Antivirus Buatan Pfizer Dipercaya Turunkan Risiko Covid-19 Parah hingga 89 Persen

- 6 November 2021, 16:42 WIB
Ilustrasi - Antivirus buatan Pfizer diklaim bisa turunkan risiko parah Covid-19 hingga 89 persen.
Ilustrasi - Antivirus buatan Pfizer diklaim bisa turunkan risiko parah Covid-19 hingga 89 persen. /REUTERS/Dado Ruvic

PR DEPOK – Perusahaan obat Pfizer mulai memproduksi secara masal antivirus untuk Covid-19 yang dapat menurunkan risiko rawat inap ataupun kematian bagi pasien yang terinveksi.

Antivirus Pfizer tersebut diperuntukkan bagi orang dewasa yang berisiko terkena efek yang parah dari Covid-19 ini.

Hasil uji coba antivirus Pfizer ini melampaui obat Merck dan molnupiravir yang mengurangi kemungkinan kematian hingga 50 persen.

Baca Juga: 5 Zodiak Ini Tidak Ragu Meninggalkanmu Saat Dikhianati, Ada Aries yang Sulit Memaafkan

Antivirus Pfizer ini memiliki nama merk yaitu Paxlovid dan direncanakan akan memperoleh persetujuan perizinan di Amerika Serikat pada akhir tahun ini.

Perusahaan Pfizer akan menyerahkan hasil uji coba sementara antivirus tersebut kepada Food and Drug Administration (FDA) sebelum 25 November.

Uji coba antivirus Pfizer ini dihentikan lebih awal karena hasilnya yaitu memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi.

Presiden Joe Biden mengatakan pemerintah Amerika Serikat telah menyimpan jutaan dosis obat antivirus Pfizer.

Baca Juga: 4 Zodiak Ini Ternyata Tak Bisa Memikirkan Soal Pernikahan, Apa Saja? Berikut Ulasannya

"Jika disahkan oleh FDA, kami mungkin segera memiliki pil yang mengobati virus pada mereka yang terinfeksi. Terapi ini akan menjadi opsi lain dalam metode medis kami untuk melindungi orang dari hasil terburuk yang disebabkan oleh Covid-19," ujar Joe Biden sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari Reuters pada 6 November 2021.

Kabar tersebut membuat saham Pfizer naik 11 persen dan ditutup pada $48,61 atau sekira Rp687.000.

Sementara itu, saham Merck turun 10 persen menjadi ditutup pada $81,61 atau sekira Rp1,6 juta.

Baca Juga: Sebut Luhut Gelagapan saat Ngaku Tak Ambil Untung dari Bisnis PCR, Cipta Panca: Opung Jawabannya Mencla-mencle

Kemdudian, saham pembuat vaksin seperti Moderna Inc (MRNA.O), mitra Jerman Pfizer BioNTech SE, dan Novavax (NVAX.O) semuanya turun 11-21 persen.

Dalam penggunaannya, antivirus Pfizer akan dikombinasikan dengan antivirus yang usianya lebih tua, yaitu ritonavir.

Antivirus dari Pfizer maupun Merck sangat ditunggu-tunggu mengingat masih terbatasnya perusahaan obat yang memproduksi obat untuk pemulihan Covid-19.

Baca Juga: Jenderal TNI Andika Perkasa Paparkan Visi Misi ‘TNI Adalah Kita’ dalam Fit and Proper Test di DPR RI

Albert Bourla selaku CEO Pfizer sedang gencar melakukan diskusi dengan 90 negara mengenai teknis pasokan antivirus tersebut.

"Tujuan kami adalah agar semua orang di dunia dapat memilikinya secepat mungkin," ujar Albert Bourla.

Bourla menambahkan bahwa untuk negara-negara berpenghasilan tinggi, Pfizer mengharapkan harga perawatannya mendekati harga obat Merck.

Harga kontrak Merck di AS adalah sekitar $700 (sekira Rp 10 juta) untuk terapi selama lima hari.

Baca Juga: Sinopsis Film Man of Tai Chi: Pertarungan Hebat Tiger Chen untuk Mempertahankan Kuil

Untuk negara-negara berpenghasilan rendah, Bourla mengatakan Pfizer sedang mempertimbangkan beberapa opsi yang meringankan mereka.

Antivirus Merck telah disetujui oleh regulator Inggris di dunia pertama kali pada hari Kamis silam.

Antivirus Pfizer maupun Merck ini bukan pengganti vaksin Covid-19, melainkan obat penurun gejala parah yang ditimbulkan akibat virus Covid-19.

"Vaksin akan menjadi alat paling efektif dan andal yang kita miliki dalam pandemi ini. Obat antivirus ini akan meningkatkan kemampuan kita untuk benar-benar mengurangi risiko penyakit parah, rawat inap, dan kematian, yang sangat besar, tetapi tidak akan mencegah infeksi," ujar Dr. Grace Lee, profesor pediatri di Fakultas Kedokteran Universitas Stanford.

Baca Juga: Ayah Vanessa Angel Soal Sopir yang Berpotensi Jadi Tersangka atas Kecelakaan Maut: Hasilnya Bisa Lihat...

Analis Mizuho Vamil Divan memperkirakan "dampak yang sangat kecil" dari obat Pfizer pada orang-orang yang tidak menginginkan vaksin atau suntikan booster seperti yang direkomendasikan oleh regulator kesehatan Amerika Serikat.

"Saya pikir ada sebagian kecil orang yang mungkin memutuskan untuk tidak divaksinasi sekarang karena ada pilihan pengobatan yang baik," kata Divan.

Pfizer tidak merinci efek samping apapun, tetapi mengatakan efek samping terjadi pada sekitar 20 persen pasien pengobatan dan plasebo. Kemungkinan efek samping termasuk mual dan diare.***

Editor: Yunita Amelia Rahma

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah