3 Kota-Kabupaten di NTT Jadi Kawasan Timur RI Pertama yang Capai Eliminasi Malaria dalam Kurun Waktu 3 Tahun

30 April 2021, 05:35 WIB
Ilustrasi nyamuk penyebab malaria. /Pixabay/FotoshopTofs

PR DEPOK - Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi provinsi di wilayah timur Indonesia pertama dengan kota/kabupaten yang berhasil mencapai eliminasi malaria dalam kurun waktu 3 tahun.

Tercatat 3 kabupaten/kota yang sukses mencapai eliminasi malaria tersebut antara lain Kabupaten Manggarai pada tahun 2019, Kabupaten Manggarai Timur dan Kota Kupang pada tahun 2020.

Kepala Dinas Kesehatan NTT dr Messerassi B. V. Ataupah mengatakan Kabupaten Manggarai mencapai eliminasi malaria pada tahun 2019, sedangkan Kabupaten Manggarai Timur dan Kota Kupang pada tahun 2020.

Baca Juga: Tragedi Kecelakaan Kapal Selam dalam Dua Dekade Terakhir, KRI Nanggala-402 Berukuran Paling Kecil

"Tempo dalam 3 tahun kita berhasil eliminasi malaria, dulu malaria ini masuk dalam 2 besar penyakit di Puskesmas, sekarang malaria sudah keluar dari 10 besar penyakit penyakit yang ada di NTT. Ini kemajuan yang dicapai bersama dengan Kemenkes," tutur Kepala Dinas Kesehatan NTT dr Messerassi B. V. Ataupah.

Proses eliminasi tersebut dimulai sejak tahun 2017.

Selama 3 tahun terakhir, berbagai upaya mulai digalakan pemerintah daerah setempat salah satunya dengan distribusi 973.800 lembar kelambu anti nyamuk kepada masyarakat sasaran.

Baca Juga: Singgung Soal Revolusi 4.0, Bukit Algoritma, dan Babi Ngepet, Pianis Ananda Sukarlan: Indonesia Emang Unik Yah

Selain itu, terdapat 14 kabupaten/kota di NTT yang mencatat endemis rendah, 2 kabupaten/kota endemis sedang, dan 3 kabupaten/kota endemis tinggi.

Alokasi kelambu terbanyak didistribusikan ke masyarakat di daerah endemis tinggi berdasarkan jumlah kelompok tidur dalam rumah dan luar rumah.

"Kabupaten endemis tinggi malaria masih terkonsentrasi di Pulau Sumba," tutur Messerassi.

Baca Juga: Setuju KKB Disebut Teroris, Ruhut Sitompul: Tolong Jangan Berdialog dengan Segelintir Teroris KKB

Penemuan kasus malaria di NTT 84 persen menggunakan mikroskop. Metode pemeriksaan tersebut telah menjadi standar baku di wilayah tersebut.

Sedangkan 14 persen lainnya menggunakan tes cepat diagnostik (RDT).

Meski demikian, Messerassi menilai masalah malaria harus benar-benar diselesaikan lintas sektor karena berhubungan dengan tempat perindukkannya, menurunkan status endemis tinggi di Pulau Sumba, menyediakan akses layanan kesehatan di masa pandemi terutama di daerah sulit, terpencil, dan kepulauan.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: Kementerian Kesehatan

Tags

Terkini

Terpopuler