PR DEPOK - Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres akan melakukan perjalanan ke Rusia dan Ukraina selama tiga hari ke depan untuk bernegosiasi di tengah munculnya beragam kritik karena PBB dinilai tidak berdaya mengambil keputusan terkait perang di negara tersebut.
Tiga bulan sejak Rusia pertama kali menginvasi Ukraina, badan-badan di bawah naungan PBB kini mulai berjuang menjangkau warga sipil yang terkepung di timur Ukraina.
Dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Al Jazeera, ahli menilai Guterres tampaknya ingin merevitalisasi inisiatif PBB di bidang kemanusiaan sambil menjauh dari panggung politik yang bisa memicu kontroversi lebih jauh lagi.
Baca Juga: Panel AS Ingin India Masuk Daftar Hitam karena Kebebasan Beragama yang Buruk
"Guterres mencoba memberi momentum baru bagi PBB untuk memainkan peran dengan mengevakuasi warga sipil terutama di Mariupol"
"Dalam konteks yang lebih luas, PBB bermaksud membuka akses yang lebih mudah bagi badan-badan kemanusiaan lainnya untuk masuk ke wilayah konflik," tutur kepala Global and Emerging Risks di Geneva Centre for Security Policy, Jean-Marc Rickli.
Guterres dijadwalkan bertemu dengan Vladimir Putin dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov di Moskow hari ini.
Namun keputusan PBB dengan mendahulukan pertemuan dengan Rusia tampaknya memicu kemarahan bagi Ukraina.
"Sejak awal, perjalanan ini dimulai dengan langkah yang salah"
"Akbatnya, apapun yang akan dilakukan atau dikatakan Guterres nanti kemungkinan akan dipersenjatai konflik," ujar Rickli.
Baca Juga: Kim Jong Un Bersumpah akan Terus Memperkuat Program Senjata Nuklir Korea Utara
Bulan Maret lalu, badan pengungsi PBB UNHCR dikecam oleh pejabat Ukraina karena dianggap tidak siap mengatasi krisis kemanusiaan.
Begitu juga dengan ICRC yang dikritik karena dinilai lamban dan lebih dulu mengunjungi Rusia dibanding Ukraina.
Padahal saat itu, Presiden ICRC Peter Maurer berkunjung ke Moskow untuk memulai negosiasi akses ke wilayah yang dilanda konflik di Ukraina.***