Gempa Sesar Lembang, Peneliti Ungkap Potensi Dampak yang Akan Muncul Jika Terjadi

29 Januari 2021, 20:48 WIB
Peringatan lokasi zona sesar Lembang. /HUMA KBB


PR DEPOK – Belakangan ini sesar Lembang menjadi perbincangan hangat di tengah publik. Publik diresahkan dengan kabar bahwa akan terjadi gempa besar yang dipicu oleh sesar Lembang yang akan mengeluarkan energi besar.

Kabar itu pun telah diklarifikasi oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

BMKG menegaskan bahwa kabar mengenai sesar Lembang yang akan melepaskan energi adalah tidak benar.

Baca Juga: Sebut Korupsi di Era Jokowi Sedikit Dibanding Era SBY, Ruhut: Sekarang pada Ketangkap Jadi Kelihatan Banyak

Meski begitu, para peneliti telah melakukan penelitian mengenai siklus, potensi besaran gempa, hingga dampak yang akan timbul ketika terjadi gempa sesar Lembang.

Salah satu peneliti yang aktif dalam melakukan penelitian tentang hal itu ialah Dr. Mudrik Rahmawan Daryono.

Dr. Mudrik Rahmawan Daryono merupakan peneliti gempa dari pusat penelitian geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Baca Juga: Akui Kesalahannya Atas Surat Komplain Ulasan Produk, Eiger Minta Maaf

Dr. Mudrik sempat memaparkan hasil penelitiannya dalam webinar yang digelar oleh Seksi Mahasiswa dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia Institut Teknologi Bandung (SM-IAGI ITB), pada Sabtu 18 Mei 2020.

Dalam webinar tersebut, Dr. Mudrik memaparkan tentang mengenai siklus, potensi besaran gempa, hingga dampak yang akan timbul ketika terjadi gempa sesar Lembang.

Siklus Gempa Sesar Lembang

Untuk diketahui, sesar Lembang membentang sepanjang 29 kilometer dari wilayah Cimeta, Padalarang, hingga wilayah sekitar Batu Lonceng, Selatan Bukit Tunggul.

Baca Juga: Dikabarkan Panik karena Takut Ditinggal Pengguna, WhatsApp Kirim Status Tegaskan Komitmen Soal Privasi

Sesar tersebut memotong wilayah Bandung menjadi dua bagian. Bagian utara meliputi wilayah selatan gunung Burangrang, Lembang, hingga Maribaya. Sedangkan wilayah selatan meliputi wilayah utara Cimahi, pusat kota Bandung, hingga utara wilayah Cibiru.

Untuk mengungkap siklus dari gempa sesar Lembang, Dr. Mudrik melakukan penelitian dengan mencatat rekaman kejadian gempa pada lapisan tanah di beberapa titik yang ada di sesar Lembang.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan, bahwa terdapat pergeseran tanah sepanjang 3 milimeter per tahun.

Baca Juga: Tegaskan Pasien Covid-19 Gratis Masuk RS, Wiku Adisasmito: Perawatan Sepenuhnya Ditanggung Negara

Selain itu, pada lapisan tanah yang diteliti, Dr. Mudrik berhasil merekonstruksikan gempa yang pernah terjadi sebelumnya.

Dengan menggabungkan kedua temuan tersebut, Dr. Mudrik mengindikasi terdapat jeda siklus gempa selama 130 tahun.

“Dari sini kita bisa rekonstruksikan ada kejadian gempa bumi pada tahun 1909, 1907. Lalu ada jeda kejadian gempa bumi yang tidak kita tahu. Kemudian lebih jauh ada kejadian gempa bumi 1415 dan 1285. Kurang lebih, siklus dari kejadian gempa bumi (sesar Lembang) sekitar 130 tahun,” tutur Dr. Mudrik dalam kanal Youtube SM-IAGI ITB, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-depok.com.

