Penjelasan Prof Zubairi Soal Klavus atau Mata Ikan dan Cara Mengatasinya

3 November 2021, 15:35 WIB
Profesor Zubairi Djoerban. /Instagram @profesorzubairi/

PR DEPOK – Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban menjelaskan penyakit klavus atau yang dikenal dengan nama mata ikan.

Prof Zubairi mengatakan bahwa klavus bukanlah tumor dan tanda awal dari kanker tetapi merupakan penebalan kulit.

Penyebab dari klavus adalah tekanan dan gesekan terus-menerus pada bagian kaki.

Baca Juga: Jakarta Masuk PPKM Level 1 dan Kasus Covid-19 Mulai Berkurang, Begini Pesan Puan Maharani

Clavus (klavus) adalah istilah kedokteran. Lebih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan mata ikan. Klavus bukanlah tumor. Bukan pula tanda awal kanker. Melainkan penebalan kulit. Penyebabnya adalah tekanan dan gesekan terus-menerus pada bagian kaki yang terkena,” kata Prof Zubairi melalui akun Twitter @ProfesorZubairi sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-depok.com.

Prof Zubairi kemudian memberi contoh bahwa clavus bisa terjadi pada pemakaian sepatu yang terlalu sempit atau dalam waktu terlalu lama.

Misalnya dikarenakan pemakaian sepatu yang terlalu sempit atau dalam waktu lama. Oleh karena tekanan terbesar ada pada telapak kaki, maka biasanya klavus timbul di telapak kaki,” tuturnya.

Baca Juga: Link Live Streaming Liverpool vs Atletico Madrid di Liga Champions Kamis, 4 November 2021 Pukul 3.00 WIB

Akan tetapi, klavus disebut Prof Zubairi bisa saja muncul berkaitan dengan penyakit lain sebagai tanda adanya gangguan saraf tepi disebabkan kencing manis atau pada penyandang artritis reumatoid.

Munculnya klavus kadang-kadang berhubungan dengan penyakit lain. Dia dapat menjadi tanda adanya gangguan saraf tepi akibat kencing manis atau pada penyandang artritis reumatoid (salah satu jenis rematik),” ujarnya.

Bagi orang yang mengalami penyakit diabetes dan terdapat gangguan saraf tepi kaki, klavus umumnya tidak akan terasa nyeri.

Baca Juga: Lima Besar Klasemen BRI Liga 1 Indonesia 2021, Persib Bandung Ada di Posisi Ini

Namun hal ini disebut Prof Zubairi berbahaya sebab kejadian ini akan membuat luput penderita dari adanya luka atau borok yang bisa berakibat serius.

Pada orang diabetes yang alami gangguan saraf tepi kaki, biasanya klavus tidak terasa nyeri. Tapi hal ini justru berbahaya, karena dapat meluputkan perhatian akan adanya luka atau borok yang dapat berakibat serius,” ujarnya.

Salah satu cara yang disarankan oleh Prof Zubairi adalah dengan melakukan operasi kecil dengan mengangkat clavus demi menghilangkan nyeri.

Pengangkatan klavus dengan operasi kecil merupakan cara cepat untuk menghilangkan nyeri,” ucapnya.

Baca Juga: Facebook Akan Matikan Sistem Pengenalan Wajah, Berikut Alasannya

Akan tetapi jika tidak ingin menjalani operasi, Prof Zubairi menyarankan untuk memberikan obat oles dengan tujuan menipiskan lapisan kulit yang menebal.

Tapi jika ingin coba cara tanpa operasi, mungkin Anda dapat memberikan obat-obat oles yang dapat menipiskan lapisan kulit yang menebal itu. Obat oles yang bisa diberikan adalah obat yang mengandung urea, asam glikolat/malat/salisilat. Untuk mengurangi nyeri, dapat juga ditempelkan plester tebal pada klavus. Namun, kalau sudah pincang dan amat nyeri, ada baiknya konsultasi langsung dengan dokter bedah,” katanya.

Selanjutnya, Prof Zubairi memberikan saran untuk memperhatikan sepatu atau sandal yang dipakai selama ini.

Jika perlu, gantilah alas kaki yang dipakai dan hindari penggunaan hak sepatu yang tinggi.

Baca Juga: Jelang Laga Melawan Manchester City, Ole Konfirmasi Cedera Hamstring Raphael Varane

Harap perhatikan sepatu atau sandal yang Anda pakai selama ini. Apakah sudah nyaman atau terlalu sempit. Jika perlu, gantilah alas kaki yang dipakai selama ini. Yang penting, hindari juga hak sepatu yang tinggi,” tuturnya.

Terakhir jika klavus kembali terjadi, Prof Zubairi menyarankan untuk melakukan rontgen untuk melihat kondisi tulang-tulang kaki dan sendi-sendi.

Jika klavus berulang, ada baiknya dilakukan rontgen untuk melihat kondisi tulang-tulang kaki dan sendi-sendi. Penting juga sebenarnya bagi Anda untuk konsultasi dengan dokter spesialis penyakit dalam, konsultan rematologi. Terima kasih,” tulisnya.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Tags

Terkini

Terpopuler