5 Puisi Fenomenal Sapardi Djoko Damono yang Dikenang, dari ‘Hujan di Bulan Juni’ hingga ‘Aku Ingin'

19 Juli 2020, 19:33 WIB
Sapardi Djoko Damono.* /Instagram @damonosapardi

PR DEPOK - Sastrawan Tanah Air, Sapardi Djoko Damono telah mengembuskan nafas terakhirnya di usia ke-80 tahun pada Minggu, 19 Juli 2020 di Rumah Sakit Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan.

Meski raganya tak lagi ada, namun karya-karyanya yang romantis dan meneduhkan hati tetap abadi dan dapat selalu dikenang sepanjang waktu oleh banyak generasi.

Berikut sejumlah puisi romantis karya mendiang Sapardi yang populer:

Baca Juga: Kenang Sapardi Djoko Damono, Velove Vexia: Puisi ‘Pada Suatu Hari Nanti' Seolah Bawa Pesan 

1. "Hujan Bulan Juni"

Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu.

Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapuskannya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu.

Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu.

"Hujan Bulan Juni" merupakan novel karya Sapardi yang berisikan kumpulan puisi, sajak, dan cerita yang terbit pada tahun 1994.

"Hujan Bulan Juni" pernah diadaptasi menjadi film pada tahun 2017 dengan judul yang sama, diperankan Adipati Dolken dan Velove Vexia.

Baca Juga: Gereja Bersejarah di Prancis Kebakaran untuk Kedua Kalinya, Sejumlah Barang Berharga Hilang 

2. "Aku Ingin"

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.

"Aku Ingin" merupakan salah satu puisi yang ada di dalam buku "Hujan Bulan Juni". Kata-katanya yang sederhana, terasa romantis dan dekat dengan pembacanya.

Baca Juga: Ditawarkan Jokowi Jabatan demi Gibran Rakabuming Jadi Wali Kota, Purnomo: Ini Bukan Transaksional 

3. "Sajak-sajak Kecil Tentang Cinta"

Mencintai angin harus menjadi siut...
Mencintai air harus menjadi ricik...
Mencintai gunung harus menjadi terjal...
Mencintai api harus menjadi jilat...
Mencintai cakrawala harus menebas jarak...

Mencintaimu harus menjadi aku.

"Sajak-sajak Kecil Tentang Cinta" ada dalam buku karya Sapardi berjudul "Melipat Jarak", yang diterbitkan pada tahun 2015. Buku ini mencakup karya tulis sajak Sapardi sejak tahun 1995 sampai 2015.

Baca Juga: Kasus Pembunuhan Editor Metro TV Yodi Prabowo Masih Belum Terungkap, Polisi: Maaf, CCTV TKP Terhapus 

4. "Pada Suatu Hari Nanti"

Pada suatu hari nanti
Jasadku tak akan ada lagi
Tapi dalam bait-bait sajak ini
Kau tak akan kurelakan sendiri

Pada suatu hari nanti
Suaraku tak terdengar lagi
Tapi di antara larik-larik sajak ini

Kau akan tetap kusiasati
Pada suatu hari nanti
Impianku pun tak dikenal lagi
Namun di sela-sela huruf sajak ini
Kau tak akan letih-letihnya kucari

Puisi ini hadir di "Hujan Bulan Juni" dan semakin menjadikan buku tersebut sebagai salah satu karya fenomenal dari "Eyang" Sapardi.

Baca Juga: Rangkum Kisah Perjalanan Cinta dengan Ashraf Sinclair, BCL Hadirkan Lagu Baru ‘12 Tahun Terindah’ 

5. "Yang Fana Adalah Waktu"

Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa.

“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu.
Kita abadi.

Puisi ini hadir di buku kumpulan puisi "Perahu Kertas" yang terbit pada 1983. Bila dibaca saat ini, ketika sosoknya telah tiada, agaknya semakin membuat pembaca merasa bahwa Sapardi akan selalu hidup lewat karyanya.

Selamat jalan, Eyang Sapardi.

Karya dan cinta yang kau tuangkan lewat tulisan akan terus abadi.***

 
Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Permenpan RB

Tags

Terkini

Terpopuler