Tari Pendet Pasepan: Antara Sakral dan Profan

21 Oktober 2023, 18:11 WIB
ILUSTRASI - Tari Pendet Pasepan menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi masyarakat Pakraman Batununggul, Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali.* /Pexels.com/ Aditya Agarwal/

PR DEPOK - Tari Pendet Pasepan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi masyarakat Desa Pakraman Batununggul, Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali.

 

Ragam geraknya memadupadankan tarian rejang dewa dengan lantunan irama yang memukau. Gerakan tari ini menggabungkan elemen-elemen lama dan baru dalam tari Pendet dengan harmoni, sementara tempo gamelan mengiringi dengan lembut.

Luh Widarti, pencipta Tari Pendet Pasepan, menjelaskan bahwa tarian ini merupakan karya seni yang berada di antara ranah sakral dan profan. Sakral merujuk pada yang suci, sedangkan profan mengacu pada hal-hal umum dan biasa.

Pada tahun 2017, tarian ini pertama kali memukau penonton dalam upacara keagamaan di Banjar Mentigi, Desa Pakraman Batununggul. Seiring berjalannya waktu, tarian ini semakin meluas dalam berbagai prosesi keagamaan seperti piodalan dan tradisi "ngaturang pekelem" yang membuka Festival Nusa Penida setiap tahunnya.

Baca Juga: Penjelasan Ending Drakor Doona: Akhir Kisah Won Jun-Doona dan Kembalinya Sang idol ke Dunia Hiburan

Tari Pendet Pasepan juga menjadi bagian integral dari prosesi "mesucian" atau "pemelastian", yang bertujuan utama sebagai ungkapan rasa syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Tarian ini menyambut dengan kehormatan, diiringi oleh "pasepan" yang dibawa oleh para penarinya.

Para penari tampil mengenakan pakaian putih kuning, yakni kebaya putih dan kamben kuning, dengan selendang kuning sebagai pelengkap.

 

Warna-warna ini mengandung makna dalam upacara keagamaan umat Hindu di Bali. Putih melambangkan Dewa Iswara yang melindungi arah timur, sementara kuning merupakan simbol dari Dewa Mahadewa yang menguasai arah barat.

Sesuai namanya, "pasepan" menjadi unsur utama dalam tarian ini. Dalam tari Pendet Pasepan, "pasepan" adalah tungku bara api yang mengandung canang sari dan tiga dupa. Ketika tarian berlangsung, tiga dupa dinyalakan, mengeluarkan semerbak wangi yang mengisi udara.

Baca Juga: Bakso Rating Tinggi Terenak di Salatiga, Sudah Pernah Coba?

Pelibatan "pasepan" menegaskan bahwa tarian ini adalah simbol dari rasa syukur. Sebagai maskot Desa Pakraman Batununggul, tari Pendet Pasepan hanya dapat dilakukan oleh warga dari lima banjar adat di desa tersebut.

Tarian ini tidak hanya mempertunjukkan kolaborasi antarpenari dari berbagai jenjang usia, tetapi juga memadukan gerakan dengan irama gamelan khas Bali. Durasinya singkat, hanya 5 menit, namun tarian dan tabuh harus harmonis untuk menciptakan keselarasan antara gerakan dan suara.

 

Koordinator dan penggagas tari, Luh Widarti, berharap agar tari Pendet Pasepan semakin dikenal dan diakui oleh masyarakat.

Tarian ini menggabungkan unsur budaya, magis, dan pariwisata, memperkuat daya tarik Pulau Bali melalui Desa Pakraman Batununggul, Nusa Penida, Klungkung. Sejarahnya sebagai tarian penyambutan, tari Pendet adalah bagian dari prosesi mendet atau mamendet di hampir setiap pura di Bali.

Baca Juga: 12 Link Twibbon Hari Santri Nasional 2023 Gratis, Lengkap dengan Cara Pakainya

Dalam tahun 1950-an, I Wayan Rindi dan Ni Ketut Reneng mengubah tari Pendet menjadi tarian pembuka yang menyambut tamu di hotel-hotel di Bali.

Pada tahun 1962, I Wayan Beratha mengembangkan Tari Pendet untuk pertama kalinya ditampilkan secara internasional pada Pembukaan Asian Games ke-4 di Jakarta, dengan jumlah penari mencapai sekitar 800 orang. Ni Ketut Arini, maestro tari Bali, turut serta dalam pertunjukan tersebut.

 

Tari Pendet Pasepan bukan hanya tarian biasa, melainkan simbol dari kekayaan budaya dan spiritualitas Bali yang terus hidup dan berkembang dalam keseharian masyarakat Desa Pakraman Batununggul.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Tags

Terkini

Terpopuler