Pengungsi Gaza Keluhkan Air Bersih, Anak-anak Menghadapi Risiko Penyakit dan Keracunan

- 13 Oktober 2021, 16:42 WIB
Ilustrasi - Anak-anak menghadapi risiko penyakit dan keracunan setelah krisis air terjadi di Jalur Gaza imbas pemadaman listrik yang lama.
Ilustrasi - Anak-anak menghadapi risiko penyakit dan keracunan setelah krisis air terjadi di Jalur Gaza imbas pemadaman listrik yang lama. /Pixabay/hosny_salah.

PR DEPOK - Banyak orang di Jalur Gaza, Palestina, dikabarkan terpaksa untuk membeli air minum dari para pemasok swasta.

Hal itu dilakukan karena air keran di Gaza sering tidak berfungsi akibat pemadaman listrik yang lama, dan biasanya terlalu asin untuk diminum.

Sumber air yang sangat tercemar di Jalur Gaza itu juga berdampak serius pada kesehatan masyarakat, anak-anak khususnya.

Baca Juga: Dijadikan Konten Tanpa Izin oleh Baim Wong, Kakek Suhud Enggan Laporkan dan Cuma Minta Hal Ini ke Suami Paula

Krisis semakin memburuk selama beberapa dekade terakhir karena blokade, pengurangan dana kemanusiaan, dan serangkaian serangan militer Israel.

“Rasanya seperti berasal dari laut. Kami tidak bisa menggunakannya untuk minum, memasak, atau bahkan mandi,” tutur Falesteen Abdelkarim dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Al Jazeera.

Lebih lanjut, ia mengatakan warga memiliki akses ke air kota hanya tiga kali seminggu dan terkadang air bercampur dengan limbang karena infrastruktur yang rusak di kamp-kamp pengungsi.

“Hidup di kamp-kamp pengungsi sangat menyedihkan. Kami selalu membeli air minum dari pedagang kaki lima,” kata Abdelkarim, ibu dari lima anak.

Baca Juga: Cara Atasi Survei Kartu Prakerja Tidak Muncul di Notifikasi Dashboard

Banyak pedagang swasta di Gaza menghilangkan garam air dan menjualnya kepada orang-orang di jalur tersebut. Biaya rata-rata sekitar Rp100 ribu untuk 1.000 liter air.

Sementara itu, Muhammad Saleem, dari lingkungan Al-Sheikh Redwan di Gaza utara, mengeluhkan gagal panen di kebun miliknya karena air terlalu tercemar.

“Semua tanaman saya mengering dan mati karena salinitas air yang tinggi dan klorida yang tinggi,” katanya.

Muhammad menambahkan bahwa “tidak mungkin” selama bertahun-tahun bagi dia dan keluarganya untuk menggunakan air keran kota untuk minum, memasak, atau kebutuhan lainnya.

Baca Juga: Eks Pegawai KPK Kini Berjualan Nasi Goreng, Iwan Fals: Makanan Terenak, kok Bisa ya Gak Lolos TWK?

“Jika tanaman mati karena air ini, bagaimana dengan tubuh manusia?” katanya seraya bertanya.

Di sisi lain, organisasi hak asasi manusia telah memperingatkan selama bertahun-tahun tentang situasi air yang memburuk di Jalur Gaza.

Institut Global untuk Air, Lingkungan dan Kesehatan dan Pemantau HAM Euro-Mediterania mengatakan air di Gaza tidak dapat diminum dan perlahan meracuni orang.

“Blokade Israel jangka panjang telah menyebabkan kerusakan serius keamanan air di Gaza, membuat 97 persen air terkontaminasi,” kata sebuah pernyataan bersama.

Baca Juga: Kunjungi Jualiandi Tigor Simanjuntak yang Kini Jualan Nasi Goreng, Novel Baswedan: Saling Beri Dukungan

Infrastruktur air yang rusak

Krisis listrik akut juga menghambat pengoperasian sumur air dan pabrik pengolahan limbah, yang menyebabkan 80 persen limbah Gaza yang tidak diolah dibuang ke laut, sementara 20 persen merembes ke bawah tanah, menurut pernyataan itu.

Muhammed Shehada, kepala komunikasi di Euro-Med Monitor, mengatakan dalam pidatonya kepada Dewan Hak Asasi Manusia bahwa sekitar seperempat penyebaran penyakit di Gaza disebabkan oleh polusi air.

Sedangkan 12 persen persen kematian anak kecil terkait dengan infeksi usus. berhubungan dengan air yang terkontaminasi, katanya.

Baca Juga: Rizky Billar Beri Bocoran Soal Nama Anak Pertama dengan Lesti Kejora: Akan Ada...

Shehada menambahkan serangan 11 hari Israel di Gaza Mei lalu telah sangat mempengaruhi infrastruktur air dasar dan memperburuk krisis di daerah kantong yang terkepung.

Otoritas kota Gaza mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa 290 fasilitas pasokan air, termasuk satu-satunya pabrik desalinasi di Gaza utara, rusak selama serangan itu dan sangat membutuhkan perbaikan.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x