“Saya melihat pernikahan saya di bulan Ramadhan sebagai berkah dan kebajikan dalam kehidupan penrikahan kami. Saya menghadapi kritik keras dan protes dari beberapa masyarakat. Bagaimanapun, akad nikah saya diadakan di bulan ramadhan, dan saya masih percaya bahwa ini membuat saya bahagia,” kata Rajaa Ismail, seorang perempuan warga negara Arab Saudi.
Berpandangan yang sama, Maha Al-Saleh, yang juga pria berkewarganegaraan Arab Saudi itu menyinggung soal tradisi perayaan setelah akad nikah.
“Bagaimanapun, harus diselenggarakan dalam suasana islami. Tidak boleh ada percampuran gender. Pesta musik dan pesta pora juga harus dihindari. Pesta harus sepenuhnya sesuai dengan tradisi islam dan tidak melanggar kesucian ramadhan,” ujar Maha Al-Saleh.
Baca Juga: Prediksi Luxembourg vs Portugal di Kualifikasi Euro 2024: Jadwal, Preview dan Head to Head
Yasir Al-Shalabi, konselor hubungan keluarga di Pusat Sosial Reformasi dan Bimbingan Keluarga Al-Mawaddha, Jedah, juga ikut angkat bicara tentang menikah di bulan ramadhan.
“Ramadhan adalah kesempatan besar untuk menyatukan pasangan suami istri, serta mempererat hubungan keluaraga. Bulan puasa harus menjadi kesempatan bagi pasangan untuk lebih meningkatkan hubungan mereka dan menyelesaikan perbedaan di antaranya, jika ada,” pungkasnya.***