Fenomena PHK dan Minim Loker Picu Lonjakan Penggangguran di AS, Saham Wall Street Kembali Melemah

- 21 Agustus 2020, 10:03 WIB
SITUASI di Wall Street saat Indeks Dow Jones Industrial Averages anjlok nyaris 3.000 poin pada penutupan perdagangan Senin, 16 Maret 2020 waktu AS.*
SITUASI di Wall Street saat Indeks Dow Jones Industrial Averages anjlok nyaris 3.000 poin pada penutupan perdagangan Senin, 16 Maret 2020 waktu AS.* /AFP

PR DEPOK – Rata-rata indeks saham Bursa Efek New York Wall Street kembali dibuka lebih rendah pada pembukaan perdagangan Kamis 20 Agustus 2020 setelah data mencatat terjadinya peningkatan jumlah masyarakat Amerika Serikat yang mengajukan santunan prakerja yakni lebih dari 1 juta orang pekan lalu.

Tak lama setelah pembukaan diumumkan, Indeks Dow Jones Industrial Average kini jatuh di angka 148,77 poin atau 0,54 persen menjadi 27.544,11.

Indeks S&P 500 terpantau menurun 18,17 poin atau 0,54 persen menjadi 3.356,68 dan Indeks Komposit Nasdaq merosot 45,30 poin atau 0,41 persen menjadi 11.101,16.

Dari 11 sektor utama Indeks S&P 500, sektor energi tergelincir 1,5 persen menjadi kelompok dengan kinerja yang paling buruk. Sedangkan sektor real estate naik 0,6 persen, mengungguli bidang lainnya.

Baca Juga: Jadi Rekrutan Terbaru Era Pelatih Ronald Koeman, Pedro Gonzalez Lopez Resmi Diperkenalkan Barcelona

Departemen Tenaga Kerja melaporkan pada hari Kamis, klaim pengangguran awal di Amerika Serikat, disebabkan oleh fenomena pemutusan hubungan kerja meningkat dari 135.000 menjadi 1,106 juta terhitung hingga 15 Agustus 2020.

Data tersebut mencerminkan tingkat pengangguran yang terbilang tinggi di negara adi kuasa itu. Berdasarkan survei yang digelar MarketWatch, seorang pakar memperkirakan akan ada 910.000 pengangguran baru selama satu pekan ke depan.

Sementara pada Rabu 19 Agustus 2020, saham-saham Amerika Serikat ditutup lebih rendah usai risalah pertemuan bank sentral dan Federal Reserve pada bulan Juli lalu menyoroti ketidakpastian terkait prospek ekonomi di tengah pandemi.

"Para anggota setuju bahwa krisis kesehatan seperti Covid-19 yang sedang dihadapi oleh masyarakat dunia  akan sangat membebani aktivitas  ekonomi, lapangan kerja, dan inflasi dalam waktu dekat serta menimbulkan risiko yang cukup besar terhadap prospek ekonomi dalam jangka menengah," kata risalah tersebut.

Dalam skala nasional, dari berbagai metode pemeriksaan yang dilakukan untuk mengdeteksi persebaran kasus virus corona tercatat 7 persen, turun dari pekan lalu yang berada di angka 8 persen.

Baca Juga: Meningkatnya Pasokan dan Tingginya Data Pengangguran di AS, Harga Minyak Dunia Kembali Turun

Data mengungkapkan bahwa hanya terdapat 16 negara bagian dan Washington D C yang melaporkan laju persebaran virus corona di bawah angka 5 persen. Angka tersebut merupakan ambang batas yang dianggap mengkhawatirkan oleh WHO dan mengindikasikan kemungkinan lebih banyak kasus yang belum terdeteksi.

Menurut penghitungan yang dirilis Universitas Johns Hopkins, pada Kamis pagi waktu setempat, kasus persebaran virus corona yang dikonfirmasi melanda Amerika Serikat kini mencapai lebih dari 5,53 juta jiwa dengan kematian mencapai 173.000 orang.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: Antara News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x