Terungkap, Israel Bunuh Ilmuwan Nuklir Iran Gunakan Senapan Mesin Berteknologi AI

- 21 September 2021, 15:22 WIB
Ilustrasi bendera Israel.
Ilustrasi bendera Israel. /Pixabay.

PR DEPOK - Israel dilaporkan membunuh ilmuwan nuklir Iran, Mohsen Fakhrizadeh menggunakan senapan mesin yang dikendalikan dari jarak jauh dengan kecerdasan buatan (AI).

Diketahui bersama, seorang ilmuwan nuklir Iran tersebut dibunuh pada bulan November tahun 2020 silam.

Hal itu dituangkan pada sebuah laporan oleh kantor berita New York, bahkan Israel telah membunuh beberapa ilmuwan Iran selama bertahun-tahun.

Dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Middle East Monitor, Selasa 21 September 2021, laporan tersebut menyebutkan bahwa keberhasilan operasi itu adalah hasil dari banyak faktor.

Di antaranya kegagalan keamanan yang serius oleh Korps Pengawal Revolusi Iran, perencanaan dan pengawasan ekstensif oleh agen mata-mata Mossad, dan ketidakpedulian dari pihak Fakhrizadeh.

Rupanya, setelah hidup selama beberapa dekade di bawah ancaman pembunuhan, Fakhrizadeh telah terbiasa dengan ancaman, akibatnya ia tidak mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan.

Dia tampaknya dibunuh menggunakan senjata komputerisasi berteknologi tinggi yang dilengkapi dengan kecerdasan buatan dan mata multi-kamera, dioperasikan melalui satelit, dan mampu menembakkan 600 peluru per menit.

Dilaporkan bahwa senapan mesin yang dikendalikan dari jarak jauh dapat ditempatkan di mana saja dan dioperasikan dari jarak ribuan kilometer.

Kualitas yang menurut laporan itu kemungkinan besar akan membentuk kembali dunia keamanan dan spionase dengan cara yang belum pernah terlihat sebelumnya.

Kekhawatirannya adalah bahwa teknologi baru ini dapat menimbulkan ancaman serius bagi para aktivis, pembangkang politik, dan tokoh oposisi di negara-negara otoriter yang membeli senjata buatan Israel.

Israel sudah menjadi pusat skandal global tentang cara teknologi spyware "mercenary" yang telah digunakan untuk meretas telepon sekitar 50.000 orang, termasuk kepala negara.

Dilaporkan, sejak bertahun-tahun Israel ingin membunuh Fakhrizadeh, tetapi karena berbagai alasan, rencana mereka selalu gagal.

Namun, begitu jelas bahwa mantan Presiden AS Donald Trump akan digantikan oleh Joe Biden, Israel memutuskan untuk terus memburu pria berusia 63 tahun itu.

Penarikan sepihak Donald Trump dari kesepakatan nuklir Iran pada 2018 meyakinkan Israel, tetapi hal ini tidak berlangsung lama.

Sebelum pemilihannya, Joe Biden berjanji untuk membalikkan kebijakan pendahulunya dan kembali ke Rencana Aksi Komprehensif Gabungan 2015 yang ditentang keras oleh Israel.

Mengetahui bahwa mereka tidak mungkin mendapatkan persetujuan Joe Biden, Israel bertindak sebelum presiden baru bisa menjabat.

Pasalnya, jika Israel akan membunuh seorang pejabat tinggi Iran, tindakan yang berpotensi memulai perang, membutuhkan persetujuan dan perlindungan Washington.

Rupanya, baik Israel maupun AS didorong oleh respons Iran yang relatif hangat terhadap pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani.

Seorang komandan militer Iran yang tewas dalam serangan pesawat tak berawak AS dengan bantuan intelijen Israel pada Januari 2020.

Alasan saat itu adalah jika mereka bisa membunuh pemimpin militer tertinggi Iran dengan sedikit pukulan balik, itu menandakan bahwa Iran tidak mampu atau enggan untuk merespons dengan lebih kuat.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: Middle East Monitor


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x