Bentrokan Antar Kelompok Terjadi di Tripoli Libya, 23 Orang Tewas hingga 140 Terluka

- 29 Agustus 2022, 09:30 WIB
Pemadam kebakaran memadamkan api di luar pusat perbelanjaan setelah bentrokan besar di Tripoli, Libya.
Pemadam kebakaran memadamkan api di luar pusat perbelanjaan setelah bentrokan besar di Tripoli, Libya. /Reuters/Hazem Ahmed/REUTERS

PR DEPOK – Kekacauan dan ketidakstabilan politik terjadi di Tripoli, ibu kota negara Libya.

Bentrokan di Libya terjadi antara pendukung kepala Pemerintah Persatuan Nasional dengan pendukung Perdana Menteri.

Dbeibeh, kepala Pemerintah Persatuan Nasional diminta untuk menyerahkan kekuasaan di Libya.

Baca Juga: Cek Penerima BLT Anak Sekolah Tahun 2022 di Link Resmi Kemensos, Masih Cair Agustus Ini

Dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari bernama-com, lebih dari 23 orang tewas dan 140 lainnya luka-luka di ibu kota Libya, Tripoli, akibat bentrokan antara kelompok-kelompok yang bersaing memperebutkan kekuasaan, kata kementerian kesehatan Libya, Sabtu, 27 Agustus 2022.

Kementerian kesehatan mengatakan bahwa 12 orang tewas dan 87 orang terluka dalam bentrokan, yang meletus pada hari Jumat di Tripoli.

Bentrokan ini terjadi antara mereka yang setia kepada kepala Pemerintah Persatuan Nasional, Abdul Hamid Dbeibeh, dan mereka yang berpihak pada Perdana Menteri Fathi Bashagha.

Baca Juga: Tips Lolos Seleksi Kartu Prakerja Gelombang 43, Perhatikan Poin-poin Penting Ini agar Dapat Insentif

“23 orang tewas, 140 terluka,” ucap kementerian kesehatan Libya pada Sabtu malam, lapor Sputnik.

Seorang wakil pemerintah Bashagha mengatakan bahwa dia tidak ada hubungannya dengan kejadian Jumat di Tripoli.

Kelompok yang setia kepada Dbeibeh telah berhasil menguasai beberapa bangunan di Tripoli, tempat anggota kelompok yang setia kepada Bashagha bermarkas, lapor media lokal.

Bashagha meminta Dbeibeh untuk mengundurkan diri pada awal pekan ini.

Baca Juga: Belum Dapat BPNT Agustus 2022? Simak Penyebab Bansos Sembako Gagal Cair dan Cara Lapor Kendala

Bashagha juga menyarankan Dbeibeh untuk fokus pada pemilihan presiden mendatang.

Pada 1 Maret lalu, Dewan Perwakilan Rakyat Libya yang berbasis di Tobruk memilih kabinet baru yang dipimpin oleh Perdana Menteri yang ditunjuk Fathi Bashagha, yang sebelumnya menjabat sebagai menteri dalam negeri Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA).

Pemerintahan Persatuan Nasional sementara yang dipimpin oleh Abdul Hamid Dbeibeh, yang ditunjuk tahun lalu dalam proses yang didukung PBB, menyatakan penolakan untuk menyerahkan kekuasaan.

Sebelum pemilihan presiden, Dbeibeh enggan untuk mengalihkan kekuasaan di negara itu.

Baca Juga: Dana KJP Plus dan KJMU Masih Mengendap Rp82,9 M di Rekening Bank DKI, Wagub Riza: Itu Masalah Teknis

Pada hari Sabtu, lapor Xinhua, misi dukungan PBB di Libya menyatakan keprihatinan atas bentrokan yang sedang berlangsung, termasuk penembakan tanpa pandang di lingkungan berpenduduk sipil di Tripoli.

Misi PBB berseru agar dihentikan segera permusuhan dan mengingatkan semua pihak tentang kewajiban mereka di bawah hak asasi manusia internasional dan hukum kemanusiaan untuk melindungi warga sipil dan objek sipil.

Sejak jatuhnya rezim mendiang pemimpin Muammar Gaddafi pada tahun 2011, Libya telah menderita ketidakstabilan politik dan kekacauan.***

Editor: Nur Annisa

Sumber: Bernama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah