Usai Protes Penahanan Mantan Menteri Keuangan, Ladang Minyak Kembali Beroperasi di Libya

17 Juli 2023, 06:00 WIB
Ilustrasi ladang minyak. Ladang minyak kembali beroperasi di Libya setelah adanya protes akibat penahanan mantan menteri keuangan. /Pexel/Zukiman Mohamad

PR DEPOK - Dua dari tiga ladang minyak yang ditutup dalam protes atas penahanan mantan menteri keuangan telah kembali beroperasi.

Produksi ladang minyak Sharara dan al-Fil di Libya telah kembali berjalan setelah ditutup sebagai bagian dari protes terhadap penahanan mantan menteri keuangan. Hal ini dikonfirmasi oleh pejabat berwenang.

Kedua ladang minyak tersebut mulai beroperasi pada Sabtu malam, dengan produksi di lapangan Sharara kembali normal pada Minggu pagi setelah Faraj Bumatari, mantan menteri keuangan, dibebaskan. Kabar ini disampaikan oleh Kementerian Minyak Libya dan suku-suku dari pihak Bumatari.

Bumatari, yang dibebaskan pada Sabtu sore, sebelumnya ditahan oleh Badan Keamanan Internal saat tiba di bandara Mitiga pada hari Selasa. Dua hari setelah penahanannya, produksi di lapangan minyak al-Fil, 108, dan Sharara ditutup sebagai bentuk protes oleh anggota suku Bumatari.

Baca Juga: 4 Nasi Kuning Terenak di Malang yang Ratingnya Bagus, Cek Alamat dan Jam Bukanya!

Sementara itu, ladang minyak 108 masih tetap ditutup.

Dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari laman resmi Al Jazeera, bahwa Menteri Minyak Libya, Mohamed Aoun, mengatakan kepada Asharq TV berbasis di Dubai pada hari Sabtu bahwa penutupan ladang minyak telah menyebabkan negara kehilangan produksi sebesar 340.000 barel. Pada hari Jumat sebelumnya, dia juga telah menyatakan bahwa penutupan ini berpotensi menyebabkan deklarasi keadaan memaksa (force majeure).

Bumatari menjadi target Badan Keamanan karena upayanya untuk menggantikan Sadiq al-Kabir sebagai gubernur Bank Sentral Libya, menurut pemimpin suku Zawi, Al-Senussi al-Ahlaiq.

Baca Juga: 5 Warung Nasi Goreng di Lowokwaru Berbagai Varian, Catat Lokasinya

Badan Keamanan ini bersekutu dengan Perdana Menteri Abdul Hamid Dbeibah.

Sejak tahun 2011, Libya telah terbagi antara dua pemerintahan saingan, masing-masing didukung oleh berbagai aktor internasional dan milisi bersenjata di negara tersebut. Dbeibah berbasis di ibu kota, Tripoli, sementara Dewan Perwakilan Rakyat, yang menuntut pembebasan Bumatari, berbasis di kota timur Tobruk.

Misi Dukungan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Libya (UNSMIL) juga telah menyatakan keprihatinan atas penculikan mantan menteri tersebut dan penutupan ladang minyak.

Baca Juga: Temukan 6 Nasi Uduk Termantap di Malang dengan Rating yang Tinggi

Misi ini menyambut baik pembebasannya dan menyerukan pembebasan tambahan "semua yang ditahan secara sewenang-wenang, termasuk warga sipil, aktivis masyarakat, tokoh politik, dan anggota dinas keamanan," demikian disampaikan melalui cuitan resminya.

Ladang minyak di Libya sering menjadi sasaran protes politik sejak terjadi kekacauan sipil setelah penggulingan pemimpin sebelumnya, Muammar Gaddafi, yang didukung oleh NATO pada tahun 2011.

Khususnya, ladang minyak Sharara sering kali menjadi target, karena merupakan salah satu ladang minyak terbesar di negara tersebut dengan produksi harian sebesar 290.000 barel.

Baca Juga: Cek Data DTKS Jabar 2023 di Link cekbansos.kemensos.go.id

Ladang minyak ini dikelola oleh perusahaan minyak milik negara, National Oil Corporation, bersama dengan perusahaan Repsol dari Spanyol, Total dari Prancis, OMV dari Austria, dan Equinor dari Norwegia.

Dengan dibebaskannya mantan menteri keuangan, Faraj Bumatari, akhirnya ladang minyak di Libya kembali beroperasi.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: Al Jazeera

Tags

Terkini

Terpopuler