Pemeriksa Fakta di Dunia Kewalahan Tanggapi Banyaknya Hoaks Virus Corona

- 2 Mei 2020, 04:10 WIB
Ilustrasi hoaks
Ilustrasi hoaks /.*(Dok Pikiran Rakyat)

PIKIRAN RAKYAT - Banyak oknum yang tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan situasi pandemi virus corona untuk membuat informasi salah atau hoaks.

Hal itu membuat para pemeriksa fakta di seluruh dunia menjadi kelelahan serta membutuhkan perlindungan.

Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus bahkan mengatakan organisasi di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu tidak hanya memerangi epidemi, tapi juga harus berjuang melawan "infodemik" selama terjadi pandemi COVID-19.

Pemeriksa fakta di seluruh dunia tampak setuju dengan pernyataan Tedros, menyusul teori-teori konspirasi yang muncul sangat melimpah yang dikaitkan dengan COVID-19.

Baca Juga: UPDATE Corona di Depok 1 Mei 2020: Tak Ada Korban Meninggal, Kasus Positif Jadi 298 Orang 

Salah satunya seperti video viral yang dikaitkan secara keliru, serta pengobatan rumahan palsu yang beredar saat pandemi COVID-19.

Dilansir dari Antara oleh Pikiranrakyat-bekasi.com, infodemik merupakan situasi di mana informasi begitu melimpah pada masa terjadi pandemi penyakit tertentu.

Kehadiran informasi yang sangat masif berakibat pada kesulitan yang dialami masyarakat untuk membedakan mana informasi yang benar dan informasi yang keliru atau hoaks.

Beberapa agen pemeriksa fakta di dunia melaporkan mereka bisa menerima 2.000 pertanyaan per hari terkait kebenaran suatu informasi, seperti dikutip dari factcheckerlegalsupport.org dalam artikel "COVID-19: Fact-Checkers Overworked and Under Threat".

Baca Juga: Sinopsis Triple 9, Aksi Merampok dari Bos Mafia Rusia yang Tayang Malam Ini 

Staf Pengacara di Komite Reporter untuk Kebebasan Pers, Sarah Matthews mengatakan jurnalis maupun pemeriksa fakta memiliki tugas penting untuk memberikan informasi benar kepada publik dan mengatasi kesalahan informasi pada masa pandemi.

Matthews mengatakan, saat ini sangat penting bagi seseorang untuk mendapatkan informasi akurat selama krisis kesehatan masyarakat yang terjadi.

“Sehingga mereka dapat membuat keputusan yang tepat dan tahu bagaimana melindungi diri mereka sendiri dan orang yang mereka cintai," kata Matthews.

Kendati demikian, Matthews menilai ancaman yang dihadapi para pemeriksa fakta di dunia kian meningkat, seiring dengan peningkatan kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar.

Baca Juga: Simak Cara Dapatkan Biaya Token Listrik Gratis Bulan Mei Lewat www.pln.co.id

Di Spanyol, pemeriksa fakta dari Newtral.es dan Maldita.es mengalami rentetan pelecehan digital oleh pendukung partai Vox.

Intimidasi itu berawal dari keputusan WhatsApp membatasi penerusan pesan hanya satu kali, untuk menghentikan penyebaran informasi salah pada masa pandemi virus corona.

Sementara itu, Newtral dan Maldita adalah bagian dari Jaringan Pengecekan Fakta Internasional (IFCN), yang menerima dukungan sebesar satu juta dolar AS masing-masing dari WhatsApp serta Facebook.

Dana itu disalurkan untuk membantu pemeriksa fakta "melawan" informasi salah terkait dengan COVID-19.

Baca Juga: Plat Motor Perampok di SPBU Cinere Tak Diketahui, Polisi Andalkan CCTV 

Pendukung Vox, yang merupakan partai sayap kanan di Spanyol, menganggap kebijakan perusahaan aplikasi pesan instan tersebut diambil lantaran ada campur-tangan Newtral dan Maldita.

Padahal, dukungan dana itu tidak ada hubungannya dengan keputusan WhatsApp, sebagaimana dilaporkan Poynter.org dalam artikel berjudul "Spanish fact-checkers targeted after WhatsApp limits forwarding".

Sementara itu, laboratorium pemeriksa fakta milik Latvia, Re: Check, selama masa wabah virus corona jenis baru itu telah menyanggah tujuh teori konspirasi terkait COVID-19 yang menyasar negara-negara Baltik.

Baca Juga: Malaysia Klaim Temukan Virus Corona Baru yang Ganas, 1 Pasien Dapat Tulari 120 Orang 

Pemeriksa fakta yang tergabung dengan IFCN dan sekaligus menjadi mitra Facebook itu, salah satunya membantah bahwa Latvia sebagai pencipta virus corona, seperti dikutip dari euvsdisinfo.eu dalam artikel "DISINFO: CORONAVIRUS COULD HAVE ORIGINATED FROM LATVIA".

Secara umum, pemeriksa fakta juga kerap diancam orang-orang yang artikelnya atau kontennya disanggah. Selain proses hukum, para pemeriksa fakta sering menjadi sasaran pelecehan, termasuk menerima ancaman kematian.***

 

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x