Beginilah Sejarah Kota Surabaya, Bukan Berasal Dari Sura vs Baya?

19 Oktober 2023, 17:02 WIB
Ilustrasi sura dan baya. Berikut sejarah Kota Surabay. /Tangkap layar/buku.kemdikbud.go.id

PR DEPOK - Kota Surabaya merupakan Kota terbesar nomor dua di Indonesia. Ibukota Provinsi Jawa Timur ini memiliki keterkaitan yang kuat dengan kepahlawanan dan keberanian.

Mulai dari suporter klub bola lokalnya bernama Bonek (Bondo Nekat), Peristiwa 10 November 1945 yang sangat heroik, bahkan pemberian nama ‘Surabaya’ pun juga bermakna demikian.

Ya, asal usul nama dari Kota Pahlawan ini sendiri bukan yang seperti yang anda kira. Berdasarkan laman resmi Pemerintahan Kota Surabaya, nama ‘Surabaya’ bukanlah berasal dari kisah rakyat tentang pertarungan Sura (ikan hiu) dengan Baya (buaya), tapi dari kata Chula Baya.

Baca Juga: Bumbunya Mantep, Simak 5 Tempat Makan Sate Rekomendasi di Jogja, Nomor 3 Banyak Dicari

Sejarah Kota Surabaya sudah ada sebelum Kerajaan Majapahit terbentuk. Nama tersebut muncul setelah peristiwa pertarungan antara Raden Wijaya dengan pasukan Mongol utusan kubilai Khan.

Sebelum Pertempuran Raden Wijaya Dengan Pasukan Mongol

Berdasarkan buku berjudul “Pasak Sejarah Indonesia Kekinian: Surabaya 10 November 1945” yang ditulis oleh Tim Ahli Cagar Budaya Kota Surabaya dan diterbitkan oleh Bagian Hubungan Masyarakat Pemerintah Kota Surabaya nama Surabaya muncul saat Raden Wijaya berhasil mengusir pasukan Kubilai Khan

Baca Juga: 8 Warung Bakso Paling Laris di Grobogan, Baksonya Murah dan Enak Tanan!

Berdasarkan Kitab Negarakertagama. Kala itu Kerajaan Singasari tidak mau tunduk kepada Kekaisaran Mongol yang saat itu dipimpin oleh Kubilai Khan. Bahkan Kertanegara selaku Raja Singasari, berani memotong daun telinga dari utusan yang dikirim Kubilai Khan.

Terprovokasi oleh tindakan Kertanegara, Kubilai Khan mengutus pasukannya pada tahun 1292 menuju Singasari. Rombongan tersebut sampai pada tahun 1293. Mereka tiba di pesisir utara Jawa, tepatnya di Tuban, baru melanjutkan perjalanan ke timur hingga mencapai Tanjung Perak.

Dalam perjalanan, mereka terus menjelajahi berbagai sungai, termasuk Sungai Kalimas yang kini berada di wilayah Surabaya.

Baca Juga: Jadwal dan Tahapan Lengkap Pemilu 2024 Sesuai PKPU Nomor 3 Tahun 2022

Akan tetapi, pada tahun tersebut, Kertanegara sudah mati dan Kerajaan Singasari sudah runtuh akibat penyerangan dari Kerajaan Daha yang dipimpin oleh Jayakatwang. Hal ini tidak diketahui oleh Kubilai Khan maupun pasukan yang sudah ia utus.

Hal inilah yang dimanfaat oleh menantu Kertanegara yang bernama Raden Wijaya untuk balas dendam dan menyerang Jayakatwang. Ia mengarahkan pasukan Mongol ke Kediri, dan pasukan Mongol mengira itu adalah Kerajaan Singasari.

Gabungan pasukan Raden Wijaya dan rombongan Mongol tersebut tak mampu dibendung kerajaan Daha.
Berani Menghadapi Bahaya

Baca Juga: 8 Warung Bakso Terfavorit dan Harga Murahnya di Pemalang, Cek di Sini Alamatnya

Setelah kemenangan atas Jayakatwang, Pasukan Mongol berpesta pora. Raden Wijaya dan pasukannya tidak ikut berpesta, tapi pamit untuk pulang ke Mojokerto (wilayah Kerajaan majapahit).

Tanpa diketahui, Raden Wijaya ternyata sudah menyiapkan pasukan tambahan di dalam Hutan tarik.
Raja pertama Majapahit tersebut memimpin pasukannya melakukan serangan kejutan terhadap pasukan Mongol.

Pasukan Mongol yang habis berpesta tersebut kaget dan tidak siap dengan serangan tersebut. Raden Wijaya berhasil menekan lawannya hingga ke Kali Mas, di mana selanjutnya utusan Kubilai Khan mundur dari sana.

Baca Juga: 8 Kedai Nasi Goreng di Kota Balikpapan yang Wajib Dicoba Karena Rasanya Mantap Abis

Di Kali Mas itu lah, muncul ucapan “Chula ing baya” yang berarti berani menghadapi bahaya. Istilah tersebut kemudian dibuat menjadi nama tempat di sekitar Kalimas, yakni Chulabaya, yang kemudian menjadi Surabaya.***

Editor: Dini Novianti Rahayu

Tags

Terkini

Terpopuler