Jurnalis Rusia Tewas dengan Cara Bakar Diri, Latar Belakang Kematiannya Masih Jadi Tanda Tanya

4 Oktober 2020, 08:30 WIB
IMAGE_SERIES

PR DEPOK - Seorang jurnalis Rusia yang tengah melaksanakan tugasnya dilaporkan meninggal dunia pada Jumat 2 Oktober 2020.

Jurnalis yang diketahui bernama Irina Slavina ini membakar dirinya di depan Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Rusia.

Berdasarkan kabar yang dihimpun, sehari sebelum dilaporkan tewas, perempuan berusia 47 tahun itu didatangi pihak penyelidik untuk menggeledah kediamannya.

Baca Juga: Langkah Penanganan Covid-19 Dinilai Efektif, DPR Imbau Anies Peka dan Belajar dari Tri Rismaharini

Tepat sebelum membakar diri sendiri, pendiri dan editor situs berita lokal bernama Koza Press itu mengunggah sebuah pesan di Facebook pribadinya.

"Saya meminta Anda untuk menyalahkan Federasi Rusia atas kematian saya," kata Irina di akun Facebook pribadinya.

Dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari New York Times, kematian tersebut dikonfirmasi oleh Koza Press. Cabang lokal Komite Investigasi Rusia juga mengatakan bahwa pernyataan yang menyebutkan tuduhan kematian Irina terdapat hubungannya dengan penggeledahan yang terjadi di kediamannya adalah tidak berdasar.

Pasalnya, proses penggeledehan tersebut dilakukan sebagai bagian dari kasus pidana di mana Irina dianggap sebagai seorang saksi.

Baca Juga: Luapan Air Sungai Picu 4 Kecamatan di Cianjur Terendam Banjir Hingga 2 Meter, Warga Ramai Mengungsi

Lebih lanjut dalam Facebook pribadinya, Irina mengatakan bahwa 12 orang termasuk anggota unit polisi khusus telah melakukan penggeledehan di kediamannya.

Irina melanjutkan di Facebook pribadinya, bahwa agen penegak hukum sedang mencari brosur, selebaran, dan akun dari Open Russia. Open Russia adalah organisasi oposisi, yang dibiayai oleh Mikhail B. Khodorkovsky.

Dia adalah seorang kritikus Kremlin, yang melarikan diri dari Rusia setelah menghabiskan lebih dari satu dekade di dalam penjara.

Pencarian dilakukan sebagai bagian dari kasus kriminal terhadap Mikhail Loselevich, seorang pengusaha lokal yang dicurigai bekerja sama dengan Open Russia. Hal itu secara resmi dianggap sebagai ‘organisasi yang tidak diinginkan’ di negara tersebut.

Baca Juga: Ditantang Masuk ke Dalam Mesin Cuci, Mahasiswa Ini Terjebak hingga Meminta Bantuan Pemadam Kebakaran

Kematian Irina terjadi karena di latarbelakangi dengan meningkatnya bahaya terhadap jurnalis saat menulis berita terkait topik yang dianggap tidak menyenangkan oleh Kremlin.

Jumlah ancaman dan serangan terhadap jurnalis di Rusia telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, menurut insiden yang dikumpulkan oleh Justice for Journalists, sebuah kelompok advokasi.

"Rusia tetap menjadi negara tempat bekerja sebagai jurnalis, yang dikaitkan dengan peningkatan risiko terhadap kehidupan, kesehatan, dan kebebasan," ujar kelompok itu di situs web-nya.

Sebelum penggeledahan, Irina terus menerus ditekan oleh otoritas lokal. Dia didenda karena ikut serta dalam demonstrasi oposisi di Nizhny Novgorod, dan karena mengangkat topik Open Russia di unggahan Facebook pribadinya.

Baca Juga: Lanjutan Liga 1 2020 Ditunda, Kiper Persib Bandung I Made Wirawan Memilih Pulang Kampung ke Bali

Saat ini, otoritas lokal di seluruh wilayah Rusia telah menekan media independen dan jurnalis. Hal ini menyebabkan banyak orang yang keluar dari media besar dan memilih untuk membuat situs web atau blog kecil sendiri.

Sebelum mendirikan situs beritanya sendiri pada tahun 2016, Irina bekerja di beberapa media lokal. Dimana dia selalu menghadapi berbagai bentuk penyensoran dalam tulisannya.

“Saya kehilangan pekerjaan tiga kali karena saya dapat mengatakan bahwa saya terlalu mencolek,” kata Irina dalam wawancara September 2020 lalu.

Irina adalah satu-satunya editor dan penulis situs web yang menerbitkan artikel investigasi tentang cara kerja internal Dinas Keamanan Federal, badan keamanan paling kuat di Rusia.

Baca Juga: Wanita 29 Tahun Alami Kelumpuhan pada Setengah Wajah Usai Suntik Filler Demi Cantik Tanpa Kerutan

Meskipun memiliki satu anggota staf, Koza Press dengan cepat berubah menjadi salah satu media yang paling banyak dikutip di wilayah tersebut.***

 
Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: New York Times

Tags

Terkini

Terpopuler