Fakta Forensik Kematian Mirna Salihin yang Diungkap dr.Djaja, Meninggal Bukan Karena Sianida?

7 Oktober 2023, 14:08 WIB
Ahli forensik, dr. Djaja, mengungkap fakta saat dirinya mengotopsi jenazah Mirna, tak ditemukan sianida dalam bagian tubuh ini. /Tangkap layar YouTube/dr. Richard Lee MARS/

PR DEPOK - Kasus kopi sianida yang menewaskan Mirna Salihin, kembali viral di kalangan publik setelah tayangan dokumenter Netflix, Ice Cold. Fakta-fakta forensik terkait kematian Mirna Salihin pada akhirnya juga ikut terungkap ke publik.

dr. Djaja Surya Atmaja (dr. Djaja) sebagai salah satu dokter yang pertama kali memeriksa kondisi jasad Mirna Salihin setelah kematiannya, mengungkap fakta forensik kematian Mirna dalam unggahan video YouTube dr.Richard Lee, 6 Oktober 2023.

Diketahui, bahwa dr. Djaja pertama kali memeriksa kondisi jasad Mirna Salihin, 2 jam setelah kematian. Ia juga merupakan dokter yang bertanggung jawab untuk mengawetkan jasad Mirna Salihin sebelum dibawa ke rumah duka.

dr. Djaja mengungkapkan bahwa jika ada kematian yang tidak wajar, maka harus dilakukan otopsi terhadap jasad korban untuk mengetahui penyebab kematian. Dalam kasus Mirna Salihin, ada kemungkinan awal bahwa dia dibunuh.

Baca Juga: Kementerian ESDM Bagi-Bagi Rice Cooker Gratis, Cek Syarat dan Kriteria Penerima di Sini!

Sayangnya, saat itu pihak keluarga Mirna Salihin tidak mengizinkan jaa Mirna untuk dilakukan otopsi. Pihak forensik pada akhirnya hanya mengambil sampel dari jasad Mirna tanpa adanya otopsi secara keseluruhan.

Keluarga Menolak Otopsi Mirna Salihin

Saat dr. Djaja pertama kali memeriksa kondisi jasad Mirna sebelum di formalin (diawetkan), belum ada dugaan mengenai adanya sianida yang diduga menjadi penyebab kematian.

"Jadi 2 jam setelah kematian,karena mau formalin, saya sebagai dokter, saya nanya dulu kenapa ini matinya? Matinya karena habis minum kopi, mati, katanya," tutur dr. Djaja, dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari YouTube dr.Richard Lee, MARS, 7 Oktober 2023.

Baca Juga: 5 Penjual Bebek Goreng di Sidoarjo yang Wajib Dikunjungi, Dagingnya Renyah dan Sambalnya Nikmat!

"Tapi ada ya, saya gak tau ini siapa yang ngomong, pokoknya ada terdengar sianida. Saya langsung bilang, karena itu kasus tidak wajar kan. Kita diajari di forensik, kalau mati tidak wajar harus diotopsi, karena tanpa otopsi, tidak ada sebab mati," ungkap sang dokter.

Saat itu, karena mendengar 'selentingan' informasi terkait sianida yang diduga menjadi penyebab kematian Mirna, dr. Djaja menyarankan agar dilakukan otopsi secara menyeluruh sebelum dilakukan pengawetan. Sayangnya, pihak keluarga Mirna tidak mengizinkan.

"Karena saya bilang haru otopsi, nah, disitulah saya ketemu sama bapaknya (Mirna). Dia bilang dia tidak mau otopsi," ucap dr. Djaja.

Karena adanya penolakan dari pihak keluarga, dr. Djaja akhirnya melakukan pemberian formalin pada jasad Mirna Salihin atas izin dari polisi, meskipun saat itu penyebab kematian belum dipastikan.

