Belanda Minta Maaf ke Indonesia atas Kekerasan Masa Penjajahan, PM Mark Rutte: Kami Terima Fakta Memalukan

- 18 Februari 2022, 16:50 WIB
Presiden Indonesia Joko Widodo dan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte.
Presiden Indonesia Joko Widodo dan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte. /Willy Kurniawan/Reuters

PR DEPOK – Pemerintah Belanda meminta maaf ke Indonesia terkait "kekerasan sistematis dan ekstrem" selama masa penjajahan.

Permintaan maaf Belanda ke Indonesia ini disampaikan langsung oleh Perdana Menteri Belanda Mark Rutte.

Mark Rutte mengatakan Belanda harus menerima fakta memalukan terkait kekerasan yang dilakukan terhadap rakyat Indonesia pada zaman kolonial.

Baca Juga: Kesulitan Sambung Rekening ke Akun Kartu Prakerja Gelombang 23? Simak dan Ikuti Langkah Berikut

"Saya meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia hari ini atas nama Pemerintah Belanda. Kami harus menerima fakta yang memalukan," kata Mark Rutte dalam konferensi pers pada Kamis, 18 Februari 2022 Februari 2022 seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Aljazeera.

Untuk diketahui, permintaan maaf Belanda ini disampaikan setelah penelitian menemukan tentara Belanda menggunakan "kekerasan sistematis dan ekstrem" terhadap rakyat Indonesia dalam upaya mendapatkan kembali kendali atas bekas jajahannya pada akhir Perang Dunia II.

Dalam penelitian yang sudah dipublikasikan itu, ditemukan bahwa pasukan Belanda membakar desa-desa dan melakukan penahanan massal, penyiksaan dan eksekusi selama konflik 1945-1949. Bahkan, seringkali dengan dukungan diam-diam dari pemerintah.

Baca Juga: Curhat ke Teman karena Hujatan Soal Aturan JHT, Menaker Ida Fauziyah: Sudahlah, kan Punya Tuhan

Hasil penelitian Belanda dan Indonesia setelah penyelidikan selama 4,5 tahun itu, lantas menghancurkan garis resmi Belanda yang telah lama dipegang bahwa hanya ada insiden kekerasan berlebihan yang terisolasi oleh pasukannya karena koloni yang telah dipegangnya selama 300 tahun berjuang untuk kebebasannya.

Para peneliti sebelumnya telah mempresentasikan temuan penelitian mereka, yang dimulai pada 2017 dan didanai oleh Belanda sebagai bagian dari perhitungan yang lebih luas dengan masa lalu kolonial yang brutal di negara itu.

Menurut sejarawan Ben Schoenmaker dari Institut Sejarah Militer Belanda, Belanda sering melakukan tindakan penyiksaan.

Baca Juga: Daftar 7 Negara di Dunia dengan Kasus Nol Covid-19 sejak Pandemi Melanda Menurut WHO

“Kekerasan oleh militer Belanda, termasuk tindakan seperti penyiksaan yang sekarang akan dianggap sebagai kejahatan perang, sering dan meluas, kata Ben Schoenmaker, satu dari lebih dari puluhan akademisi yang berpartisipasi dalam aksi tersebut.

Ia lantas mengkritisi politisi, militer, sipil, dan hukum Belanda justru menutup mata akan hal ini.

“Para politisi yang bertanggung jawab menutup mata terhadap kekerasan ini, seperti halnya otoritas militer, sipil dan hukum. Mereka membantunya, mereka menyembunyikannya, dan mereka menghukumnya sedikit atau tidak sama sekali,” katanya.

Baca Juga: Hasil Pertandingan BATC 2022: Tim Putra Indonesia Berhasil Lolos ke Semifinal Usai Kalahkan India 3-2

Sebagai informasi, sekitar 100.000 orang Indonesia tewas sebagai akibat langsung dari perang, dengan mundurnya Belanda pada tahun 1949.

Pengadilan Belanda telah memutuskan bahwa pemerintah yang berbasis di Den Haag harus memberikan kompensasi kepada janda dan anak-anak pejuang Indonesia yang dieksekusi oleh pasukan kolonial, dan bahwa undang-undang pembatasan tidak berlaku dalam kasus perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Dalam kunjungannya ke Indonesia pada Maret 2020, Raja Willem-Alexander meminta maaf atas kekerasan yang dilakukan Belanda.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah