Untuk membalikkan penurunan angka kelahiran di negara yang menua dengan cepat, pemerintah Jepang pada bulan April 2023 pun meluncurkan Badan Anak dan Keluarga untuk mengawasi kebijakan anak, termasuk dalam kasus pelecehan anak dan kemiskinan.
Survei perusahaan fiskal tahun 2022 juga menemukan bahwa, 48,1 persen pria dan wanita yang menikah ingin memiliki anak, dengan bekerja sama dengan upaya kesuburan pasangan mereka. Menurut penelitian itu juga, sebanyak 800 pasangan yang menikah berusia antara 25 dan 44 tahun.
Angka tersebut menandakan adanya penurunan yang signifikan, dari 60,3 persen dalam survei fiskal 2020. Seorang pejabat perusahaan berspekulasi bahwa orang-orang menghabiskan lebih sedikit waktu dengan pasangan mereka, karena kehidupan berangsur-angsur kembali normal setelah pandemi COVID-19.
Diketahui saat COVID-19 melanda dunia termasuk Jepang, banyak karyawan yang WFH (Work From Home) atau juga diberhentikan sementara waktu.
Keadaan itu sempat memicu dinamika rumah tangga yang beragam, ada yang membuat harmonis karena selalu di rumah, ada juga yang membuat kegaduhan rumah tangga karena terlalu sering bersama.
Sehingga, memicu banyak orang lajang di Jepang yang berusia di bawah 30 tahun untuk lebih fokus meniti karir, dibandingkan membangun rumah tangga, berkeluarga, dan memiliki anak di rumah mereka.***