PR DEPOK - Adanya wacana masa jabatan presiden tiga periode dinilai meniru cara berpikir Orde Baru yang berpotensi mengkultuskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) seperti Presiden Soeharto.
Penilaian itu disampaikan oleh akademisi komunikasi politik, Mikhael Rajamuda Bataona.
“Saya membaca bahwa agenda tiga periode ini sudah meniru cara berpikir Orde Baru, di mana Jokowi akan dijadikan seperti Soeharto lewat kultus individu dan mistifikasi individu terhadap sosoknya sebagai pemimpin," kata Mikhael Rajamuda Bataona dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara pada Kamis, 24 Juni 2021.
Baca Juga: Soal Wacana Presiden 3 Periode, Benny Harman: Berhentilah Niat dan Ambisi Merusak Negara
Padahal, menurutnya, rakyat Indonesia diragukan mau memiliki presiden yang menjabat selama tiga periode berturut-turut.
"Pertanyaannya, jika suatu saat yang terpilih itu bukan Jokowi tapi tokoh lain yang menjadi anti tesis dari Jokowi, apakah orang mau berlama-lama dengan seorang Presiden jenis ini selama 15 tahun?" ucapnya.
Rajamuda menyebut bahwa pembatasan masa jabatan dinilai perlu ada lantaran kekuasaan dinilainya sangat 'menggoda'.
"Jadi karena kekuasaan itu sangat menggoda untuk diselewengkan alias 'tends to corrupt' maka pembatasan itu perlu dan wajib," katanya.
Menurutnya godaan pemimpin Jawa adalah merajakan dirinya melalui kultus individu ini.
"Jadi kalau Jokowi dikultuskan maka ini berbahaya. Sebab ia akan menghadapi perlawanan dari citranya sendiri yang dikultuskan yang sebenarnya dia sendiri sudah menolaknya," tuturnya,
Rajamuda mengemukakan Soeharto pernah melakukannya yang berakibat negara hancur lantaran kultus individu terhadap Soeharto dan Orde Baru.
"Artinya kasihan Jokowi. Jangan sampai citranya yang disebut baik dan merakyat oleh para pendukungnya ini sedang dimanfaatkan oleh elit yang punya agenda kekuasaan dan bisnis," katanya.
Dia menambahkan, jangan sampai terjadi pembelokan wacana yang dilandasi politik kekuasaan yang dioperasikan oleh operator-operator kekuasaan yang sedang berusaha mengamankan kepentingan kekuasaan politiknya dan bisnis mereka setelah 2024.
Wacana presiden tiga periode sebagai teknik kekuasaan yang dioperasikan oleh operator-operator politik yang didukung oleh elit dan rezim bisnis-politik tertentu di Jakarta.
Sebelumnya, Pengamat Politik Wempy Hadir berpendapat bahwa wacana perpanjangan masa jabatan presiden sampai tiga periode didorong oleh kepentingan pragmatis sejumlah elit politik.
Menurutnya, mereka (sejumlah elit politik) ingin memperoleh keuntungan selama Presiden Joko Widodo terus menjabat.
“Ada permainan elit politik. Saya kira orientasinya kekuasaan, bukan membangun bangsa dan negara,” katanya.***