UU IKN Ditolak Warga Kalimantan Timur, HNW: Wajar, Itu Bukan Janji Kampanye Jokowi

20 Januari 2022, 11:45 WIB
Hidayat Nur Wahid. /Twitter @hnurwahid/

PR DEPOK – Terkait RUU Ibu Kota Negara (IKN) yang disetujui Pemerintah Indonesia dan DPR baru-baru ini, banyak pihak yang turut memberikan tanggapan termasuk Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid (HNW).

HNW sangat menyangkan bahwa RUU IKN sudah disetujui oleh pemerintah dan DPR.

Pasalnya, dalam proses pembahasan RUU IKN, pemerintah belum membuka partisipasi dari masyarakat.

Baca Juga: Kata-kata Bijak Albert Schweitzer tentang Kehidupan yang Sarat Makna dan Motivasi Spiritual

“Saya menyayangkan RUU ibu kota negara yang disetujui oleh pemerintah dan DPR, tetapi dalam proses pembahasannya belum membuka partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya sebagaimana diatur dalam UU. Terbukti banyak kritik dari para pakar dan tokoh senior seperti Prof Emil Salim, Rizal Ramli, Didiek J Rahbini, hingga Faisal Basri juga dari Walhi, IAI, dan bahkan penolakan dari masyarakat pasca RUU tersebut disetujui,” ujar HNW melalui siaran pers di Jakarta pada Rabu, 19 Januari 2022 seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari situs resmi MPR.

Padahalnya, pemindahan IKN merupakan suatu hal yang sangat krusial, karena berkaitan dengan eksistensi dan masa depan seluruh warga Bangsa NKRI, bukan hanya terkait dengan sebagian elite politik di Jakarta. 

Maka dari itu, HNW menilai wajar jika ada suara penolakan terbuka justru datang dari masyarakat Kalimantan Timur.

Baca Juga: Hasil NBA: Tak Diperkuat Kevin Durant, Brooklyn Nets Tetap Tampil Perkasa Libas Washington Wizards 119-118

Masyarakat di provinsi IKN baru menyampaikan penolakan terhadap UU IKN dengan membentuk Koalisi Masyarakat Kaltim yang terdiri dari Walhi Kaltim, LBH Samarinda, dan Jatam Kaltim.

Penolakan dilakukan karena mereka merasa tidak mendapatkan sosialisasi yang cukup maupun akses untuk bisa berpartisipasi sebagaimana hak yang sudah diberikan oleh UU.

“Wajar mereka menyampaikan sikapnya termasuk bila masyarakat akan melakukan referendum, yang tentu saja referendum yang dimaksud di sini adalah referendum secara umum yang pengertiannya disebut dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai wujud partisipasi publik dalam Pasal 96 UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dan referendum jenis itu bukanlah Referendum untuk ubah UUD 1945, karena referendum jenis itu sudah dihapuskan oleh TAP MPR no VIII/1998, dan UU No 6 Tahun 1999,” ujarnya.

Baca Juga: Minta Megawati Pecat Arteria Dahlan karena Kritik Kajati Bicara Sunda di Rapat, Gus Umar: Dia Anti Keragaman

HNW menilai bahwa dalam proses pembuatan dan pengujian keputusan wajar jika melibatkan sebanyak-banyaknya komponen rakyat Indonesia. Misalnya melalui referendum (jajak pendapat) rakyat Indonesia.

Penggunaan referendum dalam menentukan pemindahan ibu kota negara, adalah wujud nyata membuka peluang partisipasi masyarakat seluas-luasnya sebagaimana ketentuan dasar yang tercantum dalam Pasal 96 UU no 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2019 (UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan).

Bila merujuk kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makna referendum secara umum adalah ‘penyerahan suatu masalah kepada orang banyak supaya mereka yang menentukannya. Bukan hanya diputuskan oleh rapat atau parlemen. Tapi penyerahan suatu persoalan supaya diputuskan dengan pemungutan suara umum (semua anggota suatu perkumpulan atau segenap rakyat)’. 

Baca Juga: Ridwan Kamil Minta Arteria Minta Maaf Usai Kritik Bahasa Sunda, Fadli Zon: Justru Harusnya Dihidupkan Kembali

Lebih lanjut, anggota DPR RI dari Dapil Jakarta II itu menegaskan bahwa penolakan pemindahan IKN juga lantaran bukan program prioritas Presiden Jokowi.

“Hal yang juga menjadi alasan mengapa PKS menolak RUU IKN, walaupun menjadi satu-satunya fraksi di DPR yang menolak. Itu semua karena PKS mementingkan agar Presiden Jokowi memberlakukan asas prioritas dengan terlebih dahulu merealisasikan janji-janji kampanyenya saat jadi capres, karena pemindahan ibu kota tidak ada dalam UU RPJP maupun dalam janji kampanye Jokowi saat pilpres”, kata HNW.

Selain itu, situasi pandemi dan makin bertambahnya utang negara semestinya menjadi prioritas negara agar anggaran yang ada dimaksimalkan untuk membantu rakyat mengatasi Covid-19 dan dampak-dampak ekonominya.

Baca Juga: Bupati Langkat Ditangkap KPK karena Dugaan Maling Uang Rakyat, Diduga Terima Sejumlah Uang dari Pengusaha

“Bukan untuk memindahkan atau membangun ibu kota negara yang tidak ada dalam janji/program kampanye pilpres, dan bukan prioritas keperluan rakyat,” ujar HNW menambahkan.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: MPR RI

Tags

Terkini

Terpopuler