Bukan Hanya Ojol, Tukang Becak dan Ratusan Buruh di Depok Ikut Menjerit Imbas PSBB

- 13 April 2020, 21:06 WIB
ILUSTRASI pegawai buruh.*
ILUSTRASI pegawai buruh.* /Pexels

PIKIRAN RAKYAT - Kasus COVID-19 di Kota Depok terus meningkat pesat setiap harinya bahkan data terakhir pada Minggu, 12 April 2020 telah ada 122 orang yang positif.

Sejak 16 Maret 2020 yang lalu, Mohammad Idris telah menetapkan kotanya sebagai darurat bencana COVID-19.

Pemerintah setempat melalui Gugus Tugas mengklaim telah bekerja secara taktis dan terintegrasi dalam menekan angka penularan.

Meski slogan tersebut tidak berdampak signifikan lantaran sejak kasus pertama diketahui, sampai saat ini Pemkot Depok belum bisa memutus rantai penularan secara signifikan.

Baca Juga: Pakar Matematika: Skenario Terburuk Corona di Indonesia, Setengah Populasi Terinfeksi 

Kini, Pemkot Depok telah secara resmi menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang efektif akan diterapkan mulai Rabu, 15 April 2020.

PSBB merupakan tindak lanjut dari status darurat bencana COVID-19 yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Dalam status itu, Pemkot Depok telah melakukan sejumlah imbauan agar kegiatan-kegiatan sosial budaya, pendidikan, dan keagamaan dilakukan di rumah saja.

Selain itu, secara simultan Pemkot Depok juga terus mengimbau agar kegiatan usaha juga dilakukan di rumah sebagai upaya penanggulangan COVID-19.

Baca Juga: Peneliti Berhasil Abadikan Momen Menakjubkan Virus Corona saat Berusaha Masuk ke Sel Tubuh 

Imbauan ini lantas direspons dengan baik oleh para pelaku usaha termasuk juga perusahaan-perusahaan besar sekelas Ramayana yang pada akhirnya berimbas terhadap banyaknya karyawan yang dirumahkan atau bahkan terpaksa menerima pemutusan hubungan kerja (PHK).

PHK ancaman serius di tengah PSBB

Ilustrasi PHK.*
Ilustrasi PHK.*

COVID-19 selain menyerang imunitas manusia juga menyerang imunitas sektor bisnis dan ekonomi di Kota Depok.

Konsekuensinya ratusan atau bisa jadi ribuan warga bisa tekena imbasnya melalui PHK besar-besaran oleh pihak perusahaan.

Baca Juga: Betah di Rumah Lawan Corona: Simak 5 Film tentang Pamdemi Virus yang Menegangkan 

Di Ramayana saja, ada sekitar 300 karyawan baik karyawan organik atau karyawan suplayer dan tenant yang membuka lapak di sana yang terpaksa harus dirumahkan, sifatnya bukan sementara melainkan sudah permanen.

Ramayana yang berlokasi di Jalan Margonda Raya, Pancoran Mas, Kota Depok secara resmi menutup gerainya lantaran sepi imbas pandemi virus corona Senin 6 April 2020.

Alasan Ramayana melakukan PHK itu memang masih bisa ditolerir lantaran bencana COVID-19 memang benar-benar menurunkan penjualan bisnis mereka.

Kepala Store Manager, Nukmal Amdar menjelaskan penutupan gerai Ramayana tersebut tidak lain karena ada imbas dari pandemi COVID-19 sehingga ada penurunan penjualan.

Baca Juga: Ratu Tisha Resmi Mengundurkan Diri, Simak Sederet Prestasi Sekjen Wanita PSSI Pertama 

Pasalnya, Ramayana merupakan sektor usaha yang sangat bergantung terhadap penjualan atau sales yang digunakan untuk penggajian karyawan.

Akibat penurunan penjualan ini, manajemen tidak bisa bahkan sudah kewalahan melakukan penggantian untuk menutup biaya produksi tetapnya (fixed cost), termasuk pembayaran bagi puluhan karyawannya.

Kurniati, salah satu karyawan Ramayana masih sangat berharap agar PHK itu tidak benar-benar terjadi.

Tapi pun kalau memang harus dilakukan, dia dan rekan yang lain tentu sangat berharap besar agar haknya dibayarkan sesuai undang-undang.

Itu sedikit kisah di sektor retail, belum lagi perusahaan lain, sebut saja pabrik garmen di Kota Depok.

Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Depok, Manto Jorghi mengonfirmasi juga melakukan PHK terhadap lebih kurang 115 karyawannya.

