PR DEPOK - Peristiwa pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 30 September 1965 atau yang lebih dikenal G30S PKI merupakan kejadian kelam bagi bangsa Indonesia yang terjadi di Lubang Buaya
Seperti diketahui, peristiwa kekejaman G30S PKI pada 57 tahun silam, telah memakan korban para petinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat AD dan beberapa korban lainnya, yang ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi lewat beberapa Keputusan Presiden di tahun 1965.
Demi mengenang jasa-jasa mereka yang menjadi korban kekejaman G30S PKI tahun 1965, Pikiranrakyat-Depok.com telah merangkum profil lengkap Pahlawan Revolusi.
Baca Juga: Kenapa Daftar Kartu Prakerja Selalu Gagal? Simak Berikut Cara Lolos Seleksi
1. Jenderal Ahmad Yani
Jenderal Ahmad Yani merupakan seorang petinggi TNI AD di masa Orde Lama yang lahir di Jenar, Purworejo pada 19 Juni 1922.
Masa muda Ahmad Yani dihabiskan dengan mengikuti pendidikan Heiho di Magelang dan Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor.
Setelah itu, karier Ahmad Yani berkutat di militer. Dia lantas turut serta dalam pemberantasan PKI Madiun 1948, Agresi Militer Belanda II, dan juga penumpasan DI/TII di Jawa Tengah silam.
Pada tahun 1958, Jenderal Ahmad Yani diangkat sebagai Komandan Komando Operasi 17 Agustus di Padang, Sumatera Barat untuk menumpas pemberontakan PRRI.
Baca Juga: Tiga Pelaku Percobaan Penculikan Pelajar SMP di Jakarta Timur Diringkus, Modus Aksinya Terungkap
Selanjutnya, Jenderal Ahmad Yani diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) tahun 1962. Namun, pada 1965 dia mendapat fitnah bahwa dirinya ingin menjatuhkan Presiden Soekarno.
Jenderal Ahmad Yani pun tewas ketika pemberontakan G30S PKI pada 1 Oktober 1965.
2. Letjen Suprapto
Letjen Suprapto lahir di Purwokerto pada 20 Juni 1920 silam. Dia sempat mengikuti pendidikan di Akademi Militer Kerajaan Bandung, namun harus terhenti lantaran pendaratan Jepang di Indonesia.
Pada awal kemerdekaan Indonesia, Letjen Suprapto turut berjuang dalam usaha merebut senjata pasukan Jepang di Cilacap.
Baca Juga: 2 Cara Daftar BLT BBM September 2022, Lengkapi Syarat Ini untuk Cairkan Bansos Rp600.000
Selanjutnya, Letjen Suprapto masuk sebagai Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Purwokerto dan ikut dalam pertempuran di Ambarawa sebagai ajudan Panglima Besar Sudirman.
Karier Letjen Suprapto terus melejit di kemiliteran. Akan tetapi, pada saat PKI mengajukan pembentukan angkatan perang kelima, Suprapto menolaknya.
Sehingga, Letjen Suprapto pun menjadi korban kekejaman G30S bersama para petinggi TNI AD lainnya. Jasadnya ditemukan di Lubang Buaya dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.
3. Letjen S. Parman
Letjen S. Parman memiliki nama lengkap Siswondo Parman. Dia merupakan salah satu petinggi TNI AD di masa Orde Lama yang lahir di Wonosobo, Jawa Tengah, pada 4 Agustus 1918 silam.
Baca Juga: Polri Siapkan Sidang Komisi Banding Ferdy Sambo, Dipimpin Pati Bintang Tiga
Pendidikan Letjen S. Parman lebih berkutat di bidang intelijen. Bahkan, dia pernah dikirim ke Jepang untuk memperdalam ilmu intelijen pada Kenpei Kasya Butai.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, Letjen S. Parman mengabdi di Tanah Air untuk memperkuat militer Indonesia.
Pengalaman Letjen S. Parman di bidang intelijen sangat berguna bagi TNI pada saat itu. Ia mengetahui rencana-rencana PKI yang ingin membentuk angkatan kelima.
Akan tetapi, pada 1 Oktober 1965 ia pun diculik dan dibunuh bersama para jenderal lainnya dan harus gugur oleh kekejaman G30S PKI dan diberi gelar Pahlawan Revolusi.
4. Letjen M.T. Haryono
Letjen M.T. Haryono memiliki nama lengkap Mas Tirtodarmo. Dia lahir pada 20 Januari 1924 di Surabaya, Jawa Timur.
Sebelum terjun ke dunia militer, Letjen M. T. Haryono pernah mengikuti Ika Dai Gaku (sekolah kedokteran) di Jakarta pada masa pendudukan Jepang dan setelah Indonesia merdeka, dia bergabung bersama TKR dengan pangkat mayor.
Keahlian Letjen M.T. Haryono dalam berbahasa Belanda, Inggris, dan Jerman berguna bagi Indonesia ketika melakukan berbagai perundingan internasional.
Letjen M.T. Haryono kemudian berkutat di Kementerian Pertahanan dan sempat menjabat sebagai Sekretaris Delegasi Militer Indonesia.
Selanjutnya, dia menjadi Atase Militer RI untuk Negeri Belanda (1950) dan sebagai Direktur Intendans dan Deputy Ill Menteri/Panglima Angkatan Darat (1964).
Baca Juga: Cara Daftar Kartu Prakerja Online di prakerja.go.id, Gelombang 44 Segera Dibuka
Namun kekejaman G30S PKI di tahun 1965 telah merenggut nyawanya bersama dengan para petinggi TNI AD lain.
5. Mayjen D. I. Pandjaitan
Mayjen D. I. Pandjaitan yang bernama lengkap Donald Ignatius Panjaitan lahir pada 9 Juni 1925 di Balige, Tapanuli.
Pada masa pendudukan Jepang, Pandjaitan masuk pendidikan militer Gyugun dan ditempatkan di Pekanbaru, Riau sampai saat proklamasi kemerdekaan.
Setelah Indonesia merdeka, Pandjaitan ikut membentuk TKR dan memiliki karier yang cemerlang di bidang militer.
Menjelang akhir hayatnya, ia diangkat sebagai Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat dan mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat.
Namun sayangbya, jenderal dari Sumatra ini pun harus tewas atas kekejaman G30S PKI tahun 1965 silam bersama para jenderal lainnya.
6. Mayjen Sutoyo Siswomiharjo
Mayjen Sutoyo Siswomiharjo lahir 28 Agustus 1922 di Kebumen, Jawa Tengah.
Pada masa pendudukan Jepang, Sutoyo mendapat pendidikan di Balai Pendidikan Pegawai Tinggi di Jakarta, dan menjadi pegawai negeri pada Kantor Kabupaten di Purworejo.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, iao masuk sebagai TKR bagian Kepolisian yang akhirnya menjadikan dia anggota Korps Polisi Militer.
Selanjutnya, Sutoyo diangkat menjadi ajudan Kolonel Gatot Subroto, lalu menjadi Kepala Bagian Organisasi Resimen II Polisi Tentara di Purworejo.
Baca Juga: Nama Penerima BLT BBM 2022 Ada di Sini, Cek untuk Dapatkan Rp600.000
Tahun 1961, ia diserahi tugas sebagai Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat. Namun, lantaran Sutoyo yang menentang pembentukan angkatan kelima, sehingga dia harus ikut gugur dalam peristiwa G30S PKI.
7. Brigjen Katamso
Brigjen Katamso lahir pada 5 Februari 1923 di Sragen, Jawa Tengah. Pada masa pendudukan Jepang ia mengikuti pendidikan militer pada PETA di Bogor, lalu diangkat menjadi Shodanco Peta di Solo.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Ri, dia masuk TKR yang kemudian menjadi TNI dan terus berkiprah bersama militer Indonesia.
Pada tahun 1958, Brigjen Katamso dikirim ke Sumatra Barat untuk menumpas pemberontakan PRRl sebagai Komandan Batalion A Komando Operasi 17 Agustus.
Selanjutnya, Brigjen Katamso menjadi Kepala Staf Resimen Team Pertempuran (RIP) II Diponegoro di Bukittinggi.
Namun sayngnya, nyawa Brigjen Katamso juga hilang oleh kekejaman G30S PKI. Jenazahnya ditemukan 22 Oktober 1965 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.
8. Kapten Pierre Tendean
Kapten Piere Tendean lahir 21 Februari 1939 di Jakarta. Setelah selesai mengikuti pendidikan di Akademi Militer Jurusan Teknik tahun 1962, dia menjabat sebagai Komandan Peleton Batalyon Zeni Tempur 2 Komando Daerah Militer II/Bukit Barisan di Medan.
Selanjutnya, Kapten Piere Tendean ikut bertugas menyusup ke daerah Malaysia ketika sedang berkonfrontasi dengan Malaysia.
Lalu, pada April 1965, perwira muda ini diangkat sebagai ajudan Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/ Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Nasution.
Pada saat bertugas, Kapten Pierre Tendean tertangkap oleh kelompok G30S PKI.
Pada saat itu, dia mengaku sebagai A. H. Nasution, sehingga sang jenderal berhasil melarikan diri. Sehingga, dirinya harus mengorbankan nyawa untuk melindungi Jenderal Nasution.
9. A.I.P. II K. S. Tubun
Karel Satsuit Tubun lahir di Tual. Maluku Tenggara pada 14 Oktober 1928 silam.
Setelah lulus dari Sekolah Polisi Negara di Ambon, K.S Tubun diangkat sebagai Agen Polisi Tingkat II dan mendapat tugas dalam kesatuan Brigade Mobil (Brimob) di Ambon.
Dia lantas ditempatkan di kesatuan Brimob Dinas Kepolisian Negara di Jakarta, lalu tahun1955 K.S Tubun dipindahkan ke Medan Sumatera Utara dan tahun 1958 dipindahkan ke Sulawesi.
Pada saat terjadi G30S PKI, dia termasuk salah seorang korban kekejaman pemberontakan tersebut, yang mana waktu itu sedang bertugas sebagai pengawal di kediaman Dr. Y. Leimena yang berdampingan dengan rumah Jenderal A. H. Nasution.
K. S Tubun melawan dan terjadi pergulatan yang menyebabkan dirinya kena tembak hingga gugur. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
10. Kolonel Sugiyono
Kolonel Sugiyono lahir pada 12 Agustus 1926 di Desa Gendaran, daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Pada masa pendudukan Jepang Sugiyono mendapat pendidikan militer pada Pembela Tanah Air (PETA).
Setelah itu, Kolonel Sugiyono diangkat menjadi Budanco di Wonosari dan dia terus berkecimpung di dunia militer mengikuti beberapa penumpasan pemberontakan di Tanah Air.
Kemudian, pada 1 Oktober 1965, Kolonel Sugiyono yang baru saja kembali dari Pekalongan ditangkap di Markas Korem 072 yang telah dikuasai gerombolan PKI.
Kolonel Sugiyono telah dibunuh di Kentungan di sebelah Utara Yogyakarta dan jenazahnya ditemukan pada 22 Oktober 1965, lalu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.
Itulah profil dan biodata lengkap Pahlawan Revolusi yang gugur oleh kekejaman G30S PKI tahun 1965 demi melindungi ideologi negara Indonesia.***