Kedua, mendesak pembahasan dan pengesahan Raperda Anti-LGBT untuk segera menjadi Perda di Kota Depok. Ketiga, menuntut Pemkot Depok untuk konsisten terhadap visi Depok yang religius, dan terakhir menuntut Pemkot Depok membentuk wajah kota sebagai kota ramah anak.
Hanya melanggengkan diskriminasi dan stigmatisasi
Sementara gelombang penolakan Anti-LGBT mengemuka, suara protes dari kalangan yang menentang aksi berlebihan Pemkot Depok dalam menangani fenomena LGBT, juga tak turut ketinggalan.
Seperti yang disuarakan aktivis HAM dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), yang menyebut surat edaran Wali Kota Depok akan berbahaya.
Baca Juga: Pemerintah Depok Luncurkan Aplikasi SIGAP untuk Jangkau Pengaduan Masyarakat
"Kebijakan Wali Kota Depok melalui surat edarannya yang bakal merazia kelompok LGBT itu adalah hal berbahaya, sebab akan jadi letigimasi untuk melakukan intimidasi yang bentuknya beragam," katanya.
Dia menambahkan, kebijakan Wali Kota Depok justru bakal memperparah stigma yang selama ini melekat terhadap kelompok LGBT.
Atas alasan kemanusiaan, kata dia, kebijakan itu sangatlah tidak patut terhadap kemanusiaan.
"Terlepas dari orientasi seksnya, kelompok LGBT punya hak yang sama seperti warga negara lainnya," ucapnya.