BUMN Ditugaskan Dukung Riset Kampus, Pengamat: Akademisi Tak Hanya Penelitian, Harus Ciptakan Produk

30 November 2020, 11:08 WIB
Ilustrasi riset. /Michal Jarmoluk/Pixabay
 
PR DEPOK - Pengamat ekonomi dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Lily Surraya Eka Putri menyambut baik UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker).
 
Baginya terutama terkait penugasan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam mendukung pengembangan riset dan inovasi ke perguruan tinggi atau kampus.
 
"Dunia akademis harus menyambut kebijakan pemerintah yang menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam mendukung pengembangan riset dan inovasi ke perguruan tinggi," tutur Lilly seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari Antara pada Senin, 30 November 2020.
 
Baca Juga: Bima Arya Minta Habib Rizieq Buka Hasil Swab Test, Jokowi Pernah Singgung Soal Hak Privasi Pasien
 
Menurut Lily, ada satu hal yang harus digarisbawahi dalam UU Cipta Kerja yakni BUMN mendapatkan penugasan khusus untuk pengembangan-pengembangan riset dan inovasi di perguruan tinggi dan lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan (Litbang).
 
Menurutnya, selama ini riset akademis masih berbasis pada aktivitas penelitian bukan pada ouput (keluaran) penelitian yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.
 
Dengan hadirnya UU Cipta Kerja, maka dapat mendukung riset berbasis output untuk kepentingan masyarakat itu.
 
Baca Juga: Dinilai Over Acting, Tifatul Sembiring: Mas Bima, Apa Semua Pasien di Bogor Diperlakukan Seolah HRS?
 
“Dengan kondisi yang semakin berkembang dan kompetitif, mendatang harusnya riset itu berbasis standar biaya keluaran dan menuju paten. Ini sebenarnya sudah didukung oleh UU Cipta Kerja,” ujar Lily.
 
Pengamat itu juga menyampaikan, pemerintah menginginkan dunia pendidikan harus bisa menghasilkan teknologi tepat guna dan peningkatan nilai tambah dan hilirasisi untuk masyarakat.
 
“Jadi, kita di perguruan tinggi tidak boleh hanya penelitian saja, tapi harus ada produk dan nilai tambahnya yang hasil akhirnya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat,” ucapnya.
 
Baca Juga: Tanggapi Pembantaian di Sigi, DPR Desak Perpres Pelibatan TNI untuk Berantas Terorisme Dirampungkan
 
Lebih lanjut dia mengatakan, aktivitas riset teknologi dan sains secara akademis sangat banyak, namun sangat sangat sedikit mempedulikan paten, komersialisasi dan memberikan pemasukan materi pada perguruan tinggi.
 
Selain itu, Lily juga menyoroti dua undang-undang penting yang berubah dalam UU Cipta Kerja, yakni UU 13/2016 tentan Paten dan UU 20/2016 tentang Merek. Dalam UU Cipta Kerja tekait paten dan merek lebih dimudahkan dalam proses mengurusnya.
 
“Prinsipnya, aturan paten dan merek (dalam UU Cipta Kerja) lebih dimudahkan. Ada lima aturan yang diubah, yang prinsipnya ada kegunaan praktis,” ujar dia.
 
Baca Juga: Akui Miliki Kelemahan Komunikasi dan Terkesan Menutupi Kondisi Pasien, RS UMMI Ucap Permohonan Maaf
 
Prinsip itu mengandaikan aktivitas riset dan inovasi harus berkolaborasi dengan dunia industri. Kemudian dari sisi waktu pengurusan izin paten dalam UU Cipta Kerja jauh lebih singkat.***
Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler