Sibuk Urusan Pilpres 2024, Pengamat Sebut Jokowi Akan Dikenang dengan Julukan 'Bapak Cawe-Cawe'

9 Juni 2023, 14:11 WIB
Presiden Jokowi saat Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia pada Minggu, 14 Mei 2023. /Antara/Hafidz Mubarak A./nym/

PR DEPOK - Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie komentari surat terbuka Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana yang ditujukan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI perihal pemecatan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dalam surat itu, Denny mengatakan bahwa Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan pimpinan partai politik dalam menentukan arah koalisi dan pasangan capres-cawapres menuju Pilpres 2024.

"Jokowi harus legowo saat turun (tak lagi menjabat jadi presiden) 2024. Bukan malahan sibuk capres dan cawapres. Bapak presiden harus tahu tak ada dalam Undang-undang manapun presiden sibuk ngurus pencapresan," kata Jerry ketika dihubungi PikiranRakyat-Depok.com pada Jumat, 9 Juni 2023.

Baca Juga: KJP Plus Tahap 1 Bulan Juni 2023 Sudah Cair, Benarkah Siswa Hanya Bisa Cairkan Rp100.000?

Jerry juga menilai mestinya Presiden Jokowi memberikan wejangan saja kepada siapapun pemimpin ke depan dan mengingatkan untuk lebih mengutamakan kepentingan rakyat bukan hanya kelompok maupun pribadi.

"Memang kalau Soekarno berjuluk Bapak Proklamator, Soeharto Bapak Pembangunan, BJ Habibie Bapak Otonomi, Gus Dur Bapak Toleransi, Susilo Bambang Yudhoyono Bapak Perdamaian, dan Jokowi akan dikenang sebagai Bapak cawe-cawe," ujarnya.

Menurutnya, kalau Jokowi ingin menjadi sahabat rakyat bukan musuh rakyat maka harus peduli, cinta rakyat dan berkorban untuk rakyat.

Baca Juga: Sedap! Ini 5 Rekomendasi Kuliner Tengkleng Populer di Wonosari, Yogyakarta Dilengkapi Alamatnya

"Jangan munafik dan penuh kepalsuan," kata pengamat politik itu.

Sebelumnya, Denny menyebut Presiden Jokowi telah menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan pimpinan partai politik dalam menentukan arah koalisi dan pasangan capres-cawapres menuju Pilpres 2024.

“Berbekal penguasaannya terhadap pimpinan KPK, yang baru saja diperpanjang masa jabatannya oleh putusan MK, presiden mengarahkan kasus mana yang dijalankan dan kasus mana yang dihentikan termasuk oleh Kejaksaan dan Kepolisian,” kata Denny dalam surat yang diunggahnya di akun Twitter @dennyindrayana.

Baca Juga: Sinopsis Film Kutukan Sembilan Setan, Ternyata Diangkat dari Kisah Nyata!

Kata dia, bukan hanya melalui kasus hukum, bahkan kedaulatan partai politik juga diganggu jika ada tindakan politik yang tidak sesuai dengan rencana strategi pemenangan Pilpres 2024.

“Suharso Monoarfa misalnya, diberhentikan sebagai ketua umum partai. Ketika saya bertanya kepada seorang kader utama PPP Kenapa Suharso dicopot,sang kader menjawab, ada beberapa masalah tetapi yang utama karena "Empat kali bertemu Anies Baswedan”,” kata dia.

“Ketika Soetrisno Bachir menanyakan, Kenapa PPP tidak mendukung Anies Baswedan padahal mayoritas pemilihnya menghendaki demikian, dan akibatnya PPP bisa saja hilang di DPR pasca Pemilu 2024. Arsul Sani menjawab "PPP mungkin hilang di 2024 jika tidak mendukung Anies, tetapi itu masih mungkin. Sebaliknya jika mendukung Anies sekarang, dapat dipastikan PPP akan hilang sekarang juga," karena bertentangan dengan kehendak penguasa,” ujarnya melanjutkan.***

Editor: Nur Annisa

Tags

Terkini

Terpopuler