Baca Juga: Bansos PKH dan BLT BPNT Cair Oktober 2023, Begini Cara Daftar dan Cek Penerima Online

Sebagai informasi, jasad yang sudah diformalin, apabila nantinya dilakukan otopsi, bisa saja hal ini akan mengubah hasil otopsi, misalnya ada kemungkinan terjadi kemasukan formalin pada lambung.

Pengambilan Sampel Jasad Mirna Salihin

Tak berselang lama, dr. Djaja mengungkapkan bahwa keluarga Mirna tiba-tiba mengizinkan proses otopsi, jasad Mirna akhirnya dibawa dari rumah duka ke RS Polri, untuk dilakukan otopsi oleh dr. Slamet Purnomo.

"Pas malemnya, malem kembang (3 hari setelah kematian), besok mau dikubur, tau-tau oke mau otopsi. Nah, kemudian ya udah, mau diotopsi dibawalah tuh jam 11 malam," kata dr. Djaja.

Baca Juga: Recommended! 6 Lokasi Mie Ayam Paling Nikmat dengan Porsi Melimpah di Bantul, Yogyakarta

Sayangnya, pihak keluarga Mirna kembali mencabut izinnya, mereka tidak memperbolehkan dr. Slamet melakukan otopsi secara menyeluruh kepada Mirna, akhirnya hanya dilakukan pengambilan sampel dari beberapa bagian tubuh.

"Yang meriksanya itu dr. Slamet Purnomo, yang forensik patologi. Tapi waktu mau diotopsi, eh, keluarga menolak lagi, ya pokoknya keras lah (menolaknya), setujunya ambil sampel saja," ungkap dr.Djaja.

"Akhirnya, waktu itu dibuka perutnya doang, diambil isi lambungnya, nah diambil isi lambungnya, ambil jaringan hatinya, ambil darah, ambil urin, udah ditutup lagi," tambah sang dokter.

Baca Juga: Daftar Drakor dan Variety Show Korea yang Tidak Tayang Minggu Ini karena Asian Games 2023

Hasil Uji Kadar Sianida di Lambung Mirna Seharusnya Tidak Menyebabkan Kematian

Lebih lanjut, dr. Djaja mengungkapkan bahwa saat pertama kali sampel muntahan Mirna di rumah sakit ketika masih hidup dikirimkan ke Puslabfor, hasil uji sianidanya negatif.

Namun, setelah dilakukan pengambilan sampel pada jasad Mirna, ditemukan adanya kandungan 0,2 mg/L sianida di dalam lambung. Menurut dr. Djaja, ini adalah kadar yang sangat kecil, dan seharusnya tidak menyebabkan kematian.

Baca Juga: Top Markotop! 6 Penjual Nasi Goreng di Sidoarjo yang Enak dan Unik, Ada Nasgor Gentong

Dosis letal dari sianida yang bisa menyebabkan kematian pada manusia adalah 150-250 mg/L.

"Di lambung ketemu 0,2 mg/L, itu kecil banget. Yang letal dose itu kalau dimakan itu 50 persen orang pasti mati, itu 150-250 mg," ungkap dr.Djaja,

dr. Djaja juga mengungkapkan kejanggalan terkait temuan kadar sianida di lambung Mirna, dimana dalam uji sebelumnya (muntahan Mirna), tidak ditemukan adanya sianida.

Logikanya bahwa jika sebelumnya sianida ditemukan dalam jumlah besar, ada kemungkinan saat dilakukan uji kembali, jumlah kadarnya menjadi berkurang.

Namun. dalam kasus Mirna, menurut dr. Djaja cukup aneh karena sebelumnya tidak ditemukan adanya sianida. Ia juga mengungkapkan bahwa munculnya sianida ini bisa jadi karena pembusukan, dimana pembusukan bisa menghasilkan sianida walaupun kecil.

Baca Juga: 7 Pilihan Rumah Makan Terkenal di Kebumen, Menu Makanan Bervariasi dan Tempat Luas

Tidak Ditemukan Sianida dalam Darah, Urin, dan Hati

Dalam keterangannya, dr. Djaja menyebutkan bahwa salah satu indikator seseorang terkena racun sianida, adalah adanya kandungan tiosianat di dalam hati, darah, dan urin. Dalam kasus Mirna, semuanya tidak ditemukan.

