AS, Inggris, dan Australia Bersatu Melawan China, Prancis Naik Pitam karena Alasan Ini

- 17 September 2021, 15:15 WIB
Pemerintah AS yang terdiri dari beberapa anggota kabinet hadir dalam pertemuan virtual bersama para pemimpin negara Asia-Pasifik di Gedung Putih, Washington, AS, 12 Maret 2021.
Pemerintah AS yang terdiri dari beberapa anggota kabinet hadir dalam pertemuan virtual bersama para pemimpin negara Asia-Pasifik di Gedung Putih, Washington, AS, 12 Maret 2021. /Tom/Reuters

PR DEPOK – Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Australia baru-baru ini menandatangani perjanjian internasional untuk bersatu melawan China.

Akan tetapi, bergabungnya AS, Inggris, dan Australia justru memancing amarah Prancis.

Dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Indian Express, AS, Inggris, dan Australia dalam perjanjian internasional tersebut berupaya menjaga keamanan di wilayah Indo-Pasifik yang mulai dikuasai oleh China.

Baca Juga: Soroti Nakes yang Jadi Korban Kebiadaban KKB Papua, Andi Khomeini: Tenaga Kesehatan Itu Pantang Dilukai

Namun AS, Inggris, dan Australia resmi menandatangani aliansi keamanan trilateral baru untuk Indo-Pasifik dalam upaya untuk melawan ketegasan China yang berkembang di kawasan itu.

Dilaporkan bahwa Perdana Menteri Australia Scott Morrison memanggil Perdana Menteri Narendra Modi untuk memberitahukan terkait aliansi keamanan trilateral tersebut.

Terkait upaya melawan China, Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dan Perdana Menteri Australia Scott Morrison, dalam sebuah pernyataan bersama, mengatakan langkah mereka akan mempromosikan stabilitas di Indo-Pasifik dan mendukung nilai dan kepentingan bersama ketiga negara.

Adapun perjanjian internasional yang disebut AUKUS (Australia, Inggris, dan As), justru membuat Prancis naik pitam.

Baca Juga: 56 Pegawai KPK Dipecat pada 31 September, Mardani Ali: Catat sebagai Hari Kelam bagi Pemberantasan Korupsi

Pasalnya melalui perjanjian tersebut, Australia berharap untuk terbantu memperoleh kapal selam bertenaga nuklir dalam upaya untuk melawan kekuatan China.

Sedangkan, sebelum itu Australia sudah menandatangani kesepakatan membeli kapal selam dari Prancis senilai 90 dolar Australia pada 2016.

Prancis yang tidak diberitahukan perihal kesepakatan tersebut menyebutnya sebagai “tikaman dari belakang”.

Menteri Luar Negeri Prancis Jean Yves Le Drian pun bereaksi tajam terhadap pakta antara tiga negara tersebut.

Baca Juga: Australia Akan Bangun Kapal Selam Nuklir Hasil Kerja Sama dengan Sekutu, Kemenlu RI Beri Pernyataan

Ia menilai Australia telah menghianati kepercayaan yang sudah diberikan Prancis.

“Kami telah menjalin hubungan saling percaya dengan Australia, dan kepercayaan ini dikhianati. Saya hari ini sangat marah dan sangat pahit tentang perpisahan ini. Ini tidak dapat diterima di antara sekutu,” ujarnya.

Tidak hanya itu, ia turut menyoroti sikap AS yang dinilainya brutal dan sepihak.

“Yang menjadi perhatian saya juga adalah perilaku Amerika. Keputusan brutal, sepihak, dan tak terduga ini sangat mirip dengan apa yang dulu dilakukan Donald Trump. Sekutu tidak melakukan ini satu sama lain (terutama ketika) mereka ingin memiliki pendekatan Indo-Pasifik yang koheren. Ini agak tidak tertahankan,” katanya.

Baca Juga: Alex Noerdin Ditahan karena Kasus Maling Uang Rakyat, Natalius Pigai: Tidak Ada yang Membela

Sementara itu, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dalam pengumuman resmi kesepakatan AS, Inggris, dan Australia menyebutkan bahwa hal ini harus dilakukan guna mengamankan wilayah Indo-Pasifik.

“Kami mengambil langkah bersejarah lainnya untuk memperdalam dan meresmikan kerja sama di antara ketiga negara kami karena kami semua mengakui pentingnya memastikan perdamaian dan stabilitas di Indo-Pasifik dalam jangka panjang. Inggris, Australia, dan AS adalah sekutu alami. Sementara kami mungkin terpisah secara geografis, kepentingan dan nilai kami sama,” kata Johnson.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri China dengan tajam mengkritik kemitraan militer trilateral.

Pemerintah China mengatakan akan memantau dengan cermat pakta yang akan sangat merusak stabilitas regional dan memperburuk perlombaan senjata dan merugikan upaya non-proliferasi internasional.

Baca Juga: Buntut Kemenangan Taliban di Afghanistan, Ahli Khawatir Kelompok Ekstremis di Pakistan Bangkit

Sebagai informasi, dalam upaya melawan agresi China, sebelumnya ada 5 negara yang bergabung, yaitu AS, Inggris, Australia, Prancis, dan India.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: Indian Express


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x