Sebut Stabilitas Pemerintahan Bukan dari Jumlah Partai, PAN: Berdasarkan Perbedaan Ideologi Politik

14 November 2020, 20:31 WIB
Viva Yoga Mauladi /Instagram/@vivayogamauladi17

PR DEPOK – Wakil Ketua Umum DPP PAN, Viva Yoga Mauladi menilai bahwa efektivitas dan stabilitas pemerintahan tidak berdasarkan jumlah partai politik (parpol) melainkan perbedaan ideologi politik dari partai yang di DPR.

“Saat ini, meski parpol memiliki ideologi politik yang menjadi ciri khasnya, tetapi perbedaan ideologi partai tidak dalam posisi berlawanan/diametral,” ucap Viva pada Jumat, 13 November 2020 dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.

Baca Juga: Berpotensi Timbulkan Klaster Baru, Polda Jawa Barat Nyatakan Kegiatan Rizieq Shihab Melanggar Prokes

Ia mengatakan perbedaan tersebut kemudian dipersatukan oleh Pancasila dan komitmen kebangsaan.

Pernyataan itu disampaikan Viva merespon ungkapan Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh.

Surya menyatakan bahwa sejak awal berdiri, partainya menawarkan upaya penyederhanaan partai politik di Indonesia melalui kenaikan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT).

Baca Juga: Respon Syarat Rekonsiliasi HRS, Prabowo Minta Pemerintah Bebaskan Tokoh Pendukungnya Saat Pilpres

Ketua Umum Partai NasDem tersebut mengatakan bahwa partainya menawarkan kenaikan ambang batas parlemen dari empat persen menjadi 7 persen.

Di sisi lain, Viva menjelaskan bahwa sistem multipartai di Indonesia saat ini adalah cerminan dari multikultural masyarakat Indonesia yang pluralis atau beragam suku bangsa, agama, adat, dan budaya.

“Ini harus diakomodasi secara politik di partai politik. Maka dari itu, di UU Nomor 7 Tahun 2017 dinyatakan bahwa salah satu fungsi partai politik yakni sebagai alat pemersatu bangsa,” tuturnya.

Baca Juga: Dianggap Jelmaan Manusia, Buaya Bernama Halimah Dibawa Pulang Warga dan Disambut dengan Upacara

Menurut penilaiannya, penerapan ambang batas parlemen berkaitan dengan aspek proporsionalitas atau derajat keterwakilan pemilu dan pemilu yang berkualitas ditandai dengan semakin banyaknya pemilih yang terwakili, alias suaranya terkonversi menjadi kursi.

Ia berpendapat bahwa bilamana banyak suara yang terbuang, tidak sah, dan ditambah partisipasi pemilih yang rendah, tentu derajat keterwakilan akan semakin buruk.

“Dalam teori matematika pemilu, semakin tinggi PT akan menyebabkan semakin besar suara sah nasional tidak bisa di konversi menjadi kursi,” ujarnya.

Baca Juga: Dicurigai Sering Bawa Teman Lelaki yang Beda ke Indekos, Pasangan Gay di Aceh Diamankan Satpol PP

Ia menambahkan, hal itu diperparah dengan semakin banyaknya parpol peserta pemilu yang tidak lolos PT, maka akan menjadi semakin besar suara yang terbuang ini menyebabkan pemilu semakin disproporsionalitas.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler