Penyebab OCD Tidak Diketahui, Ini 4 Faktor Risiko yang Mempengaruhi Gangguan Obsesif Kompulsif

- 17 Mei 2024, 20:05 WIB
Ilustrasi salah satu gejala OCD
Ilustrasi salah satu gejala OCD /Pixabay/Couleur /

PR DEPOK - Penyebab pasti dari gangguan obsesif kompulsif (OCD) masih belum sepenuhnya dipahami, namun, ada beberapa faktor yang diyakini berperan dalam perkembangannya.

Ya, meskipun penyebab pasti OCD tidak diketahui, berbagai faktor risiko meningkatkan kemungkinan terjadinya gangguan mental satu ini.

Melansir nimh.nih.gov, berikut beberapa faktor resiko seseorang mengalami OCD:

Baca Juga: Berapa Batasan Usia Pendaftar Kartu Prakerja? Simak Juga Cara Mudah Daftarnya di Sini

1. Genetika

Penelitian telah menunjukkan bahwa memiliki kerabat tingkat pertama (orang tua atau saudara kandung) yang menderita OCD dikaitkan dengan peningkatan kemungkinan terkena gangguan OCD.

Para ilmuwan belum mengidentifikasi satu gen atau serangkaian gen yang secara pasti menyebabkan OCD, namun penelitian yang mengeksplorasi hubungan antara genetika dan OCD masih terus dilakukan.

Studi pada keluarga dan kembar identik menunjukkan adanya kecenderungan genetik dalam gangguan ini. Namun, belum ada gen spesifik yang diidentifikasi sebagai penyebab OCD.

Baca Juga: Top 8 Hotel Terbaik di Kuta Selatan, Ini Alamat dan Nomor Kontaknya

2. Biologi

Studi pencitraan otak menunjukkan bahwa penderita OCD sering kali memiliki perbedaan pada korteks frontal dan struktur subkortikal otak, area otak yang memengaruhi kemampuan mengendalikan perilaku dan respons emosional.

Para peneliti juga menemukan bahwa beberapa area otak, jaringan otak, dan proses biologis memainkan peran penting dalam pikiran obsesif, perilaku kompulsif, serta ketakutan dan kecemasan yang terkait.

Penelitian penyebab OCD sedang dilakukan untuk lebih memahami hubungan antara gejala OCD dan bagian otak. Pengetahuan penyebab OCD ini dapat membantu peneliti mengembangkan dan mengadaptasi pengobatan yang ditargetkan pada lokasi otak tertentu.

Terkait dengan perubahan kimia otak, ketidakseimbangan dalam neurotransmitter, seperti serotonin, dopamin, dan glutamat, diyakini berkontribusi terhadap perkembangan OCD. Perubahan ini dapat mempengaruhi fungsi otak, termasuk pengaturan emosi, impuls, dan kontrol.

Baca Juga: Perbandingan Samsung Galaxy A13 vs Samsung Galaxy A22 5G: Ini Beda Performanya, Pilih Mana?

3. Temperamen

Beberapa penelitian menemukan bahwa orang yang menunjukkan perilaku lebih pendiam, mengalami emosi negatif, dan menunjukkan gejala kecemasan dan depresi saat masih anak-anak, lebih mungkin terkena OCD.

Ya, lingkungan dan pengalaman hidup juga dapat memainkan peran dalam perkembangan OCD. Stres, trauma, atau peristiwa hidup yang mengganggu bisa menjadi pemicu bagi orang yang rentan untuk mengembangkan gangguan tersebut.

Misalnya, pengalaman traumatis atau kecemasan berlebihan dalam kehidupan masa kecil dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami OCD di kemudian hari.

Baca Juga: Warung Soto Terenak di Kota Sukabumi, Berikut 6 Tempat yang Bisa Dikunjungi

4. Trauma masa kanak-kanak

Beberapa penelitian telah melaporkan hubungan antara trauma masa kanak-kanak dan gejala obsesif-kompulsif. Diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami hubungan ini.

Anak-anak yang tiba-tiba mengalami gejala OCD atau gejala OCD yang memburuk setelah infeksi streptokokus dapat didiagnosis dengan Gangguan Neuropsikiatri Autoimun Pediatrik Terkait Infeksi Streptokokus (PANDAS) .

Seperti diketahui, OCD adalah gangguan kompleks yang melibatkan interaksi antara faktor genetik, biologis, dan lingkungan. Setiap individu mungkin memiliki kombinasi faktor risiko yang berbeda dalam perkembangan gangguan OCD.

Terapi yang efektif untuk OCD seringkali mencakup pendekatan yang komprehensif yang mempertimbangkan faktor-faktor resikonya.***

Editor: Linda Agnesia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah