Sekolah di Prancis Kembali Dibuka, Siswa dan Guru Heningkan Cipta Kenang Samuel Paty Diawasi Tentara

- 3 November 2020, 14:32 WIB
Ilustrasi sekolah di Prancis.
Ilustrasi sekolah di Prancis. /Chezbeate/Pixabay

PR DEPOK - Sekolah-sekolah di seluruh Prancis menggelar mengheningkan cipta selama satu menit kemarin, untuk mengenang Samuel Paty, guru yang dipenggal oleh seorang remaja Chechnya yang menurutnya telah mengejek Nabi Muhammad dengan menampilkan karikatur kepada muridnya.

Sekitar 12 juta siswa di Prancis telah kembali ke sekolah untuk pertama kalinya sejak pria berusia 47 tahun itu dibunuh di siang hari di tempat ia mengajar.

Emmanuel Macron menyebut pembunuhan itu sebagai serangan terhadap nilai-nilai Prancis dan republik itu sendiri.

Baca Juga: UU Cipta Kerja Sah Diteken Jokowi, KSPI Sebut Omnibus Law Dapat Kurangi Nilai Pesangon Buruh

Ia juga mendesak, bahwa Prancis tidak akan berkompromi untuk kebebasan berkeyakinan dan berekspresi walaupun telah memicu protes di kalangan muslim di seluruh dunia.

"Ide terorisme adalah menciptakan kebencian," tulis Emmanuel Macron dalam pesannya kepada anak sekolah di media sosial seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari Reuters Selasa, 3 November 2020.

Kami akan melakukan ini bersama-sama,” tulisnya.

Baca Juga: Geser BLACKPINK, Single 'Dynamite' BTS Kembali Pecahkan Rekor Video Musik di Youtube

Di Prancis, murid-murid berdiri diam pada pukul 11.00 pagi, sedangkan para guru diberitahu untuk memberikan waktu tanya jawab tentang pembunuhan Paty.

“Siswa saya perlu mengungkapkan apa yang ada di pikiran mereka,” kata Isabelle Leborgn, seorang guru sekolah menengah di Prancis barat.

Selain itu, serangan dan pencarian jiwa nasional yang terjadi telah membingungkan banyak anak muda.

Baca Juga: Pilpres AS Picu Perpecahan Keluarga, Seorang Ibu Tak Lagi Diakui Anaknya Setelah Pilih Donald Trump

“Beberapa orang berpikir itu adalah kesalahan sebuah agama. Ada banyak hal yang perlu direnungkan,” tuturnya.

Serangan terhadap Samuel Paty, serta satu serangan di sebuah gereja di Nice dan satu lagi terhadap seorang pendeta di Lyon dalam dua minggu berikutnya, telah membuat Prancis gelisah.

“Selalu ada di benak Anda bahwa kita hidup dalam masyarakat di mana ada potensi risiko,” kata Clement, seorang siswa di sekolah tempat Leborgn mengajar.

Baca Juga: Langgar Protokol Kesehatan di Masa PSBB Transisi, Satpol PP Jakbar Tindak Tegas 56 Tempat Usaha

“Tapi kita tidak bisa selalu hidup dalam ketakutan,” ujar Clement.

Saat ini, Prancis telah mengerahkan tentara tambahan untuk melindungi tempat ibadah dan sekolah setelah serangan yang baru-baru ini terjadi.

Pembunuhan mengerikan Paty telah mengguncang Prancis, di mana pemisahan gereja dan negara dipertahankan dengan keras oleh banyak warga dari semua agama.

Baca Juga: Deretan Pendukung Jokowi yang Diangkat Jadi Komisaris BUMN, dari Jalur Relawan hingga Tim Sukses

Ini juga mengungkap garis patahan yang membelah negara di mana sebagian muslim melihat penggunaan hukum sekuler oleh pemerintah sebagai alat untuk menekan ekspresi keyakinan agama mereka.

Sementara itu, satu kelompok pemimpin muslim pada hari Senin mengeluarkan pernyataan yang membela kepatuhan ketat Prancis terhadap sekularisme yang dikenal sebagai laicite, dan mengecam kekerasan yang dilakukan atas nama islam.

Laicite sangat penting untuk memungkinkan agama yang berbeda termasuk islam berkembang di Prancis,” kata para pemimpin.

Baca Juga: Soal Laporan Sumbangan Dana Kampanye pada Pilkada Tangsel 2020, Keponakan Prabowo Subianto Terbesar

Para kelompok itu juga mengecam orang-orang yang menurut mereka memanipulasi sesama muslim agar percaya bahwa mereka menderita di tangan negara rasis.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah