Kisah Pemilik Pengusaha Logistik di Jepang yang Berikan Bisnisnya secara Cuma-Cuma

4 Januari 2023, 15:45 WIB
Ilustrasi jalanan di Jepang. /Pexels/

PR DEPOK - Selama 3 dekade, Hidekazu Yokoyama telah membangun bisnis logistik yang berkembang pesat di pulau utara Jepang yang bersalju, Hokkaido.

Hokkaido terkenal sebagai salah satu daerah dalam penyediaan susu terbesar di Jepang.

Sejak tahun lalu, ia memutuskan untuk memberikan bisnisnya secara cuma-cuma. Pria berusia 73 tahun ini sudah merasa terlalu tua untuk bekerja.

Namun, anak-anaknya tidak tertarik untuk melanjutkan bisnis tersebut. Begitu pula dengan karyawannya tidak tertarik untuk meneruskan usahanya itu.

Baca Juga: Jepang Dihujani Salju Lebat, 13 Orang Meninggal Dunia

Lokasi bisnis logistik Pak Yokohama berada di tempat terpencil dan beku di Hokkaido. Sehingga potensi keinginan masyarakat umum terbilang kecil untuk mau berpindah ke utara Jepang tersebut.

Ia pun sudah berupaya dengan mengiklankan usahanya untuk membantu pemilik usaha kecil dan menengah (UMKM) untuk mengambil alih (take over) usahanya. Harga jual yang diiklankan 0 (nol) yen.

“Saya pasti tidak bisa meninggalkan bisnis ini,” katanya. Terlalu banyak petani yang bergantung pada perusahaannya.

Dilansir PikiranRakyat-Depok.com dari NY Times, angka kelahiran di Jepang anjlok dan populasinya bertambah tua. Usia rata-rata pemilik bisnis adalah sekitar 62 tahun.

Baca Juga: Korea Utara Uji Coba Rudal Balistik yang Ditembakkan ke Laut Jepang

Hampir 60 persen bisnis di Jepang melaporkan bahwa mereka tidak memiliki rencana untuk melanjutkan bisnisnya.

Tidak dapat dihindari bahwa banyak perusahaan kecil dan menengah akan gulung tikar. Para pembuat kebijakan khawatir bahwa Jepang dapat dilanda lonjakan penutupan usaha, karena pemilik yang sudah lanjut usia pensiun secara massal.

Dalam presentasi apokaliptik tahun 2019, kementerian perdagangan Jepang memproyeksikan bahwa pada tahun 2025, sekitar 630 ribu bisnis yang menguntungkan berpotensi tutup.

Hal ini membawa dampak ekonomi yang cukup buruk. Kerugian ekonomi mencapai ratusan miliar dolar AS dan sebanyak 6,5 juta pekerjaan akan hilang.

Baca Juga: Simak 4 Fakta Unik Perayaan Natal di Jepang, Salah Satunya Tidak Ditetapkan Jadi Hari Libur Nasional

Pertumbuhan ekonomi di Jepang dinilai akan menjadi lesu. Otoritas Jepang bertindak dengan harapan dapat mencegah bencana ini.

Kantor-kantor pemerintah telah memulai kampanye hubungan masyarakat untuk mendidik para pemilik bisnis lanjut usia untuk melanjutkan bisnis mereka setelah pensiun.

Pemerintah mendirikan pusat layanan untuk membantu pemilik bisnis menemukan pembeli. Selain itu, pihak berwenang memberikan subsidi besar dan keringanan pajak untuk pemilik baru.

Tsuneo Watanabe, direktur Nihon M&A Center, sebuah perusahaan yang berspesialisasi dalam mencari pembeli untuk usaha kecil dan menengah mengatakan, tantangan ini tetap berat. Salah satu kendala terbesar untuk menemukan penerus adalah tradisi.

Baca Juga: Pemerintah Jepang Beri Warga Ekstra Insentif hingga Rp57,01 Juta untuk Tingkatkan Angka Lahir

Merger dan akuisisi tidak dianggap baik. Banyak orang merasa lebih baik menutup perusahaan daripada menjualnya.

Nilai yang telah mereka tanam terhadap bisnis yang telah berjalan selama bertahun-tahun, atau bahkan berabad-abad, berasumsi bahwa anak-anak mereka atau karyawan terpercaya akan mengambil alih.

Mereka tidak tertarik untuk menjual pekerjaan seumur hidup mereka kepada orang asing, apalagi pesaing.

Baca Juga: Peringatan Pembantaian Nanjing, Idol K-Pop Asal China Absen di Asia Artist Awards 2022 Jepang

Kementerian perdagangan Jepang menyampaikan pada tahun 2021, pusat bantuan pemerintah dan 5 layanan merger dan akuisisi teratas menemukan pembeli hanya sebanyak 2.413 bisnis, sementara 44.000 bisnis lainnya ditinggalkan. Lebih dari 55 persen dari mereka masih untung ketika ditutup.

Banyak dari bisnis tersebut berada di kota kecil dan kota besar, di mana masalah suksesi berpotensi menjadi ancaman eksistensial.

Runtuhnya sebuah bisnis, khususnya di desa dapat mempersulit daerah itu untuk bertahan hidup, karena pengurangan populasi yang terus-menerus. Sehingga masyarakat akan berpindah ke perkotaan dan perlahan mengosongkan pedesaan.***

Editor: Rahmi Nurfajriani

Tags

Terkini

Terpopuler