perlu adanya kolaborasi antara guru, siswa dan orang tua dalam penggunaan gawai untuk mengakses dari internet.

Baca Juga: Seorang Ilmuwan Nuklirnya Terbunuh, Iran Tuding Israel

Terlebih, pemerintah telah memberikan subsidi bantuan kuota internet.

"Saya baru dapat laporan dari Lampung, siswa belajar di rumah tanpa adanya pengawasan dari orang tua. Akhirnya kuota internet yang diberikan digunakan untuk mengakses media sosial," imbuhnya.

Untuk itu perlu adanya upaya pendampingan dari orang tua terhadap anak.

Baca Juga: Update Persebaran Covid-19 Depok, 28 November 2020: 10.172 Positif, 7.868 Sembuh, 266 Meninggal

Selain itu, guru juga harus terlibat dalam pengawasan, pembimbingan serta mendampingi anak.

"Guru juga hendaknya jangan bosan memberikan muatan karakter kepada siswa," ucapnya.

Dalam pembelajaran, menurutnya guru tidak hanya mentransfer pengetahuan, tapi juga mentransformasi siswa.

Baca Juga: Lewat Pengembangan UMKM, DPR Sebut Jawa Barat Mampu Tingkatkan Ekonomi Nasional

Dalam artian mengubah perilaku siswa menjadi lebih baik.

Dalam hal itu, tidak hanya memikirkan aspek kognitif saja, tetapi juga penguatan karakter.

Misalnya, guru bahasa Inggris, jangan hanya mengajarkan bagaimana grammar pada siswa, tetapi juga bagaimana etika, disiplin dan nasionalisme.

Baca Juga: Akademisi Nilai Tertangkapnya Edhy Prabowo Kian Gerus Elektabilitas Gerindra pada 2024

"Jangan sampai penguatan karakter hanya dibebankan pada guru, tapi tri sentra pendidikan itu sangat mempengaruhi karakter anak pada era digital. Tri sentra itu, yakni rumah, guru dan masyarakat," tuturnya.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x