PR DEPOK – Sebagaimana diketauhi bahwa jabatan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan akan usai pada akhir 2022.
Awal mulanya, Kasetrpres Heru Budi disebut akan menjadi Plt Gubernur DKI Jakarta menggantikan Anies Baswedan.
Namun saat ini, terdapat isu yang menyatakan bahwa Kapolda Metro Jaya Fadil Imran yang akan menggantikan atau menjadi Plt Gubernur DKI Jakarta.
Baca Juga: Mengenal Set Top Box dan Fungsinya, Perangkat yang Diperlukan untuk Migrasi TV Analog ke TV Digital
Hal tersebut terjadi karena pada 2023 tidak akan ada pemilu, dan pemilu akan diadakan pada 2024.
Refly Harun selaku pakar hukum tata negara memberikan pandangannya perihal Plt pengganti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Menurut Refly Harun, biasanya Plt kepala daerah dipilih langsung kepada pejabat eselon 1 dengan jangka waktu masa jabatan tidak terlalu lama.
"Kalau jabatan kepala daerah kosong itu, digantikan Plt yang ditunjuk dari pejabat eselon 1, ya setingkat dirjen, sekjen, dan lain sebagainya. Tapi Plt tersebut harusnya ya tidak lama," sebut Refly Harun sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari kanal YouTube Refly Harun pada 16 Januari 2022.
Pasalnya menurut Refly Harun, jika seseorang menjadi Plt selama dua tahun, hal itu bukan Plt, karena jangka waktu dua tahun merupakan setengah masa jabatan kepala daerah.
"Jadi mestinya memang peralihannya tidak lama, kalau dua tahun namanya bukan Plt lagi, tapi sudah separuh masa jabatan dilalui," sebut Refly Harun.
Kendati demikian, Refly Harun merasa bahwa seharusnya kepala daerah pengganti Anies Baswedan dipilih oleh DPRD untuk mengisi kekosongan jabatan sementara Gubernur DKI Jakarta.
"Buat saja pemilihan kepala daerah oleh DPRD, jadi itu yang lebih legitimate. Jadi kepala daerah itu wilayah demokrasi lokal, wilayah kepemimpinan lokal," sebut Refly Harun.
"Kalau seandainya terjadi kekosongan yang lama seperti sekarang 2 tahun, maka harusnya aturannya dipilih saja oleh DPRD," kata Refly Harun.
Berkaitan dengan Anies Baswedan yang akan digantikan oleh Fadil Imran, Refly Harun menjelaskan bahwa sebisa mungkin jangan dari TNI atau Polri.
"Kalaupun ada Plt, ya sedapat mungkin jangan dari TNI dan Polri. Kalau dari Polri mungkin kita masih berdebat soal boleh dan tidaknya, karena pada dasarnya Polri sipil juga," sebut Refly Harun.***