Baca Juga: Natalius Pigai Dinilai Hina Suku Jawa, Ferdinand Hutahaean: Sebaiknya Jangan Membakar Permusuhan

Potensi Besaran Gempa Sesar Lembang

Dr. Mudrik juga mendapatkan hasil penelitian terkait potensi besaran gempa sesar Lembang. Dia mengungkapkan, bahwa sesar Lembang memiliki potensi untuk menghasilkan gempa 6,5 hingga 7 magnitudo.

“Berdasarkan panjangnya (range) 29 kilometer, dan mengacu pada penelitian distribusi gempa dunia oleh Wells dan Coppersmith pada 1994, kita akan tahu bahwa range 29 kilometer bisa menghasilkan mangnitude gempa bumi antara 6,5 sampai 7 magnitude,” ujar Dr. Mudrik.

Baca Juga: Kematian Nakes Indonesia 3 Besar Dunia, Rachland: Untung Pak Jokowi Berhasil Kendalikan Krisis Kesehatan

Dr. Mudrik juga telah memetakan potensi besaran gempa pada wilayah sekitar sesar Lembang.

Berdasarkan hasil penelitian, wilayah sekitar pusat sesar Lembang, seperti Bandung, Cimahi, Padalarang, Soreang, Selatan Purwakarta, masuk dalam Skala Mercalli VII hingga IX.

Dampak Gempa Sesar Lembang

Dr. Mudrik mengungkapkan, wilayah yang masuk dalam Skala Mercalli VII hingga IX, berpotensi akan mengalami kerusakan meliputi kerusakan bangunan dari ringan hingga kuat, dapat merobohkan cerobong asap pabrik, monumen-monumen, air menjadi keruh, bahkan rumah tampak agak berpindah dari pondasinya.

Baca Juga: Masih Ada Peluang Dapat Uang BSP/BPNT Rp200.000 Februari 2021, Berikut Syarat dan Cara Daftarnya

Selain itu, Dr. Mudrik sebelumnya juga sempat meneliti Sesar Palu Koro yang menyebabkan gempa 7,7 magnitudo di Donggala, dan gempa 7,4 magnitudo di Palu, Sulawesi Tengah pada 2018.

Hasil penelitian itu menunjukkan, bahwa terdapat pergeseran tanah sebesar 320 cm atau 3,2 meter. Gempa hasil pergerakan sesar Palu Koro tersebut menimbulkan retakan yang memanjang dari Donggala hingga Palu.

Ditemukan pula jalan yang tadinya lurus kemudian berbelok. Ada juga pergeseran 4,5 m, dimana rumah yang tadinya berada di pinggir jalan, menjadi bergeser ke tengah jalan.

Dr. Mudrik menuturkan, dari penelitian sesar Palu Koro ini, bisa menjadi gambaran seandainya sesar Lembang juga mengalami gempa di masa yang akan datang.

Planning Pencegahan

Lebih lanjut, Dr. Mudrik mengungkapkan bahwa saat ini sesar Lembang tengah memasuki masa akhir siklus gempa.

Hal ini didapat berdasarkan perhitungan dari kecepatan pergeseran tanah di wilayah sesar Lembang, ditambah dengan tidak adanya gempa selama 560 tahun.

Selain itu, gempa terakhir yang terjadi di kedua ujung jalur sesar Lembang dengan kekuatan 3 magnitudo di ujung timur pada 22 juli 2011, dan ujung barat pada 28 agustus 2011, semakin menegaskan bahwa sesar Lembang tengah memasuki masa akhir siklus gempa.

Meski begitu, Dr. Mudrik mengatakan bahwa pihaknya bersama dengan BMKG telah mengeluarkan skenario pencegahan jika terjadi gempa di sesar Lembang.

Dr. Mudrik turut mengimbau, agar wilayah di sekitar sesar Lembang harus mulai menerapkan bangunan tahan gempa.

“Bangunan tahan gempa adalah sesuatu yang wajib diterapkan untuk pembangunan di wilayah Bandung Raya, mau tidak mau. Kawan-kawan dari PUPR juga sudah ada bangunan standar gempa. Itu ikuti saja cara-cara untuk membangunnya,” ujar Dr. Mudrik.***

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: YouTube Sobat Dosen

Tags

Terkini

Terpopuler