Pernyataan Jokowi Soal Presiden Boleh Kampanye Tuai Kontroversi, Stafsus Presiden: Banyak Disalahpahami

25 Januari 2024, 13:37 WIB
Presiden Jokowi. /Antara/Hafidz Mubarak A/

PR DEPOK - Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana angkat suara menanggapi kontroversi yang mencuat akibat pernyataan dari Pemimpin Negara Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi).

Diketahui ketika menghadiri sebuah acara di Lanud Halim Perdanakusuma pada Rabu, 24 Januari 2024, kepada awak media Jokowi mengatakan bahwa para menteri dan presiden boleh berkampanye dan memihak dalam Pilpres 2024.

Jokowi mengatakan hal itu untuk menanggapi adanya sejumlah menteri dalam Kabinet Indonesia Maju yang masuk sebagai tim sukses pasangan calon presiden dan wakil presiden Pilpres 2024.

Baca Juga: Cocok untuk Healing! Berikut 4 Taman Rekomen di Kabupaten Ponorogo

"Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja, yang paling penting presiden itu boleh lho kampanye, boleh lho memihak. Boleh," kata Jokowi seperti dikutip dari Antara.

Pernyataan Presiden Jokowi sontak langsung menuai kontroversi dari berbagai kalangan masyarakat.

Pernyataan orang nomor satu di negeri ini tersebut dianggap merupakan bentuk ketidaknetralannya dalam konstelasi Pilpres 2024.

Baca Juga: Apakah Benar Bansos BPNT 2024 Sudah Cair Bulan Ini? Berikut Informasi Terkini dan Cara Cek Penerimanya Secara

Ada pula yang mengganggap Jokowi tidak bisa membedakan cara bersikap sebagai dirinya sendiri dan presiden.

"Padahal sudah jelas tertera. Presiden sebagai penyelenggara negara, sebagai pejabat negara sesuai UU tidak boleh memihak. Pak Presiden ini bingung bagaimana membedakan cara bersikap sebagai individu Jokowi, dan Presiden. Sungguh ironis sekali negeri ini!" ucap akun X @reyhansagevti.

"Ini yg ngajarin Pak Jokowi siapa sih, kenapa receh begini?? Presiden boleh memihak dan kampanye, benar. Tetapi bukan hanya tidak boleh fasilitas negara, dia juga harus cuti, tidak gunakan kekuasaan instrumen negara agar berpihak! Juga tidak boleh membajak MK demi anak sendiri!!!," cuit akun @deddysittorus.

Baca Juga: Inilah 5 Nasi Goreng Terbest di Kabupaten Kebumen, Ratingnya Bagus!

Menanggapi berbagai kontroversi terkait pernyataan presiden boleh kampanye, Ari Dwipayana menyebut perkataan Jokowi tentang hal tersebut banyak disalahartikan.

Menurutnya Presiden Jokowi mengatakan hal itu hanya untuk menjawab pertanyaan media soal keterlibatan menteri dalam kabinetnya yang bergabung sebagai tim sukses paslon dalam Pilpres 2024.

"Pernyataan Bapak Presiden di Halim, Rabu (24/1), telah banyak disalahartikan. Apa yang disampaikan oleh Presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang menteri yang ikut tim sukses," kata Ari Dwipayana mengutip sumber yang sama.

Baca Juga: 7 Mie Ayam Paling Lezat di Indramayu, Warung Nomor 2 Paling Legendaris dan Langganan Warga Lokal

Ari menjelaskan bahwa dalam merespon pertanyaan media tersebut, Presiden Jokowi kemudian memberikan penjelasan terkait aturan main dalam berdemokrasi bagi menteri ataupun presiden seperti termuat dalam pasal 281 Undang-Undang No.7 tahun 2017 tentang pemilu.

"Dalam pandangan Presiden, sebagaimana diatur dalam pasal 281 Undang-Undang No.7 tahun 2017 tentang pemilu bahwa kampanye pemilu boleh mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, dan juga kepala daerah dan wakil kepala daerah. Artinya, presiden boleh berkampanye. Ini jelas ditegaskan dalam undang-undang," katanya.

Selanjutnya Ari menjelaskan sejumlah syarat yang harus dipenuhi presiden jika ikut berkampanye seperti disebut Jokowi di antaranya tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sesuai aturan yang berlaku serta menjalani cuti di luar tanggungan negara.

Baca Juga: Bantah Soal Pekerja Asing Dominasi Proyek Hilirisasi Pertambangan, Luhut Binsar: Jangan Berbohong ke Publik...

Ari menegaskan apa yang disampaikan Presiden Jokowi terkait dibolehkannya presiden untuk ikut berkampanye bukanlah hal baru. Dia mengatakan aturan terkait hal tersebut sudah ada pada Undang-Undang Pemilu.

"Sekali lagi, apa yang disampaikan Presiden Jokowi bukan hal yang baru. Koridor aturan terkait hal ini sudah ada pada Undang-Undang Pemilu. Demikian pula dengan praktik politiknya juga bisa dicek dalam sejarah pemilu setelah reformasi," ujarnya.

"Presiden-presiden sebelumnya, mulai presiden ke-5 dan ke-6, yang juga memiliki preferensi politik yang jelas dengan partai politik yang didukungnya dan ikut berkampanye untuk memenangkan partai yang didukungnya," lanjut dia.***

Editor: Nur Annisa

Tags

Terkini

Terpopuler