Pangdam Jaya Usulkan Pembubaran FPI, Ahli Hukum Tata Negara: Waduh, Terlalu Jauh Melangkah

22 November 2020, 16:01 WIB
Habib Rizieq Shihab (HRS) menyapa massa yang menjemputnya di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Selasa (10/11/2020). HRS beserta keluarga kembali ke tanah air setelah berada di Arab Saudi selama tiga tahun. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/aww. /MUHAMMAD IQBAL/ANTARA FOTO

PR DEPOK - Imam besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq telah kembali ke Indonesia.

Pria yang juga berperan sebagai pendiri FPI ini telah berangkat dari Jeddah, Arab Saudi dengan penerbangan langsung ke tanah air.

Habib Rizieq telah tiba di Indonesia pada Selasa, 10 November 2020 lalu.

Baca Juga: Sinopsis Film Fight Back to School 3, Aksi Kocak Stephen Chow Nyamar Jadi Seorang Jutawan

Setibanya di tanah air, Habib Rizieq menyelenggarakan sejumlah agenda di tanah air seperti maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan putrinya di Petamburan.

Selain itu, terdapat juga sejumlah baliho yang bergambar wajah Habib Rizieq.

Sebelumnya jumlah orang berseragam loreng menurunkan baliho bergambar wajah Habib Rizieq yang terpasang pada sejumlah titik.

Baca Juga: Cek Fakta: Beredar Kabar Angka Bunuh Diri Selama Pandemi Covid-19 Naik hingga 200 Persen

Panglima Daerah Komando Militer (Pangdam) Jaya/Jayakarta, Mayjen TNI Dudung Abdurachman S.E., M.M. angkat bicara perihal viralnya video yang menunjukkan baliho bergambar wajah Habib Rizieq Syihab yang diturunkan oleh orang berseragam loreng tersebut.

Dudung mengatakan bahwa penurunan baliho tersebut memang atas perintahnya.

"Ada berbaju loreng menurunkan baliho Habib Rizieq, itu perintah saya," kata Dudung seusai apel kesiapan bencana dan Pilkada serentak di Lapangan Silang Monas, Jakarta Pusat seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari PMJ News.

Baca Juga: Sebagai Wujud Terima Kasih Pemerintah, Mendes PDTT Akan Revitalisasi Kawasan Transmigrasi

Menanggapi hal tersebut, Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan terdapat satu persoalan yang muncul jika pernyataan tersebut dikaji dalam sistem ketatanegaraan.

Menurutnya, Indonesia dibagi ke dalam unit-unit kelembagaan yang memiliki kerja masing-masing, termasuk Kodam Jaya dan Pangdam Jaya.

"Sejak reformasi kita sudah sepakat hilangkan adanya dwifungsi ABRI atau TNI. Jadi TNI tidak ikut-ikutan lagi di wilayah politik," kata Refly Harun, dalam kanal YouTube-nya sebagaimana dikutip oleh pikiranrakyat-depok.com.

Baca Juga: Belajar Tatap Muka Direncanakan Mulai 2021, DPD Usulkan Pembentukan Satgas Covid-19 di Sekolah

Refly pun menuturkan, nuansa politik saat ini membuat kelimpungan.

Hal ini lantaran menurutnya banyak pro dan kontra usai digelarnya beberapa acara setelah kedatangan Habib Rizieq pulang ke Indonesia.

"Termasuk juga spanduk-spanduk atau baliho-baliho yang dipasang terkait dengan tag line baru 'revolusi akhlak'," ucap Refly Harun.

Baca Juga: Pergi ke Miami untuk Menangkan Diri Usai Covid-19 Melonjak di Kanada, Begini Kesibukan Shawn Mendes

Menurutnya, masalah penurunan baliho merupakan kewenangan pemerintah lokal atau daerah, bukan TNI.

"Jadi tidak boleh sembarangan TNI terlibat dalam urusan seperti ini (penurunan baliho red.). Bukan urusan TNI untuk menurunkan baliho dan lain sebagainya. Itu urusan Satpol PP dan aparat keamanan," imbuh Refly Harun.

Dirinya pun menilai, pernyataan Pangdam soal pembubaran FPI juga telah melebihi kewenangannya.

Baca Juga: Pecahkan Rekor, Kasus Covid-19 Amerika Serikat Capai 12 Juta Saat Liburan 'Thanksgiving'

"Apalagi pernyataan untuk membubarkan FPI. Waduh... terlalu jauh Mayjen Dudung melangkah. Karena pembubaran sebuah ormas seperti FPI, ya tentu harus menghormati kaidah-kaidah negara hukum. Harus sesuai prosedur peraturan perundang-undangan," kata Refly Harun.

Menurutnya, meski terdapat Perppu Ormas yang menjadi landasan hukum sehingga sangat mudah untuk bisa membubarkan sebuah ormas tanpa ada proses hukum.

Namun hal itu berada diwilayah sipil bukan militer.

Baca Juga: Sebut Guru Miliki Peran Vital, DPR Jadikan Kesejahteraan Tenaga Hononorer sebagai Fokus Utama

"Kalau organisasi itu terdaftar, maka status terdaftarnya dicabut oleh Kemendagri. Kalau berbentuk badan hukum, misalnya yayasan atau perkumpulan, itu juga bisa dicabut. Tapi kalau dia tidak terdaftar dan tidak memiliki badan hukum, maka kalau ada keputusan pengadilan yang menyatakan dia organisasi terlarang, maka organisasi tersebut tidak bisa lagi menjalankan aktivitasnya," tutur Refly Harun.***

Editor: Billy Mulya Putra

Tags

Terkini

Terpopuler