Tolak Setujui RUU Cipta Kerja Menjadi UU, Fraksi Demokrat: Tidak Perlu Buru-buru

4 Oktober 2020, 14:11 WIB
Demokrat Tegas Tolak RUU Cipta Kerja dibawa ke Paripurna Ini Alasannya /instagram @Hinca Pandjaitan/

PR DEPOK – Selain Fraksi PKS, Fraksi Demokrat juga menolak Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Ciptaker) menjadi Undang-Undang (UU).

Sebelumnya diketahui, pada Sabtu malam Badan Legislasi (Baleg RI) menggelar rapat kerja bersama pemerintah dan DPD RI dengan agenda pengambilan keputusan Tingkat I terkait RUU Cipta Kerja.

Dalam Raker tersebut, Fraksi PKS dan Fraksi Demokrat menyatakan menolak menyetujui RUU Cipta Kerja ditetapkan sebagai Undang-Undang.

Baca Juga: Truk Pengangkut Bawang Terguling di Kabupaten Bima, Satu Orang Meninggal Dunia

Dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari ANTARA, Anggota Baleg DPR Hinca Panjaitan mengatakan bahwa fraksinya menolak RUU Cipta kerja menjadi Undang-Undang.

Menurutnya, banyak hal yang harus dibahas kembali secara mendalam dan komprehensif.

"Fraksi Demokrat menilai tidak perlu terburu-buru dalam pembahasan RUU Cipta Kerja, dan kami menyarankan dilakukan pembahasan lebih utuh dan melibatkan berbagai stakeholder yang berkepentingan," kata Hinca dalam Raker tersebut.

Baca Juga: Kunker ke Sawangan Depok, Ridwan Kamil Ajak Pelaku UMKM Manfaatkan Teknologi

Ia menjelaskan bahwa ada tiga catatan kritis Fraksi Demokrat terkait RUU Cipta Kerja.

Pertama, kata Hinca terdapat ketidakadilan di ketenagakerjaan, seperti aturan prinsip no work no pay oleh pengusaha karena upah dibayar berdasarkan satuan waktu kerja per jam.

Menurutnya, aturan mengenai hak pekerja atas istirahat selama dua hari dalam sepekan juga dihilangkan karena 40 jam dalam sepekan dikembalikan dalam perjanjian kerja.

Baca Juga: FPKS Tolak RUU Cipta Kerja Disahkan, Ledia Hanifa: Hanya Melihat dari Ketidakberdayaan Pengusaha

Kemudian, menurut Hinca RUU Cipta Kerja juga mengandung sistem easy hiring but easy firing, misalnya perihal ketentuan mengenai pekerja kontrak dan outsourcing yang dilonggarkan secara drastis.

Pelonggaran tersebut, menurutnya dapat menyebabkan pekerja kesulitan mendapatkan kepastian hak untuk menjadi pekerja tetap.

Catatan kedua yaitu terkait dengan sektor lingkungan hidup dan pertanahan.

Baca Juga: Demi Majukan Daerah, DPD Berkomitmen Kawal RUU Cipta Kerja

Menurutnya, RUU Cipta Kerja berpotensi memunculkan dampak yang cukup mengkhawatirkan bagi sektor pertanahan.

Hal itu dinilainya karena melegalkan perampasan lahan sebanyak dan semudah mungkin untuk Proyek Prioritas Pemerintah dan Proyek Strategis Nasional yang pelaksanaannya dapat diserahkan kepada swasta.

Terkait masalah lingkungan hidup, ia menambahkan bahwa RUU Cipta Kerja ini memberikan kemudahan syarat pembukaan lahan untuk perusahaan di berbagai sektor dan pengadaan lahan di bawah lima hektare.

Baca Juga: Tanpa Tunjukkan Gejala, Bos Persik Kediri Dinyatakan Positif Covid-19

Padahal menurutnya luas lima hektare di wilayah padat penduduk dapat ditinggali oleh banyak keluarga.

"Padahal untuk wilayah perkotaan padat penduduk seperti Jakarta, Surabaya, dan lainnya, luas lima hektare dapat ditinggali oleh ratusan kepala keluarga. Akibat pengaturan ini, penggusuran paksa dengan skala kecil sangat mudah dilakukan pemerintah," ujar Hinca.

Catatan ketiga dari Fraksi Demokrat itu yakni berkenaan dengan sentralisasi peraturan dari daerah ke pusat.

Baca Juga: Dianggap Ancam Kedaulatan, Fraksi PKS DPR Turut Tolak Pengesahan RUU Cipta Kerja

Terkait hal tersebut, menurut Hinca fraksinya menyoroti pemberian kewenangan yang terlalu besar kepada pemerintah pusat.

Hal itu akan menjadikannya superior dibandingkan legislatif, yudikatif, dan pemda.

Padahal, menurut dia tujuan RUU Cipta Kerja mengefektifkan birokrasi namun aturan terbaru tersebut justru akan cenderung merumitkan proses birokrasi karena tidak adanya kepastian dan kejelasan hukum dalam hal perizinan berusaha.

Baca Juga: Kamboja Robohkan Bangunan Milik AS di Pangkalan AL, Diduga Ada Kaitannya dengan Tiongkok

Kemudian, pihaknya menilai proses pembahasan poin-poin krusial dalam RUU Cipta Kerja kurang transparan dan akuntabel.

Hal itu dilihatnya karena tidak banyak melibatkan elemen masyarakat, pekerja, dan jaringan masyarakat sipil.

Selain itu, terkait kewenangan pemerintah pusat terhadap pemda yang dikritik Fraksi Demokrat pada pembahasan akhir dikembalikan sesuai Pasal 18 UUD 1945.

Baca Juga: Dinilai Abaikan Akal Sehat, Fraksi Demokrat Tolak Sahkan RUU Cipta Kerja

"Terkait kewenangan pemerintah pusat dan daerah, dalam prosesnya dengan kebesaran hati pemerintah, hubungan pusat-daerah dikembalikan sesuai Pasal 18 UUD 1945," tutur Hinca.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: Permenpan RB

Tags

Terkini

Terpopuler