Tiga Hoaks Soal UU Cipta Kerja yang Disebut Menjadi Pemicu Aksi Penolakan dari Serikat Buruh

7 Oktober 2020, 16:02 WIB
Aksi unjuk rasa di depan Balai Kota Bandung, Jalan Wastukencana, Selasa, 6 Oktober 2020 sebagai bentuk penolakan pengesahan UU Cipta Kerja oleh pemerintah pusat dan DPR RI. /Pikiran-rakyat.com/Armin Abdul Jabbar/

PR DEPOK – Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja telah resmi disahkan dalam rapat paripurna pada Senin, 5 Oktober 2020.

Sejumlah penolakan ramai disuarakan oleh sejumlah pihak, terutama buruh yang kini sedang menggelar aksi mogok kerja dan unjuk rasa di sejumlah daerah di Indonesia.

Isu yang menjadi pemicu penolakan UU Cipta Kerja ini adalah bawa undang-undang tersebut dianggap tidak memihak pada buruh dan lebih mementingkan pengusaha.

KSPI telah mengumumkan secara resmi bahwa sebagian besar buruh memulai aksi mogok kerja dan demo tersebut pada Selasa, 6 Oktober 2020.

Baca Juga: Didukung oleh Pasal yang Dimuat UU Cipta Kerja, TKA Disebut-sebut Semakin Mudah Bekerja di Indonesia

Selain anggapan bahwa Omnibus Law ini merugikan buruh, gelombang protes yang semakin besar dari berbagai lapisan masyarakat ini juga dipicu dengan banyaknya kabar yang berkembang terkait isi undang-undang tersebut.

Setidaknya terdapat tiga isu RUU Ciptaker yang ramai diperdebatkan.

Namun setelah ditelusuri, ketiga isu tersebut tidak terbukti kebenarannya.

Dilansir Pikiranrakyat-depok.com dari PMJ News, tiga hoaks yang menjadi polemik di masyarakat adalah sebagai berikut.

Uang pesangon dihilangkan

UU Cipta Kerja dinilai telah menghilangkan uang pesangon para buruh.

Namun menurut penelusuran PMJ News, berita ini terbukti tidak benar.

Faktanya, dalam Pasal 156 Ayat (1) UU Cipta Kerja yang telah direvisi, disebutkan bahwa jika terjadi PHK atau pemutusan hubungan kerja maka pengusaha wajib membayar pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

Baca Juga: Atasi Angka Kelahiran Rendah, Singapura Beri Tunjangan Bagi Bayi yang Lahir di Masa Pandemi Covid-19

UMP, UMK, dan UMSP dihapus

Dalam beberapa hari terakhir, beredar kabar yang menyebutkan bahwa Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP), serta Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) dihilangkan dalam UU Cipta Kerja.

Akan tetapi, kabar ini juga terbukti hoaks karena pada kenyataannya, gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi, berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan sesuai dengan Pasal 88C.

Perusahaan bebas memberhentikan pekerja

UU Cipta Kerja tidak mengizinkan perusahaan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK dengan alasan tidak masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama 12 bulan, menjalankan ibadah, menikah, hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayi.

Selain itu, UU Cipta Kerja juga melarang pemecatan kepada karyawan yang memiliki ikatan darah atau ikatan pernikahan dengan karyawan lainnya di perusahaan yang sama.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: PMJ News

Tags

Terkini

Terpopuler