"Kalau diperiksa, di liur juga ada. Nah itu (Mirna), tidak ada," ungkap dr. Djaja.

Ia juga menyebutkan kalaupun ada kandungan sianida dengan dosis letal (150-250 mg) yang bisa menyebabkan kematian, seharusnya juga ditemukan kadar sianida dalam darah, hati, dan urin.

Namun, lagi-lagi dalam kasus Mirna Salihin, kandungan sianida tersebut tidak ditemukan baik di darah, urin, ataupun hati. Sianida hanya ditemukan di lambung Mirna, itupun dalam dosis yang sangat kecil.

Baca Juga: Seuhah! Inilah 5 Bakso Enak di Garut, Legendaris dengan Kuah Kaldu Udang Gurih

Jasad Mirna Tidak Menunjukkan Tanda-tanda Meninggal karena Sianida

Saat pertama kali memeriksa kondisi jasad Mirna, 2 jam setelah kematian, dr. Djaja tidak menemukan adanya tanda-tanda yang biasanya muncul pada orang yang meninggal karena sianida.

"Karena saya sudah selentingan itu sianida, saya lihat mukanya. Orang keracunan sianida salah satu tanda utamanya adalah bikin mukanya merah terang, lebam mayatnya merah terang," tutur dr. Djaja.

"Ini lebam mayatnya biru, mukanya biru, semuanya biru, jadi gak cocok," tambahnya.

Baca Juga: Enak Rek! 8 Kudapan Ayam Bakar di Surabaya, Dagingnya Empuk dan Bumbunya Mantap!

Lebih lanjut, dr. Djaja menjelaskan bahwa munculnya warna merah terang pada jasad orang yang meninggal karena keracunan sianida, disebabkan karena mekanisme sianida saat masuk ke darah.

Menurut dr. Djaja, sianida yang masuk ke darah akan mengikat enzim pernapasan, menyebabkan oksigen tidak bisa mengalir ke jaringan. Akibatnya kadar HbO2 dalam darah tinggi.

Kondisi ini menyebabkan jaringan kekurangan oksigen tetapi kadar oksigen jadi menumpuk (banyak) di dalam darah. Akibatnya, jasad orang yang meninggal karena keracunan sianida berwarna merah.

"Merah terang bukan cuma di muka. Kalau misal dibuka sampai ke dalam lambungnya bengkak warnanya merah terang," jelas dr. Djaja.

Baca Juga: Eco Sanget! Ini 4 Warung Makan Soto di Gunung Kidul, Kuah Segar Nikmatnya Bikin Nagih

"Dia (Mirna) gak merah, biru, terus saya tekankan, lambungnya ketekan, supaya keluar hawa kan, saya gak nyium (bau sianida). Gak nyium sama sekali. Jadi saya yakin, yakin itu bukan sianida," tambahnya.

Di sisi lain, dr. Djaja mengaku bahwa dirinya telah melakukan penelitian terhadap orang yang bisa mencium bau sianida. Hasilnya, 84 persen orang Indonesia bisa mencium sianida dengan kandungan 1 mg/L.

"Saya yang melakukan penelitian, 1 mg/L itu dia akan kecium, tapi kalau 10 mg/L dia cium, pasti mabok," kata dr. Djaja.

Dalam proses penyelidikan kasus Mirna, waktu itu, saat ditanya Otto Hasibuan selaku pengacara Jessica Wongso, dr. Dajaj juga mengatakan bahwa dirinya yakin penyebab kematian Mirna bukan sianida.

"Bukan yakin, saya sangat yakin, karena saya itu bisa nyium sianida, saya yakin itu bukan sianida," katanya dalam unggahan video di YouTube dr.Richard Lee, MARS.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: YouTube dr. Richard Lee, MARS

Tags

Terkini

Terpopuler