Mengenal Salman Rushdie, Sosok di Balik Novel 'Ayat-Ayat Setan' dan Bukan Penulis Biasa

13 Agustus 2022, 14:05 WIB
Potret Salman Rusdhie. /

PR DEPOK - Salman Rushdie, tiba-tiba ditusuk oleh seorang pria diatas panggung saat ia hendak memberikan kuliah di New York, Amerika Serikat, pada Jumat 12 Agustus 2022 kemarin.

Lantas siapa sosok Salman Rushdie? Mungkin bagi sebagian orang sudah tidak asing lagi dengan namanya.

Karena dia (Salman Rusdhie) adalah seorang penulis atau novelis yang juga sastrawan terkenal.

Baca Juga: Cara Daftar DTKS Online Lewat HP Agar Dapat Bansos PKH Tahap 3 dan BPNT yang Masih Cair Agustus 2022

Berbagai karya tulisan atau novelnya , kerap menjadi kontroversial bagi sebagian orang yang tidak menyukainya.

Seperti diketahui, salah satu karya tulisan Salman Rushdie yang sempat menjadi kontroversial adalah "The Satanic Verses atau ayat-Ayat Setan".

Karena tulisan itu pula sempat memicu kecaman keras, terutama dari kalangan umat Muslim dunia. Bahkan pada tahun 1988 lalu, karyanya itu dilarang beredar dan dipublikasikan khususnya di negara Iran.

Baca Juga: Tes Kepribadian: Tiga Tipe Jari Manis Ini Menggambarkan Kepribadian Anda dan Orang Terdekat

Seperti dirangkum dari Reusters, sosok Salman Rushdie berusia 75 tahun, lahir dari keluarga Muslim Kashmir di Bombay atau sekarang Mumbai.

Diketahui sebelum ia pindah ke Inggris, dirinya memang telah lama menghadapi ancaman pembunuhan karena novel keempatnya itu yang berjudul "The Satanic Verses."

Beberapa kaum Muslim mengatakan buku itu berisi bagian-bagian yang menghujat. Dan itu dilarang di publikasikan oleh banyak negara dengan populasi Muslim yang besar.

Baca Juga: Cair Lagi Agustus 2022, Segera Cek Penerima Dana PIP dengan Akses pip.kemdikbud.go.id

Beberapa bulan kemudian, Ayatollah Ruhollah Khomeini, pemimpin tertinggi Iran saat itu, mengeluarkan fatwa, menyerukan umat Islam untuk membunuh novelis Salman Rushdie.

"Bahkan siapa pun yang terlibat dalam penerbitan buku tersebut, karena itu merupakan penistaan," serunya.

Namun Salman Rushdie, menyebut bahwa novelnya itu "cukup ringan", kendati demikian dirinya sempat bersembunyi selama hampir satu dekade.

Kemudian hal itu berimbas terhadap Hitoshi Igarashi, seorang warga Jepang, yang merupakan penerjemah dari novel tersebut. Hitoshi akhirnya dibunuh pada tahun 1991.

Baca Juga: Viral Dokter Asal Surabaya Didenda Rp80 Juta oleh PLN, Ternyata Ini Penyebabnya

Pada tahun 1998 pemerintah Iran mengatakan tidak akan lagi mendukung fatwa, dan Salman Rushdie diberikan kebebasan dalam beberapa tahun terakhir.

Tetapi pada tahun 2019 lalu, Ayatollah Ali Khamenei sebagai pemimpin tertinggi selaku penerus Khomeini, menegaskan bahwa fatwa tersebut tidak dapat dibatalkan.

Sehingga pada waktu itu, berbagai organisasi di Iran yang berafiliasi dengan pemerintah, menyediakan hadiah jutaan dolar untuk membunuh Salman Rushdie.

Bahkan pada tahun 2016 lalu, kantor berita semi-resmi Fars Iran dan outlet berita lainnya menyumbangkan uang sebesar 600.000 dolar Iran, untuk menambah hadiah.

Baca Juga: Cair Agustus 2022, Simak Cara Daftar BPNT Kartu Sembako secara Online Lewat Aplikasi Cek Bansos

Seperti diberitakan bahwa sosok Salman Rushdie bukan penulis biasa, dia pun pernah menerbitkan sebuah memoar pada tahun 2012 tentang kehidupannya yang tertutup dan penuh rahasia.

Di bawah fatwa yang disebut Joseph Anton (nama samaran Salman Rushdie) yang ia gunakan saat berada dalam perlindungan polisi Inggris.

Kemudian dalam Novel keduanya, berjudul "Midnight's Children," memenangkan Booker Prize. Dia juga merencanakan menerbitkan Novel barunya berjudul "Victory City" pada bulan Februari mendatang.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan dia terkejut mengetahui kabar bahwa Salman Rushdie ditikam saat menjalankan hak yang tidak boleh berhenti dipertahankan, tegasnya.

Baca Juga: 22 Link Twibbon Hari Pramuka ke-61 Tahun 2022 Desain Terkeren yang Cocok Dipasang ke IG, WA dan FB

Sementara itu, salah seorang penulis asal Aljazair, yang juga aktivis HAM bernama Anour Rahmani, yang hadir saat itu, ia mengatakan Salman Rushdie berada di New York barat untuk diskusi tentang Amerika Serikat yang memberikan suaka kepada seniman di pengasingan.

"Saya rasa, kami perlu mendapat perlindungan lebih di sana karena Salman Rushdie bukan penulis biasa,” ujar Anour Rahmani.

Selain itu kepala eksekutif PEN, Suzanne Nossel menyampaikan pernyataan soal Salman Rushdie, yang tidak pernah gentar atau goyah.

"Salman Rushdie telah menjadi sasaran kata-katanya selama beberapa dekade tetapi tidak pernah gentar atau goyah," ucap Suzanne. ***

Editor: Nur Annisa

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler