Paslon Pilkada Gunakan Media Daring Sebagai Wadah Kampanye, Pengamat: Malah Jadi Sarang Hoaks

7 November 2020, 09:48 WIB
ilustrasi media sosial facebook /

PR DEPOK – Menurut data Pilkada serentak tahun 2018 lalu, presentase pengguna media daring di Jawa Barat (Jabar) mencapai 32 persen dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Media daring sebenarnya dapat dimanfaatkan dengan maksimal oleh Pasangan Calon (Paslon) untuk menarik minat pemilih dengan penyampaian visi dan misi.

Para paslon bisa memanfaatkan perkembangan teknologi saat ini di 8 Kabupaten/kota yang sedang menghadapi Pilkada serentak pada Desember 2020 mendatang.

Baca Juga: Badai Eta Sebabkan Banjir dan Tanah Longsor Besar, Tewaskan hingga Ratusan Orang

Pasalnya, pandemi yang terjadi pada tahun ini bertepatan dengan perhelatan pesta demokrasi di 8 Kota/Kabupaten di Jawa Barat.

Dengan demikian, Pilkada kali ini memberikan warna lain dan tantangan baru yang harus dihadapi oleh seluruh kontestan di berbagai daerah.

"Tingginya masyarakat Jabar yang aktif di media sosial bisa menjadi acuan bahwa media sosial bisa dimanfaatkan untuk memberikan informasi politik pada segmentasi pemilih pemula," kata Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Komputer (UNIKOM) Bandung, Adiyana Slamet seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari RRI.

Baca Juga: Sempat Terhenti Selama Orde Baru, Ahmad Yani Akan Deklarasi Pengaktifan Kembali Partai Masyumi

Pasalnya, segmentasi tersebut bisa menjadi penentu akhir seberapa besar visi dan misi paslon diterima dan dipahami masyarakat.

"Akan tetapi, sangat disayangkan, seringkali media sosial yang seharusnya menjadi arena kampanye sehat dengan beradu gagasan dan kreativitas dalam menyampaikan informasi politik berupa visi misi, disalahgunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab," ujarnya.

Menurutnya, oknum tersebut justru memanfaatkan berlimpahnya informasi untuk menjatuhkan salah satu pesaing mereka dengan menebar hoaks atau isu-isu politik identitas.

Baca Juga: Antisipasi Tanggap Darurat Bencana Alam, Pemkab Majalengka Tambah Anggaran BTT Senilai Rp10 Miliar

"Nyatanya, pemanfaatan media daring oleh para paslon ini belum optimal. Kita dapat lihat sampai saat ini masih banyak paslon yang kurang peka melihat potensi ini," ucapnya.

Adiyana mengatakan dengan memanfaatkan isu-isu seperti Black Campaign, hal tersebut dinilai akan membawa dampak buruk.

Menurutnya, tidak jarang juga ditemukan adanya Buying Voters

Baca Juga: Polda Metro Jaya Ungkap Sebanyak 65 Tahanan Sempat Terpapar Covid-19

Hal tersebut dapat terjadi lantaran kurang pemanfaatan media baru untuk merebut hati pemilih pada segmentasi tertentu.

Dirinya menjelaskan, memang telah terdapat regulasi yang mengatur tentang hal tersebut, baik UU ITE hingga aturan di PKPU.

Namun, menurutnya produk hukum tersebut masih cukup lemah jika tidak diimbangi dengan kesadaran Tim Paslon dalam berkompetisi dan pelibatan seluruh komponen masyarakat dalam pengawasan untuk menghindari penyalahgunaan media baru tersebut.

Baca Juga: Kasus Covid-19 Kian Melonjak, Harga Minyak Dunia Kembali Melemah

"Sangat diperlukan adanya kedewasaan dari Tim Paslon yang paham betul bahwa esensi Pilkada bukan hanya tentang mencari suara terbanyak, melainkan membuka, mendewasakan, serta mengedukasi masyarakat akan pesta politik yang baik dan benar," kata Adiyana.

Dirinya juga mengutip ungkapkan Macini (1996), 'Politics is not about objective reality, but virtual reality,'

"Artinya, jangan sampai citra politik ini berbuah menjadi kebohongan dalam kontestasi demokrasi elektoral, karena aktor politiknya hanya mementingkan pembangunan citra semata tanpa mempunyai ide dan gagasan yang akan dijual kepada pemilih secara rasional," tuturnya.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler