PR DEPOK - Konflik antar suku baru-baru ini terjadi di negara bagian Darfur Barat, Sudan.
Berdasarkan laporan yang dirilis, tercatat ada sedikitnya 48 orang yang tewas akibat konflik antar suku di Sudan tersebut.
Bahkan beberapa di antaranya mengalami kritis, akibat dari konflik berdarah yang terjadi di daerah Kirainik di negara bagian Darfur Barat, Sudan.
Sebelumnya telah terjadi serangan oleh orang-orang bersenjata, setelah milisi bersenjata membunuh dan melukai sejumlah pengungsi internal (IDP) dan membakar kamp pengungsi dan pasar.
Pihak berwenang Sudan belum merilis rincian tentang jumlah korban jiwa atau orang yang terluka dalam peristiwa tersebut.
Sementara itu, Gubernur Wilayah Darfur Arko Minni Minnawi mengatakan upaya rekonsiliasi sedang dilakukan untuk mencegah mobilisasi dan perpecahan suku.
Hal tersebut untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan yang bisa mengakibatkan pembakaran desa dan eskalasi konflik.
Salma Abdul-Jabbar Al-Mubarak, juru bicara Dewan Kedaulatan Transisi Sudan menyatakan penyesalan atas konflik antar suku tersebut yang menyebabkan pertumpahan darah dan hilangnya harta benda.
Selain itu, Dewan juga menekankan perlunya untuk menghadapi kelompok-kelompok yang berusaha menciptakan ketidakstabilan dan memicu kepanikan di antara warga.
Hal tersebut diharapkan dapat menegakkan aturan hukum, membatasi aliran senjata dari negara-negara tetangga yang dilanda krisis, dan mampu menghentikan perdagangan ilegal.
Dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari laman Prokerala, Wilayah Darfur sering terjadi perang saudara sejak 2003 selama pemerintahan mantan Presiden Omar al-Bashir, yang digulingkan pada April 2019.
Pemerintah transisi di Sudan berusaha untuk mengakhiri konflik bersenjata di kawasan itu melalui kesepakatan yang dicapai pada 3 Oktober 2020.
Namun beberapa kelompok bersenjata belum menandatangani kesepakatan tersebut.
Selama bertahun-tahun, upaya untuk mengakhiri konflik suku yang telah mengganggu penduduk setempat dan pihak berwenang belum berhasil.
Adapun banyak faktor yang yang menyebabkan meningkatnya kekerasan di Darfur termasuk gangguan keamanan dan akses suku terhadap senjata.
Sementara itu, beberapa bagian wilayah di Sudan tersebut belum memiliki pemerintahan yang efektif.***