Sempat Sepakati Kerja Sama Baru, Kini Prancis Menjauh Usai Erdogan Tak Ucapkan Duka Soal Samuel Paty

26 Oktober 2020, 11:10 WIB
Presiden Recep Tayyip Erdogan. //PIXABAY//geralt

PR DEPOK - Awal bulan ini Presiden Prancis, Emmanuel Macron berjanji untuk melawan separatisme islam yang menurutnya mengancam kendali di beberapa komunitas di Prancis.

Pernyataan itu muncul akibat insiden pemenggalan guru di Prancis oleh salah satu oknum karena menampilkan karikatur Nabi Muhammad di kelasnya.

Tak lama, pernyataan Emmanuel Macron tersebut menuai banyak teguran keras dan kritikan dari berbagai tokoh dunia.

Baca Juga: Disindir Erdogan, Prancis Tarik Dubes untuk Konsultasi Pemutusan Hubungan Diplomatik dengan Turki

Salah satu yang menanggapi pernyataan itu adalah Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan.

Pada 6 Oktober 2020, Presiden Erdogan mengatakan bahwa pernyataan kontroversi Emmanuel Macron tersebut adalah provokasi yang jelas dan menunjukkan ketidaksopanan seorang pemimpin Prancis.

Tak hanya itu, di lain kesempatan Erdogan juga menyebut bahwa Presiden Prancis tersebut membutuhkan perawatan dan pemeriksaan mental.

Baca Juga: Gegara Lempar Batu ke Kendaraan Tentara, Remaja Palestina Meninggal Setelah Dipukuli Pasukan Israel

"Apa masalah orang bernama Macron ini dengan islam dan muslim? Macron sepertinya membutuhkan perawatan terhadap mentalnya," kata Erdogan dalam pidatonya di kota Kayseri, Turki pada Sabtu 24 Oktober 2020.

Menurutnya, Emmanuel Macron adalah sosok presiden yang tidak bisa memahami kebebasan berkeyakinan.

"Apa lagi yang bisa dikatakan pada seorang kepala negara yang tidak memahami kebebasan berkeyakinan, dan yang berperilaku seperti itu kepada jutaan orang yang tinggal di negaranya juga merupakan anggota dari agama yang berbeda? Pertama-tama, sebaiknya lakukan pemeriksaan mental," ucap Erdogan.

Baca Juga: Prihatin dengan Cara Penanganan Covid-19, Fraksi PKS: Jangan Terburu-buru Seperti UU Cipta Kerja

Diketahui, Presiden Erdogan merupakan pemimpin muslim dari partai yang sudah memimpin Turki selama 18 tahun pasca mengambil alih negara berpenduduk 75 juta orang tersebut selama krisis politik dan kemerosotan ekonomi pada 2002.

Tak terima dengan pernyataan Erdogan itu, Emmanuel Macron lalu menarik dua Duta Besar Prancis dari Turki.

"Komentar Presiden Erdogan tidak bisa diterima. Kelebihan dan kekasaran bukanlah metode. Kami menuntut agar Erdogan mengubah arah kebijakannya karena berbahaya dalam segala hal," tutur seorang pejabat kepresidenan Prancis seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Al-Jazeera, pada Senin 26 Oktober 2020.

Baca Juga: Vaksinasi Segera Dilakukan di Indonesia, Bamsoet: Jangan Terburu-buru, Pastikan Aman dan Halal Dulu

Pejabat Elysee, yang tak mau disebut namanya tersebut juga mengungkapkan bahwa Prancis telah mencatat tak adanya pesan belasungkawa dan dukungan terkait pembunuhan Samuel Paty dari Presiden Turki.

Padahal sebelumnya, Erdogan dan Emmanuel Macron sempat membahas ketidaksepakatan mereka dalam panggilan telepon bulan lalu, dan setuju untuk meningkatkan hubungan dan menjaga saluran komunikasi agar tetap terbuka.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: Al Jazeera

Tags

Terkini

Terpopuler