Baca Juga: Ilmuwan Klaim Temukan 6 Jenis Baru Virus Corona pada Kelelawar 

PSBB membatasi pendapatan Ojol hingga tukang becak

DERETAN motor ojek online parkir menunggu pesanan konsumen, di Jalan Purnawarman, Kota Bandung, Selasan(23/3/2020). Dampak pandemi Covid-19 mulai berdampak pada menurunnya jumlah pesanan yang otomatis menurunkan pendapatan mereka. *
DERETAN motor ojek online parkir menunggu pesanan konsumen, di Jalan Purnawarman, Kota Bandung, Selasan(23/3/2020). Dampak pandemi Covid-19 mulai berdampak pada menurunnya jumlah pesanan yang otomatis menurunkan pendapatan mereka. *

Fahriwanto yang berprofesi sebagai tukang becak kini sudah tidak lagi mengayuh kendaraannya.

Tidak ada masalah dengan kakinya, kakinya masih sehat, masih kuat.

Yang bermasalah adalah Fahri sulit menemukan penumpang lantaran sepi imbas pandemi virus corona.

Dia sudah 24 tahun mengayuh becaknya selama itu pula baru kali ini pengalaman terberatnya mencari nafkah dengan becak andalannya di Kota Belimbing ini.

Meski begitu, Fahri masih tidak putus asa. Fahri masih saja memarkirkan becaknya di Jalan Pemuda di bilangan Pancoran Mas mengharap sekian ribu rupiah untuk anak dan istrinya di rumah.

Baca Juga: Betah di Rumah Lawan Corona, UI Ajak Anak Muda Berkreasi Berhadiah Rp 30 Juta 

Hal serupa turut dirasakan Hendri, pengemudi ojek online di Kota Depok merasakan hal yang serupa. Baru social distancing saja, belum PSBB, pendapatannya benar-benar dibatasi akhir-akhir ini.

Kalau lah PSBB itu benar-benar diterapkan, kondisinya menjadi sangat gambling bagi para pengemudi ojol.

Kata Hendri, ojol bukan tidak mau menjalankan PSBB, dia rekan-rekan yang lain juga ingin mengikuti aturan yang ada.

Tapi di sisi lain kalau cuma mengandalkan orderan makanan atau mengirim paket, pendapatannya akan sangat terbatas, tidak bakal cukup.

"Satu hari bisa cuma tiga tarikan paling," ujar Hendri saat ditemui tim Pikiranrakyat-depok.com pada Senin, 13 April 2020.

Baca Juga: Jaga Daya Saing UMKM di Tengah Pandemi Corona, Shopee Beri Bantuan Program Kesejahteraan 

Pemkot Depok harus bertanggung jawab

Ketua DPD PKS Kota Depok, Moh. Hafid Nasir
Ketua DPD PKS Kota Depok, Moh. Hafid Nasir Amir Faisol/PR

Anggota dewan dari PKS, M Hafid Nasir mengingatkan agar Wali Kota Mohammad Idris benar-benar secara serius mendata para warga miskin baru.

Mereka yang berasal dari kalangan karyawan PHK, tukang becak, ojol, dan beberapa pelaku usaha yang secara langsung terdampak bencana COVID-19, tidak boleh terlewatkan.

Sementara sampai saat ini, data-data itu belum ada. Padahal data tersebut dibutuhkan untuk mengakomodasi sejumlah bantuan jaring sosial yang bisa dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Depok.

"Ini harus didata, karena nanti ketika PSBB ini diterapkan harus ada data yang jelas yang dilakukan oleh pemerintah terhadap warga-warga miskin baru yang diakibatkan bencana COVID-19 ini," tutur Hafid Nasir.

Baca Juga: Dikejar Ojol, Maling Ponsel di Depok Terjebak di Kampung yang Lockdown 

Hafid menyebut memang bantuan yang ada saat ini terdiri dari tiga pos yakni dari pemerintah pusat, Pemprov Jawa Barat, dan Pemkot Depok khusus dari APBD.

Hanya saja bantuan dari Pemprov Jabar diberlakukan dengan sistem kuota.

Oleh karena itu, pendataan sangat penting agar warga terdampak yang tidak masuk dalam kuota Pemprov Jabar, bisa dialihkan terhadap dua bantuan yang lainnya.

Khusus warga miskin baru tersebut, Hafid menilai Pemkot Depok harus ikut bertanggung jawab dengan menyediakan jaring pengaman sosial melalui realokasi APBD.

Baca Juga: Uniknya Skywriting di Langit Inggris Setelah 60 Tahun Tak Pernah Terlihat 

Kepala Bidang Jaminanan Sosial Dinas Sosial Kota Depok, Tri Rezeki Handayani sebelumnya menuturkan telah mendaftarkan sekira 100 ribu warga terdampak bencana COVID-19 kepada Pemprov Jabar.

Sayangnya, memang kuota yang disediakan hanya dialokasikan sekira 39 ribu orang.***

Editor: M Bayu Pratama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x