1.500 WNI Jadi FTF, BNPT Berencana Pergi ke Suriah dan Irak Gelar Assessment untuk Pantau Kelayakan Repatriasi

28 Mei 2021, 13:40 WIB
Ilustrasi terorisme. /Pixabay/tprzem

PR DEPOK - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengumumkan 1.500 warga negara Indonesia (WNI) telah menjadi foreign terrorist fighters/FTF (teroris lintas batas).

"FTF asal Indonesia seperti perkiraan Satgas FTF BNPT total ada 1.500 orang, dengan rincian 800 orang belum pulang, meninggal dunia 100 orang, dideportasi sudah sampai di Indonesia sebanyak 550 orang dan returning 50 orang," kata Kepala BNPT, Boy Rafli Amar dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.

Proses hukum sedang dilakukan terhadap 120 deportan dan returning sejak tahun 2015.

Baca Juga: Mutasi Covid-19 di Cilacap Menular 3 Kali Lebih Cepat, Kemenkes Catat Lonjakan Kasus Baru Termasuk Nakes

Deportan dan returning yang tidak mengalami proses hukum, kini menjalani program deradikalisasi yang melibatkan Balai Rehabilitasi Sosial dan Anak yang memerlukan perlindungan khusus.

"Lalu terkait tahap reintegrasi ke masyarakat dilakukan dengan pengawasan terbuka dan tertutup. Pengawasan terbuka dilakukan dengan kunjungan bagi profil yang dianggap kooperatif, dan tertutup dilakukan melalui surveillance berbasis teknologi informasi," ujarnya.

Pelaksanaan pemantauan terhadap profil deportan dan returning akan dievaluasi untuk melihat tingkat radikalisme, target, dan penentuan skala prioritas dalam menentukan target.

Baca Juga: Kasus Aktif Covid-19 Meningkat di Tangerang Selepas Idul Fitri 2021, Naik hingga 30 Kasus

BNPT berencana pergi ke Suriah dan Irak untuk melakukan assessment terhadap WNI yang menjadi FTF dan memantau kelayakan repatriasi ke Indonesia yang kemudian dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Kami seharusnya ke Suriah dan Irak untuk assessment, namun menunggu sinyal karena kondisi pandemi Covid-19," ucapnya.

Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol R. Ahmad Nurwakhid mengungkapkan kaum milenial sebagai sasaran utama radikalisasi lantaran mereka sangat sensitif terhadap nilai keagamaan.

Baca Juga: 5 Kiper Terbaik Serie A Musim 2020-21, Mulai dari Emil Audero hingga Gianluigi Donnarumma

"Kaum milenial menjadi sasaran utama radikalisasi karena generasi muda itu punya masa depan yang panjang," katanya.

Kaum milenial diklasifikasi menjadi tiga yaitu umur 14-19 tahun, 20-40 tahun, dan 40 tahun sampai 55 tahun.

"Khusus untuk generasi milenial 20-40 tahun ini adalah generasi yang luar biasa dan potensial menjadi sasaran radikalisasi sebab mereka sangat sensitif nilai keagamaannya, kemudian masih dalam fase pertumbuhan yang emosional sehingga terkadang dia labil,” ujarmya.

Baca Juga: 5 Pemain Bintang yang Tidak Masuk Skuad Spanyol Jelang Euro 2020, Mulai dari Nacho hingga Sergio Ramos

Radikalisme dan terorisme menjadi musuh negara lantaran ideologi yang dibawa bertentangan dengan perjanjian yang sudah menjadi konsensus bangsa Indonesia yakni Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler