PR DEPOK - Aktivis dakwah Hilmi Firdausi ikut menyoroti Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi.
Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 hingga saat ini banyak menuai pro dan kontra dari berbagai macam kalangan, salah satunya Hilmi Firdausi.
Hilmi Firdausi adalah salah satu pihak yang dengan lantang menolak peraturan tersebut.
Atas aksinya tersebut, Hilmi Firdausi dituding sebagai anti perempuan.
Lewat cuitan di akun Twitter miliknya, Hilmi Firdausi pun menjawab tudingan tersebut.
Men-capture Tweet dari akun @tsamaraDKI yang mempertanyakan apakah semua produk hukum mencegah kekerasan seksual akan digiring jadi pro zina dan juga apakah agenda nantinya akan anti perempuan, Hilmi Firdausi menjawab.
Pemilik pondok pesantren tersebut menyebut jika dirinya tidak mungkin anti perempuan.
Kakak, ibu, istri, dan anak-anaknya adalah perempuan yang amat ia cintai dan bela kehormatannya.
"Anti perempuan? Mana mungkin mbak...Ibu, istri & anak saya, mereka semua perempuan yang sangat saya cintai & bela kehormatannya," cuit Hilmi dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari akun @Hilmi28 pada 15 November 2021.
Baca Juga: Demonstran di Thailand: Reformasi Tidak Sama dengan Penggulingan Monarki
Dirinya menegaskan jika yang menjadi permasalahan dirinya dan pihak lain yang menolak peraturan tersebut adalah 3 kata "Tanpa Persetujuan Korban".
Menurut Hilmi, 3 kata tersebut bisa dimaknai kemana-mana.
"Btw, yang kami masalahkan itu 3 kata... TANPA PERSETUJUAN KORBAN, ini bisa dimaknai kemana-mana, bahaya itu," lanjutnya.
Masih dalam cuitan yang sama, ia mempertanyakan apakah ada korban yang setuju, jika setuju, namanya bukan lagi korban menurutnya.
"Btw, emang ada ya korban yang setuju? Namanya bukan korban donk," pungkasnya.***